Kemarin
saya membeli laptop untuk saudara. Saya membeli laptop baru pada kenalan yang
sudah lama menjual laptop. Harganya pun lebih murah dibanding penjual-penjual
lain. Setelah laptop diinstal, seorang karyawan teman saya mengatakan bahwa
garansi laptop adalah selama satu tahun. Kemudian saya menanyakan dimana letak
kata-kata garansi satu tahunnya. Namun ia tidak bisa menjawab, kemudian saya
menyampaikan berarti garansi satu tahun itu hanya dalam lisan tidak ada dalam
tulisan. Ia pun lantas menyampaikan bahwa tidak ada ketentuan tertulis.
Mungkin
ini sepele namun dari sini akan menjadi masalah di kemudian hari. Yakni ketika
terjadi kerusakan pada laptop, bisa saja si penjual berkilah dan tidak mau
bertanggung jawab dengan beribu alasan dan hal itu terjadi karna tidak adanya
ketentuan tertulis akan lamanya garansi laptop.
Hal
ini tidak jarang terjadi dalam kegiatan jual beli, baik itu jual beli produk
yang sifatnya primer sampai tersier. Adanya ketidak puasan diantara kedua belah
pihak, terutama di pihak pembeli. Si pembeli merasa adanya ketidak adilan,
merasa ditipu atau dicurangi. Saya sebenarnya tidak hendak menyalahkan penjual,
ketika terjadi ketidak puasan salah satu pihak. Meskipun terdapat juga penujual
yang sengaja melakukan kecurangan dalam berniaga.
Permasalahan
ketidak puasan antara penjual dan pembeli jika ditelisik lebih dalam sebenarnya
banyak bermula saat terjadi akad dalam transaksi. Pembeli begitu mudah
melakukan deal dengan penjual namun kurang
jeli menanyakan tentang kondisi barang dan harga.
Islam
mendorong atau mensyariatkan terjadinya jual beli yang menguntungkan kedua
belah pihak (penjual dan pembeli). Dalam Alquran Allah SWT berfirman Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu di antara kamu
dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berdasarkan
kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya
Allah Maha Penyayang Kepadamu.”(QS.
Annisa ayat 29). Jual beli yang dikehendaki Allah adalah jual beli yang
didasarkan pada keridhoan antara kedua belah pihak.
Agar terjadi keridhoan dan kepuasan dalam jual
beli maka fiqh muamalat menekankan pentingnya kejelasan akan barang dan harga. Bahkan
ia merupakan salah satu sarat dari sahnya jual beli. Jika barang dan harga
tidak jelas keadaannya, atau salah satu saja tidak jelas keadaannya maka jual
beli tersebut tidak sah karena dapat menimbulkan unsur peniupun.
Oleh
karena itu dalam jual beli si penjual harus menjelaskan dengan benar bagaimana
kondisi barang yang sebenarnya, spesifikasi barang serta cacat barang jika ada
dan yang tidak kalah penting adalah harga barang. Begitu juga pembeli harus
benar-benar menanyakan detail barang dan harga berikut ketentuan yang melekat
padanya. Agar dapat menjadi penguat lebih baik dimintakan bukti tertulis yang
dibubuhi tanda tangan, stempel bahkan materai. Sehingga ketika terjadi sesuatu
dikemudian hari akad yang tertulis tersebut bisa menjadi acuan. Setelah mengetahui
kondisi barang dan harga barulah pembeli menentukan akan membeli barang atau
tidak.
Perlu
diketahui pula bahwa dalam muamalat prinsip yang melekat dalam jual beli adalah
mubah, al-ukhuwah (persaudaraan),
kemaslahatan, antarodin (kerelaan)
dan keadilan. Jika lima prinsip tersebut dipahami dan
diamalkan oleh penjual dan pembeli maka jual beli yang antaradimminkum akan dengan mudah terwujud. wallahualam