17 Mar 2012

TITIPAN MBAK MUDAH


Beberapa hari yang lalu, saat pameran buku Jogja Muslim Fair digelar. Mbak Mudah meminta saya membelikan buku. Mbak Mudah yang memiliki nama lengkap Siti Mahmudah adalah kakak tertua saya yang tinggal di kabupaten Tanggamus, Lampung. Ia sudah berkeluarga dan rumahnya pun tidak jauh dari rumah orang tua kami. Keinginan membeli buku tersebut bukan sekedar untuk dibaca, sang ibunda Faiz itu berkeinginan untuk membuat perpustakaan keluarga di rumahnya. 
Rumah kami memang jauh dari perkotaan, wajar saja jika beliu meminta saya untuk membelikan buku. Karena di Jogja, di mana saya kuliah, buku-buku lebih lengkap, mudah didapat dan cenderung lebih murah. Berbeda dengan kondisi di Lampung, apalagi untuk alamat rumah kami yang jauh dari akses-akses tempat penjualan buku berkualitas.
Kehidupan yang jauh dari perkotaan memang memberikan tantangan tersendiri bagi kami, atau bagi orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan. Berbeda dengan kondisi kota yang serba ada, di desa tempat kami tinggal, kami harus bekerja lebih ektra untuk mendapat sesuatu. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi kendala dalam akses kami mengembangkan wawasan keilmuan.
Yang pertama adalah akses mendapatkan literatur-literatur seperti buku, jurnal dan lain-lain. Di pasar desa kami mungkin memang menjual buku, tapi sangat sedikit buku-buku yang kami cari. Buku yang dijual biasanya buku-buku umum dan itupun terbatas sekedar buku-buku sekolah untuk tingkat SD, SMP dan SMA. Oleh karena itu dalam pemenuhan literatur pengethuan sosial maupun islam, mau tidak mau kami harus ke kota atau menitip kepada teman atau saudara untuk membelikan buku. Selain itu, kami tentu tidak tahu buku-buku yang bagus kecuali ada yang memberi tahu atau melihat milik teman yang sudah memiliki.
Yang kedua adalah teman untuk sharing pengetahuan atau tokoh yang mempunyai kapasitas untuk mendiskusikan suatu permasalahan. Di desa kami, kebanyakan pemuda maksimal adalah lulusan SMA atau sekolah kejuruan. Maaf bukan bermaksud mendiskreditkan, saya yakin mereka pun punya banyak pengetahuan. Namun untuk bicara kondisi sosial kekinian tentu tidak sepadan jika dibandindkan dengan tokoh yang berkapasitas.  Berbeda dengan di kota atau dalam lingkungan kampus yang dengan mudah menemui akademisi dan praktisi yang mumpuni untuk mendiskusikan sesuatu.
Yang ketiga adalah akses informasi. Sebenarnya Alhamdulillah juga, di desa kami ada satu warnet dan itupun milik mbak Mudah. Namun akses internetnya sangat lemah, sangat sulit untuk hunting artikel, apa lagi untuk mengunduh buku, jurnal atau ceramah-ceramah. Untuk media informasi lain, TV lah yang paling representatif. Namun media audio visual itupun hanya bisa untuk chanel-chanel Tv Hiburan saja. Untuk stasiun yang menyajikan berita sulit didapatkan.
Ketiga alasan itu cukup menjadi tantangan bagi kami, hal itu pula yang kadang membuat saya berfikir keras apabila kelak pulang ke kampung halaman. saya akan dihadapkan pada sulitnya mendapati buku, tokoh yang mumpuni dan akses informasi. Hal itu tentu saja memberikan harapan.
Harapan agar pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan semangat baca dikabupaten saya. Mengadakan taman baca atau toko buku besar yang menyediakan beraneka ragam buku dan lain-lain. Selain itu, untuk memperoleh akses pengetahuan, pemerintah seharusnya menggagas sebuah tatanan yang memudahkan masyarakat mengakses informasi dalam skala nasional maupun global. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan, tentu saja akan memberikan dampak positif jangka panjang, Yakni meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat.
Ditengah carut marutnya tatanan sosial Negara kita. Memperhatikan kualitas pendidikan seharunya menjadi program utama pemerintah. Karena dengan pendidikan , Negara tidak hanya mampu melepaskan masyarakat dari kebodohan, tetapi juga memberikan kontribusi bagi peradan yang mulai terseok-seok.
Peningkatan mutu pendidikan bukan hanya pada sektor pendidikan formal seperti pada perguruan tinggi saja. Tetapi hal itu harus dilakukan dari kehidupan realitas, dari kehidupan masyarakat. Seorang petani, pedagang, nelayan dan buruh harus melek pengetahuan. Mereka harus paham media, berita terkini dan situasi sosial yang menjadikannya miskin. Meniingkatkan mutu pendidikan bagi masyarakat memang belum menjadi perhatian pemerintah. Semoga dengan melihat realitas yang ada, pemerintah terutama pemerintah kabupaten kami sadar betul untuk menggarap upaya mencerdaskan semua lapisan masyarakat.

1 komentar:

smpn1airnaningan mengatakan...

Mantap Mas Agus Purnomo Tulisannya. memang seperti yg di tulis di tempat kita (Airnaningan) masih sulit untuk mencari buku, ada juga jauh,,,,,jadi ya kita harus mensiasati sendiri kalau mau memiliki buku yg kita mau.

Posting Komentar

monggo dikoment...