28 Feb 2012

Ini cerita pendek tentang masjid di kampus tempat saya kuliah. Bangunannya nampak besar, megah, dan indah. Apa yang saya sampaikan ini tidak berlebihan, pejabat sekelas mentri pun mengakuinya. Masjid Sunan kalijaga, begitu namanya, adalah masjid utama di kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Masjid terebut mempunyai dua lantai. Lantai pertama digunakan oleh mas-mas mahasiswa dan beberapa dosen. Hanya beberapa dosen karena memang sedikit sekali dosen yang mau berjamaah di masjid. Sementara di lantai dua digunakan oleh mba-mba mahasiswi dan mungkin juga beberapa dosen perempuan.
Aktifitas di masjid tidak sebatas untuk sholat saja. Nah inilah uniknya, masjid yang dilingkari oleh selasar ini banyak digunakan mahasiswa untuk berbagai macam agenda. Ada perkumpulan mahasiswa  dalam bentuk melingkar, ada yang campur amburadul ada pula yang berbaris. Yang melingkar, biasanya kegiatan mahasiswa yang sedang belajar kelompok. Sambil makan sneck mereka membahas tugas dan mata kuliah, sambil tertawa mereka melingkar di selasar masjid. Yang berkumpul amburadul, biasanya sebagian mahasiswa yang tidak ada kerjaan alias menunggu jam kuliah atau selepas kuliah. Mereka ngobrol ngalor ngidul tak karuan. Posisinya pun tidak rapih, ada yang selonjor, sambil tidur, tengkurep dan polah lain yang dirasa paling nyaman untuk ngobrol.
 Kemudian yang ketiga, yang berbaris. Jangan salah ada juga beberapa mahasiswa yang sering duduk berbaris di selasar masjid. Biasanya mudah ditemukan saat pagi dan sore hari. Mas-mas berjenggot beberapa helai dan mba-mba berjilbab lebar, atau sering disebut akhi ukhti ini diam-diam sedang syuro atau rapat. Ya mungkin karena ghodwul basor dan tidak ada hijab jadi posisi rapat duduk berbaris sambil menikmati pemandangan. 
Yang menurut saya lebih menarik lagi adalah ketika menjelang sholat. Seperti biasa takmir masjid yang sudah tampak tua dan belum lulus S1 itu berwasiat kepada jamaah yang masih berserakan di sekitaran masjid. Takmir berseru “perlu diberitahukan kepada jamaah sekalian” dengan bahasa yang santun dan penuh wibawa “sebentar lagi akan memasuki sholat, jadi kami mohon untuk menghentikan segala aktifitasnya dan segera mengambil air wudhu” kurang lebih seperti itulah.
Dasar mahasiswa, mendengar woro-woro itu ada yang segera menghentikan kegiatan tetapi ada juga yang bandel. Ada yang masih tetap ngobrol, bahkan tidak mau bangun dari tidur, ada pula yang tetap melanjutkan menyelesaikan tugasnya. Ya mungkin respon mereka adalah  akibat dari amal perbuatannya. Seusai sholat, masih juga ada yang membuat saya tertawa, mereka kembali ke posisi masing-masing mencari tempat yang aman untuk melanjutkan tidur. Kalau tidak kebagian, mereka akan tidur dimanapun di setiap sudut-masjid. Langsung terlentang tanpa pikir panjang. Biasanya tidur masal dan ngasal ini dilakukan oleh jamaah putra. Ada pula yang tetap duduk dalam barisan sholat. Perkiraan pertama ia sedang berdzikir lama, ternyata setelah diamati ia memang lebih suka tidur dalam posisi duduk.
Begitulah suasana yang hampir setiap hari terjadi. Masjid memang bagus karena tidak hanya digunakan untuk sholat, Namun jadi evaluasi juga ketika masjid malah digunakan sebagai tempat alternative tidur selain di kamar kosan atau ia menjadi rumah kedua. Masjid kampus sudah dianggap rumah sendiri bagi mahasiswa. Rumah yang nyaman untuk tidur, ngobrol, belajar dan makan sneck. Namun sepi dari kajian dan aktifitas keislaman selain dari sholat. Wkwkwk…
By: Apun
wikipedia.com
Kita tentu tidak asing lagi dengan kata advokat atau pengacara. Maraknya kasus perdata maupun pidana yang tersiar di media kerap menyebut nama advokat dalam proses hukumnya. Para pelaku maupun korban biasanya menggandeng advokat untuk menyelamatkan atau memenagkan kepentingannya di meja hijau. Sebutlah nama M. Nazarudin, terdakwa korupsi Wisma Atlet, Melinda Dee dan lain-lain yang menggunakan jasa advokat untuk meloloskan mereka dari jerat hukum atau setidaknya meringankan beban hukuman. Dalam hal ini advokat akan bekerja sekuat tenaga dengan dalil hukum untuk membantu klieannya.
Jasa advokat tidak hanya digunakan untuk kasus-kasus besar saja, kasus ringan dan sedang pun tidak jarang menggunakan jasa tersebut. karena adanya advokat bukan pada jenis perkaranya, tetapi pada kemampuan pihak yang bersangkutan untuk menyewa jasa advokat.

Definisi Advokat
Advokat berasal dari kata “Advocaat” berasal dari bahasa latin yaitu “advocatus” yang berarti pembela ahli hukum dalam perkara, dalam atau di luar pengadilan. Advokat adalah seorang ahli hukum yang memberikan bantuan atau pertolongan dalam soal-soal hukum.

Setelah berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan bantuan hukum secara swasta – yang semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum – adalah "advokat".
Dalam dunia advokasi di Indonesia, terdapat tokoh-tokoh advokat yang sudah tidak asing lagi namanya. Yang pertama adalah Ruhut Sitompul, siapa yang tidak kenal namanya, mulai dari kalangan hukum, politisi, sampai masyarakat awam pun mengenalnya. Pasalnya Ruhut tidak hanya melanglang buana didunia advokasi saja, ia juga aktif dalam dunia politik bahkan ia juga dulunya seorang artis yang terkenal dengan nama Si Poltak Raja Minyak dari Medan. Selain itu ketenaran Ruhut juga akibat dari kelakar dan keonarannya dalam perpolitikan Indonesia.
Yang kedua adalah Hotman Paris Hutapea, pengacara parlente ini sering membentengi artis-artis papan atas yang terkena kasus hukum. Ia pun sempat digosipkan dekat dengan artis kawakan Meriam Belina. Belakangan ini ia menjadi ‘oli’ untuk memuluskan M. Nazarudin melewati setiap persidangan dengan lancar. Terdapat nama-nama lain yang tidak kalah terkenal seperti O C Kaligis, Elza Syarif, Adnan Buyung Nasution, M. Assegaf dan lain-lain. Para advokat pun tidak bekerja sendiri, mereka membentuk organisasi semisal seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) atau Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).

Wajah Advokat di Indonesia

Maraknya ketidakadilan di negeri ini tentu saja mengoyak hati nurani untuk bangkit melawan. Ketidak adilan yang menimpa semua lapisan masyarakat selalu tersaji di meja informasi. Si pencuri sandal yang dituntut hukuman berat, begitu juga penggusuran yang kian marak akibat pengaruh kapitalisme yang menyengsarakan rakyat kecil. Semua persoalan itu harus mendapat pertolongan sebelum harapan dan nyawanya hilang.
Hal ini tentu saja menjadi tanggung jawab tersendiri bagi advokat untuk menyuarakan kebenaran dengan bahasa yang paling legal yakni bahasa hukum. Advokat yang mempunyai amanah membela korban ketidakadilan sangat dinanti sepak terjangnya . Namun sayang, advokat juga manusia. Tidak semua advokat berhati malaikat, meskipun juga tidak semua advokat berhati setan.
Dalam dunia advokat terdapat istilah white lawyers dan black lawyers. White lawyers adalah istilah untuk advokat yang menjung tinggi idealismenya dalam berprofesi. Mereka senantiasa di garis rakyat dan habis-habisan memperjuangkan kebenaran. Sebaliknya  terdapat juga Black Lawyers, ia adalah sebutan untuk advokat-advokat nakal yang bermain dalam kubangan pragmatisme. Mereka siap mengadvokasi tiap permasalahan dan membela siapapun yang berani membayar uang dengan jumlah yang besar. Meraka adalah gambaran dari sebuah semboyan “maju tak gentar membela yang bayar”. Kini maraknya kelakuan dan pemberitaan dari tingkah laku advokat nakal telah memperburuk citranya di mata masyarakat.
Maka tidak heran jika kemudian muncul stigma buruk dari masyarakat kepada profesi advokat dan pelakunya. Advokat dicap sebagai pembela yang bayar dan selalu bersilat lidah untuk memangkan suatu perkara yang sebenarnya yang dibela jelas salah. Sungguh ironis, ketika masyarakat menjerit meminta keadilan, pejuang kebenaran malah bertingkah culas beselingkuh dengan peguasa dan bersikap ABS (Asal Bapak senang).

Advokat Untuk Rakyat
Tugas advokat memang berat, advokat yang secara spesifik white lawyers harus berhadapan dengan musuh internal dan eksternal. Secara internal mereka harus melawan musuh dalam selimut yang setiap saat dapat menelikung dalam gelap. Di satu sisi mereka harus berhadapan dengan penguasa yang mempunyai banyak cara untuk menghantam dan membunuh karakter bahkan nyawanya.
Di tengah carut marutnya tatanan dan penegakan hukum di Indonesia dan ketidak adilan yang menimpa rakyat, siapapun pasti menunggu hadirnya sosok yang berani menjawab keresahan publik tersebut. Publik merindui individu yang berani bertarung habis-habisan melawan kedholiman penguasa. Berani membantu mereka yang di Mesuji, Bima dan Papua. Berani mengusir konglomerat yang menguras uang sakyat dan memenjarakan penguasa yang berkhianat. Tegas mengatakan kebenaran, setia memperjuangkan kepentingan rakyat, dan senantiasa menjunjung tinggi idealismenya memegang amanah sebagai advokat. semoga fenomena ketidak adilan yang menggelayuti masyrakat dan stigma wajah advokat di Indonesia dapat menyadarkan dan memotivasi mereka untuk berbuat lebih baik untuk rakyat.
Meskipun bersilang keris di leher
berkilat pedang di matamu
namun yang benar kau sebut juga benar
cita Muhammad biarlah lahir

Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi

Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu……!

(dikutip dari buku “Mengenang 100 tahun HAMKA”)

puisi tersebut ditulis Buya Hamka pada tanggal 13 November 1957 setelah mendengar pidato M. Natsir yang mengurai kelemahan system kehidupan buatan manusia dan dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar Negara RI. kemudian M.Natsir membalas puisi tersebut, dengan sajak yang begitu heroik

DAFTAR
Saudaraku Hamka,
Lama, suaramu tak kudengar lagi
Lama…
Kadang-kadang,
Di tengah-tengah si pongah mortir dan mitralyur,
Dentuman bom dan meriam sahut-menyahut,
Kudengar, tingkatan irama sajakmu itu,
Yang pernah kau hadiahkan kepadaku,

Entahlah, tak kunjung namamu bertemu di dalam ”Daftar”.
Tiba-tiba,
Di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan,
Rayuan umbuk dan umbai silih berganti,
Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu,
Yang biasa bersenandung itu,
Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.

Aku tersentak,
Darahku berdebar,
Air mataku menyenak,
Girang, diliputi syukur

Pancangkan !
Pancangkan olehmu, wahai Bilal !
Pancangkan Pandji-pandji Kalimah Tauhid,
Walau karihal kafirun…
Berjuta kawan sefaham bersiap masuk
Kedalam ”daftarmu” … *

Saudaramu,
Tempat, 23 Mei 1959

26 Feb 2012

SENI BERKAWAN

0
 “anda bisa mendapat lebih banyak kawan dalam waktu dua bulan dengan dengan cara tertarik pada orang lain dibandingkan dengan yang anda bisa peroleh dalam waktu dua tahun dengan cara dengan cara mengusahakan orang lain tertarik pada anda” terang Dale Carniege dalam bukunya how to win friends and influence people (1981). Sebagai mahluk sosial tentu kita tidak terlepas dari interaksi antar individu dan kelompok. Baik itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan material, spiritual maupun emosional.    
            Dalam harinya setiap orang pasti melakukan komunikasi. Mulai dari bangun tidur sampai ia tidur kembali. Para pakar komunikasi menyatakan terdapat fungsi komunikasi yang berbeda-beda. Thomas M. Scheidel mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang disekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Namun menurut scheidel tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita.
            Dalam proses komunikasi, tentu saja banyak kendala yang kita hadapi. Keterbtasan  kemampuan kita dalam berkomunikasi akan menyebabkan tersendatnya kehidupan akademik dan karir kita. Seorang siswa bisa dijauhi teman-teman belajarnya akibat tersinggung dengan ucapan-ucapannya yang ketus, tidak bersahabat dan membosankan. Begitu juga seorang karyawan dalam suatu perusahaan, ia bisa saja dipecat dari pekerjaanya karena ketidak mampuannya menjaga lisan. Dan tentu saja kita pernah mengalami hal tersebut, yakni gagal dalam melakukan komunikasi dalam suatu pertemuan atau moment. Hal tersebut bisa terjadi seperti apa yang dikatakan Dale yakni karena kita lebih memaksa orang lain untuk memahami diri sendiri bukan sebaliknya.
            Suatu pesan dapat diterima dan mendapat umpan balik bergantung dari cara kita menyampaikan pesan tersebut. Membangun persepsi diri untuk tertarik kepada orang lain  berupa penghargaan dan penghormatan kita kepada lawan bicara adalah cara efektif agar pesan dapat tersampaikan dan mendapat respon positif. Dengan berkata santun, tidak memotong pembicaraan, dan memperhatikan pembicaraannya sepenuh hati maka lawan bicara kita akan merasa sangat dihargai dan dihormati.
            Penyampaian pesan secara efektif tentu saja sangat diperlukan terutama oleh mereka yang aktif dalam organisasi sosial. Intensitas berkomunikasi dan berkoordinasi lebih rentang terjadinya kesalahan membangun komunikasi. Oleh karenanya seorang organisator atau aktifis harus lebih menguasai seni berkawan agar ia semakin dicintai dan dan dihargai dalam organisasinya. Tidak hanya untuk pribadi, kemampuan seorang aktifis dalam berkomunikasi juga akan berimabas kepada jalannya roda organisasi lebih kokoh secara internal maupun eksternal.

21 Feb 2012

Pagi ini saya cukup lama menonton tayangan dan kiprah Jokowi. Jika melihat gaya bicaranya, wali kota Solo tersebut tampak low profile alias kalem. Namun raut mukanya juga menggambarkan pribadi yang tegas dan tanpa basa basi. Saat diwawancarai sebuah media swasta, beliau menjawab dengan jawaban sederhana diseratai senyum dan canda. Namun sekali lagi, dilihat dari track record, Jokowi termasuk pemimpin yang tegas dan berani mengambil keputusan.
Nama Jokowi kian marak diperbincangkan di media, gaya kepemiminannya yang jarang dilakukan oleh pemimpin masa kini, membuat ia dielu-elukan oleh masyarakat. tegas, merakyat, dan mau terjun ke lapangan. Setidaknya sikap itulah yang bisa saya tangkap dari sepak terjang pengguna mobil Esemka tersebut. Salah satu sikap tegasnya adalah ketika ia memberhentikan salah satu camat dikarenakan tidak mau memperbaiki sistim pembuatan Kartu Tanda Pensduduk (KTP) yang dinilai lambat dan menyulitkan masyarakat. Ia juga kerap melakukan sidak ke pasar-pasar dan infrastruktur lain di wilayah kekuasaananya; Solo.
Kepemimpinan Jokowi sontak menyedot perhatian publik, karena dinilai berhasil membangun kota Solo. Bahkan sempat muncul beberapa opini yang mengatakan bahwa Jokowi tidak hanya layak memimpin Solo tetapi juga layak memimpin Indoesia. Wali kota yang mempunyai nama panjang Joko Widodo tersebut, disandingkan dengan nama-nama besar tokoh nasional semisal Dahlan Iskan sebagai pasangan ideal capres 2014.
Apa yang dilakukan Jokowi tentu saja menjadi pukulan untuk pemimpin dan birokrasi di negeri ini. pada umumnya, banyak pemimpin yang plin-plan dan tidak progresif. Di sisi lain banyak pemimpin yang menyulitkan masyarakat ketika berhubungan dengan birokrasi yakni dipersulitnya mengurus perizinan, surat dan lain sebagainya. Bahkan lebih dari itu, terdapat pemimpin yang melakukan perselingkuhan degan penguasa-pengusa lain untuk memuluskan rencana pribadi dan golongan.
Semoga  para pemimpin mau mencontoh apa yang dilakukan oleh jokowi. Meskipun walikota Solo tersebut bukanlah orang yang sempurna, namun gaya kepemimpinannya dinilai lebih baik dan patut ditiru. Dan semoga makin banyak pemimpin di negeri ini yang benar-benar mempunyai mental pemimpin. Pemimpin yang mendedikasikan hidupnya untuk rakyat.

10 Feb 2012

Jika kita hendak menuju fakultas Da’wah dan Ushuludin, atau hendak menuju ke perpustakaan, kita akan mendapai sebuah bangunan kecil yang tidak berdinding. Bangunan yang berada di parkiran fakultas Da’wah tersebut didesain membentuk panggung. Pada awalnya, bangunan yang dinamai ‘Panggung Demokrasi ’ oleh civitas akademika UIN Sunan Kalijaga tersebut dibangun sebagai sarana untuk memfasilitasi mahasiswa dalam berkreasi, mementaskan seni bahkan untuk orasi.
Jika melihat pemerintahan Dewan Mahasiswa (DEMA), konsep demokrasi memang sudah ada sejak belasan tahun silam. Sistem Pemilihan Umum Mahasiswa menjadi representasi dari demokrasi di kampus Islam tersebut. pemilihan kandidat ‘wakil rakyat’ secara langsung, pemungutan suara, dan lain-lain turut dalam kontestasi Pemilwa.
Namun dalam pelaksanaanya, ramainya perselisihan prosesi Pemilwa dan kelesuan mahasiswa dalam mengikuti agenda pemerintahan mahasiswa menimbulkan pertanyaan besar bagi kita. Apakah demokrasi yang ada sudah berjalan dengan baik dan apakah pemangku kebijakan sudah benar-benar ingin menjalankan sistem demokrasi?.
Demokrasi Prosedural Dan Demokrasi Substantif
Rule of low  dari demokrasi itu sendiri adalah untuk menghindari tindakan sewenang- wenang penguasa terhadap rakyat..Unsur unsurnya adalah Supremasi hukum, Mendapat perlakuan yang sama di depan hukum, Terlindungnya Hak Asasi Manusia. Aritnya dalam kehidupan kehidupan demokrasi setiap individu mendapat haknya tanpa ada dizholimi.
Charles Tilly dalam bukunya “Democrazy” (2007) menjelaskan, demoktasi secara prosedural adalah kemampuan pemerintah dalam melaksanakan praktik-praktik demokrasi. Dalam konteks Pemilu, adanya pesta demokrasi yang baik dan sesuai peraturan merupakan representasi dari adanya kemampuan Negara menjalankan demokrasi prosedural.
 Sementara itu, Charles memaknai demokrasi substantif adalah demokrasi yang menekankan pada kemampuan Negara dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi baik pada aspek politik maupun ekonomi. Demokrasi subtansial dapat berupa terlindunginya hak azasi manusia, kesejahteraan rakyat, partisipasi masyarakat dalam agenda-agenda pemerintahan.
Demokrasi prosedural dan demokrasi substansif dalam prakteknya tidak selalu sejalan. Bisa saja secara prosedural demokrasi dapat berjalan, namun secara substansial Negara gagal dalam menjalankannya. Fakta ini dapat kita rasakan dengan adanya money politic, kecurangan, anarkisme antar faksi, dan minimnya partisipasi masyrakat dalam pemilu maupun penyelenggaraan Negara.
Demokrasi Di Kampus Putih
            Pemilwa terakhir masih jelas dalam ingatan seluruh civitas akademika UIN Sunan Kalijaga. Prosesi pemilihan ‘wakil rakyat’ itu masih diwarnai dengan kerusuhan yang berujung pada pertikaian fisik. Lebih buruknya lagi bentrok fisik bukanlah kali pertama dalam sejarah Pemilwa. sebelumnya, beberapa kali terjadi kerusuhan hingga sampai mengucurkan darah segar mahasiswa. Di sisi lain,  perusakan atribut kampanye, kecurangan dalam pemungutan suara dan pengglembungan surat suara turut mencederai proses demokrasi di kampus putih. Kejadian yang terus berulang dalam setiap pemilwa memberi penjelasan kepada publik bahwa catatan kelam tersebut sengaja ditradisikan sebagai cara memperebutkan kekuasaan.
            Keberhasilan dalam menjalankan demokrasi prosedural dan substansial berakibat pada antusias mahasiswa dalam agenda-agenda pemerintahan. Apatisme mahasiswa mengikuti rangkaian kegiatan DEMA adalah wujud dari kegagalan dalam menjalankan demokrasi substansial gagasan Charles Tilly tersebut. Hal ini tentu saja akan memunculkan stigma buruk yakni disfungsi pemerintahan mahasiswa dalam menyejahterakan ‘rakyatnya’. Pada ujungnya pesta demokrasi kehilangan substansi dan hanya menjadi pesta kepentingan golongan saja. Lebih parah lagi pesta demokrasi hanya digunakan sebagai alat untuk melanggengkan rezim dengan menggunakan cara-cara irrasional dan culas.  
Rekontruksi Demokrasi Menuju Kedaulatan Mahasiswa
            Sangat disayangkan diusia yang belia dan penuh kesegaran ide jika kemudian diwarnai pola berfikir koruptif dan primordial. Mahasiswa yang seharusnya mengusung nilai-nilai perjuangan melawan penindasan dan ketidak adilan harus berakhir dengan ketundukan dihadapan pragmatisme kekuasaan. Sementara itu, mereka masih berani meneriakkan revolusi kepada penguasa negeri.
Pemerintahan mahasiswa dan pengelolaanya merupakan amanat besar bagi mahasiswa. Bukan sekedar pembelajaran, namun harus dimaknai sebagai perjuangan menunjukkan contoh ideal good governance kepada penguasa (red: pemerintahan nasional). Melalui DEMA-lah, mahasiswa mengasah kemampuannya mengeola miniatur pemerintahan sebelum memegang tongkat estafet meneruskan cita-cita bangsa.
Dalam menjalankan demokrasi prosedural dan subtansial, mahasiswa sebagai kaum intelektual sudah selayaknya menjunjung tinggi nilai-nilai idealismenya. Tidak berlebihan rasanya jika kita merekontruksi kembali demokrasi di kampus kita dengan menanamkan dan memperjuangkan kembali nilai-nilai rasionalitas, sportifitas dan semangat memperjuangkan keinginan rakyat yang dalam hal ini adalah mahasiswa. dengan kesadaran berdemokrasi substansial, yang penuh dengan mata batin kearifan untuk menciptakan kedamaian di kampus putih. Mencuci kembali noda hitam yang mengotori kampus putih kita. Tanamkan dalam paradigma yang sama, memastikan diri untuk mencari yang terbaik dan mengambil yang terbaik untuk masa depan yang lebih baik bagi kampus kita. Tetap bergerak tuntaskan perubahan

7 Feb 2012

Perjalanan kabinet Indonesia bersatu selalu dihiasi dengan praktik-praktik korupsi. Baik itu kabinet Indonesia bersatu jilid satu (2004-2009) maupun kabinet Indonesia bersatu jilid dua yakni periode 2009 hingga sekarang. Apakah karena dua periode itu ditakdirkan oleh Tuhan bahwa Indonesia akan dipenuhi tikus-tikus koruptor atau apakah pemerintah tidak kuasa lagi membendung kejahatan exstra ordinary crime tersebut.
Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mnyebutkan, telah terjadi puluhan tindak pidana korupsi tahun 2004 sampai 2009. Di awal kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi dugaan korupsi dalam pengadaan Helicopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004). Dengan tersangka Ir. H. Abdullah Puteh. Pada tahun 2005 KPK menahanan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah yang terjerat tindak pidana korupsi dana YPPI yang merugikan Negara sebesar 100 Miliar Rupiah. Sementara, tahun 2009  KPK menetapkan mantan Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Sutedjo Yuwono sebagai tersangka kasus korupsi alat kesehatan berbiaya 40 Miliar. Sutedjo kemudian dinyatakan bersalah dan divonis 3 tahun penjara. Dan masih banyak lagi kasus korupsi yang melibatkan pejabat pada level Daerah, Provinsi maupun Nasional.
Musim korupsi belum usai, perjalanan kabinet jilid dua pemerintahan SBY masih dilingkupi tindakan kejahatan perampokan uang Negara Belum rampungnya penyelesaian kasus korupsi BLBI dan Century, kini SBY dihadapkan pada kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet yang terus menyeret nama-nama elit partainya. Bermula dari tertangkapnya M. Nazarudin, mantan bendahara umum PD, beberapa waktu lalu KPK menetapkan Angelina Sondakh sebagai tersangka baru kasus suap Wisma Atlet. Bahkan beberapa nama lain disebut-sebut seperti Anas Urbaningrum dan Andi Malarangeng yang kemudian mengguncangkan internal partai. Sampai saat ini kasus tersebut masih belum terang benderang dan sangat berpotensi mnyeret beberapa elit lain.
Marketing Partai Politik
            M. N. Clemente mendefinisikan marketing politik sebagai pemasaran ide-ide dan opini-opini yang berhubungan dengan isu-isu politik atau isu-isu mengenai kandidat. Secara umum, marketing politik dirancang untuk mempengaruhi suara pemilih di dalam pemilu. Dalam pemahaman Clemante, keserasian antara ide dan opini dengan isu-isu politik akan menghasilkan marketing politik yang efektif.
            Sedangkan menurut Firmanzah, Marketing politik diaplikasikan dalam seluruh proses, tidak hanya terbatas pada kampanye politik, namun juga mencakup bagaimana memformulasikan produk politik melalui pembangunan simbol, image, platform dan program yang ditawarkan. Firmanzah menjelaskan bahwa marketing politik tidak hanya membangun citra partai tetapi juga melalui program yang ditawarkan. Ia memahami bahwa pembangunan platform dan simbol tidak lah cukup untuk mencitrakan partai ke ranah publik dalam jangka panjang. Karena hal demikian hanya akan menjadi pepesan kosong dari sebuah janji politik calon wakil rakyat.
            Jika bersandar pada teori Firmanzah, marketing politik PD dalam membangun simbol, image dan platform terbilang sukses. Terbukti dengan kemenangannya dalam dua periode kepemimpinan. Namun ada satu hal yang terlupakan yang sebenarnya merupakan poin penting dalam marketing politik. Padahal point itulah yang akan membawa trusht terhadap partai dan sosok SBY. Poin tersebut yakni kemampuan partai dalam mengeksekusi program yang ditawarkan berupa pemberantasan korupsi.
Praksisnya, progam SBY Demokrat dalam pemberantasan korupsi menemui jalan buntu. Alih-alih mengurangi tindak korupsi di Indonesia, PD bagai menelan ludah sendiri. Korupsi yang telah merasuk pada semua sendi kehidupan kini menjadi virus yang terus menyebar ke internal partainya.
Masa Depan Partai Demokrat
            Jika melihat sejarahnya, partai yang didirikan pada 9 September 2001 ini terbilang sukses dalam mengantarkan Susilo Bambang Yudoyono menuju kursi kepresidenan. Pada tahun 2004, PD meraih suara sebanyak 7,45% (8.455.225) dari total suara dan mendapatkan kursi sebanyak 57 di DPR. Sungguh prestasi yang fantastis untuk sebuah partai pendatang baru dalam kontestasi Pemilihan Umum. Sementara itu pada tahun 2009 PD kembali menunjukan taringnya dengan berhasil merebut 150 kursi diparlemen dan menempatkan jabatan presiden kepada SBY untuk untuk kali kedua.
            Namun perjalanan partai pemenang pemilu tersebut tidak semulus apa yang dibayangkan, SBY, pembina partai sekaligus president Republik Indonesia selalu menghadapi kisruh ekternal maupun internal politik. Teori Firmanzah nampaknya tidak tuntas dillaksanakan SBY. Dan akibatnya, secara internal, PD mengalami perpecahan politik dan kekuasan. Sementara pada tataran praksis, publik mulai jenuh dengan politik citra yang dibangun SBY. Di tengah maraknya kasus korupsi, tampak tidak ada keseriusan SBY dan kadernya dalam penuntasannya, namun terkesan hanya untuk melindungi citra partai dan kekuasaanya. Jika kondisi itu tidak disikapi dengan tegas, bisa jadi apa yang diramalkan politisi senior, Permadi benar adanya: SBY akan tumbang pada tahun 2012.
Menanti Ketegasan SBY
Partai Demokrat semakin meradang, sementara publik semakin jengah melihat polah politisi Demokrat. Terdapat tuntutan reformasi politik untuk internal dan ekternal oleh SBY. Konfrensi pers beberapa hari lalu tidak memberikan kepuasan publik bahwa kisruh akan segera tuntas. Oleh karenanya harus ada gebrakan baru untuk menyelamatkan partai yang sudah di ujung tanduk.
Tindakan koruptif beberapa elit partainya harus disikapi secara serius. Hal itulah yang kemudian dapat memperbaiki citra SBY Demokrat di mata masyarakat. mengeluarkan parasit ditubuh demokrat adalah sikap tegas yang seharusnya menjadi kebijakan partai. Dalam hal eksekusi, SBY pun harus turun tangan sendiri dalam penuntasan korupsi yang telah menjangkiti kader inti Demokrat. Meskipun mungkin dalam kenyataannya, SBY harus ‘cuci gudang’ untuk membayar sikap kesatria tersebut.
Ditengah kejenuhan masyarakat, keberanian SBY memberangus korupsi sangatlah dinanti-dinanti. Sebelum kepercayan habis dan jabatan keperesidenan usai. Waktu yang tersisa sudah selayaknya digunakan untuk habis-habissan bersama KPK berperang melawan kejahatan extra ordinary crime yang semakin menggila. Apa lagi menjelang pemiliu 2014, parpol-parpol 'nakal' akan semakin ganas merampok uang rakyat untuk keperluan kampanye dipemilu mendatang. Memperbaiki sistem pemerintahan dalam memakmurkan rakyat dan menjaga brangkas Negara serta menghukum berat pelaku koruptor adalah satu-satunya cara memperbaiki citra SBY Demokrat yang tengah dilanda erosi.

4 Feb 2012

2

Akhir-akhir ini para politisi demokrat mencuat di media. Sayangnya, pemberitaan yang muncul bukan karena prestasi yang dicapai. melainkan berita tak sedap yang menimpa kader partai yang dibina oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut. Salah satu berita yang sedang marak diperbincangkan adalah kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet yang menjerat beberapa politisi demokrat.
Penetapan terdakwa kepada M. Nazarudin, mantan bendahara partai Demokrat, diprediksi  bakal mengungkap nama-nama lain dalam kasus tersebut. Prediksi tersebut ternyata tidak meleset,  tidak tanggung-tanggunag nama yang keluar tidak lain adalah elit partai seperti Anas Urbaingrum dan Angelina Sondakh.
  Skandal korupsi yang menimpa kader partai berlambang Bintang segi tiga tersebut tentu saja bertolak belakang dengan komitmen SBY , dewan Pembina partai Demokrat yang juga presiden Republik Indonesia. Dalam kampanye, SBY selalu menggemborkan slogan “berantas korupsi”. Setelah dilantik menjadi presiden pun, beliau selalu mewanti-mewanti para penegak hukum agar menindak tegas para pelaku korupsi. Adanya janji pemberantasan korupsi, tentu saja menjadi harapan masyarakat Indonesia yang sudah meradang akibat maraknya kasus korupsi.
Namun, dalam perjalananya pemerintahan yang sudah berjalan hampir dua periode tersebut, tindak pidana korupsi tidak kunjung berkurang apalagi usai, malah semakin mengganas. Ironisnya, kasus korupsi nyatanya  menjerat kader-kadernya sendiri. Pemerintahan yang digawangi oleh sang “pemberantas” korupsi  kini semakin kerepotan dalam pemberantasannya.
 Maraknya kasus korupsi tentu saja mempertanyakan kembali political wiil SBY dalam pemberantasannya. Apakah beliau memang benar-benar ingin memberantas korupsi atau  slogan “berantas korupsi” hanya digunakan untuk  meraup suara dalam pemilu, mempercantik citra sang presiden agar nampak aman saat menguras kas Negara.
Kabinet Indonesia Bersartu jilid 2 , akan segera usai. Jabatan SBY pun akan segera berakhir mengingat dalam konstitusi jabatan president hanya dua kali untuk orang yang sama. Fakta mengatakan bahwa waktu yang semakin sedikit itu tidak mengurangi jumlah kasus korupsi. Akhirnya  masyakarat semakin jelas memberikan penilaian terhadap janji dan kinerja SBY dalam memberantas korupsi hanya drama politik belaka.