24 Okt 2012


            Perjalanan kehidupan manusia selalu dihiasi oleh rangkaian masalah. Baik itu masalah yang besar maupun masalah yang kecil. Sejak manusia lahir hingga dewasa akan menemui banyak problematika kehidupan. Bohong jika ada seseorang yang mengatakan bahwa ia tidak mempunyai masalah hidup. Karena baik itu orang kaya, miskin, pejabat, guru, pengusaha, pelajar dan lainnya selalu diliputi oleh masalah.
            Rosulullah SAW adalah manusia yang mempunnyai segudang masalah besar. Karena tugasnya penyampai risalah agung. Sejak kecil, beliau tidak pernah mendapat kasih sayang kedua orang tua karena mereka telah meninggal. Pada umur tujuh tahun beliau sudah diajak untuk berwirausaha bersama paman jauh ke negeri Syam. Tantangan kian besar saat wahyu turun dan Muhammad diperintahkan untuk menyebarkan risalah suci.
            Tantangan kian berat terutama awal wahyu diturunkan, rosulullah menggigil dan pada saat itu beliau hanya ditemani istri tercinta, Khadijah. Di sisi lain dakwah periode makkah ini baru sedikit pengikutnya, sementara tekanan kaum quraysi kian berat. Pernah suatu ketika manusia agung itu disiram dengan isi perut Unta ketika tengah berada di ka’bah.
Percikan Kilat Di Tengah Badai Krisis
            Ada yang yang menarik dan sarat ibroh dalam perjalanan dakwah rosulullah saat perang khandak. Pada saat itu musim dingin tengah tiba, sementara itu rosulullah dan kaum muslimin dikepung oleh para munafikin dan yahudi yang licik. Suasana krisis belum berhenti sampai di situ, kaum muslimin pun dilanda kelaparan. Dipihak lawan, pasukan quraysi sedang menuju dan bersiap-siap menyerang.
Suasana sangat mencekam, dan tentu saja taruhannya adalah nyawa. Secara fisik kaum muslimin kelaparan belum lagi hawa dingin yang merasuk hingga ke tulang. Sementara itu secara psikologis mereka tengah diguncang tekanan dengan hebat karena pengepungan musuh dari dalam dan luar Madinah.
            Kejadian luar biasa itu terjadi saat penggalian parit khandak berlangsung. Kaum muslimin mendapati batu besar dalam penggalian. Kemudian mereka mengadukan hal itu kepada rosulullah. Maka beliaupun datang sambil membawa cangkul kemudian mengucapkan, “Bismillah”. Selanjutnya langsung memukul batu itu dengan sekali pukulan hingga mengeluarkan percikan bunga api. Kemudian mengucapkan, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaan Syam. Demi Allah, saat ini aku benar-benar melihat istana-istananya yang (penuh dengan gemerlapan).” Kemudian beliau memukul tanah itu untuk yang kedua kalinya. Maka terpecahlah sisi yang lainnya. Lalu beliaupun bersabda, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku negeri Persia.
            Demi Allah, aku benar-benar melihat istana kerajaannya yang penuh dengan gemerlapan sekarang ini.” Lantas beliau memukul tanah itu untuk yang ketiga kalinya seraya mengucapkan, “Allahu Akbar”. Maka terpecahlah bagian yang tersisa dari batu itu. Kemudian beliau bersabda, “Allahu Akbar, aku benar-benar diberi kunci-kunci kerajaan Yaman. Demi Allah, aku benar-benar melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini” (Al-Mubarakfuri, 2005).
            Ada optimisme yang dibangun di situ, di tengah rasa lapar, lelah, dingin, dan kekhawtiran yang mencekam. Dalam suasana krisis itu, rosulullah malah bersabda bahwa kerajaan Syam, Persia dan Yaman akan ditaklukan. Dan ini adalah perkataan rosulullah, ya ini adalah perkataan rosulullah yang sidiq. Kontans kaum muslimin pun bangkit seamangatnya dan kian kuat azzamnya. Peran khandak pun dimenangkan oleh kaum muslimin. Dan benarlah ucapan kekasih Allah tersebut, kerajaan-kerajaan besar terkuasi dikemudian hari.
Membangun Opmtimisme
            Sebagai seorang muslim kita memang tidak pernah lepas dari permasalahan. Namun kita juga harus meyakini bahwa Allah akan memberi jalan keluar pada tiap permasalahan. Memang jalan keluar itu tidak datang dalam sekejap mata. Atau datang hanya dengan berdoa saja. Pertolongan itu akan datang karena kita juga bekerja. Maka yang pertama dilakukan dalam masa krisis adalah menumbuhkan sikap optimis.
            Optimis adalah sebuah keyakinan bahwa kita dapat menyelesaikan sebuah permasalahan. Optimis kemudian bekerja memacu otak dan tenaga untuk bergerak maksimal menemukan jalan keluar. Setelah itu mereka (otak dan tenaga) akan bekerja secara harmonis dan terus berlangsung secara sistematis.
            Secara praksis lapangan, kekuatan yang muncul dari sikap optimis yang pertama kita akan membuat perencanaan. pada tahap ini kita akan menganilisis permasalahan secara mendalam. Kemudian mencari jalan keluar dengan cara yang objektif dan rasional. Itulah mengapa orang-orang sukses adalah orang-orang yang bekerja secara rasional bukan dengan cara irrasional seperti mendatangi dukun, memakai jimat atau berdoa dikuburan. Dalam perencanaan itu, kita mematoknya dengan target dan timing. Sehingga apa yang kita lakukan kelak adalah sebuah kerja yang tersusun.
            Kedua, sikap optimis memompa kerja dalam nafas panjang. Kerja seorang yang optimis akan sungguh-sungguh dan berlangsung lama. Ia akan memacu saraf dan otot untuk terus bergerak dalam masa sulit sekalipun. Kalaupun merasa letih, letih yang menyapa adalah karena sifat manusiawi bukan letih hati yang mematikan kesuksesan.
            Optimis kita adalah keyakinan bahwa Allah akan memberi pertolongan. Meyakini bahwa Allah sedang memberi ujian agar kita menjadi insan yang lebih baik. Oleh karenanya optimisme kita tidak dibangun atas landasan yang kosong, ia dibangun pada sebuah keimanan kepada Allah yang pasti menolong hambanya dan Dia tidak pernah ingkar janji.
“bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rosul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kami akan dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui yang gai dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (At-taubah 105)             



13 Sep 2012


            Siang tadi saya sempat berdiskusi dengan salah seorang teman kuliah satu jurusan. Muhaimin namanya, ia aktif di dunia jurnalistik kampus yakni Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Arena. Pertemuan singkat itu cukup memberi wawasan baru, karena dapat memberi banyak informasi terkait kondisi kampus.
            Kami berdiskusi seputar agenda terakhir kampus yakni Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK). Acara tersebut diorganisir oleh panitia dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Dewan Mahasiswa UIN Suka. Dalam rangkaian acaranya terdapat sesi yang melibatkan UKM. Yakni teman-teman UKM diberi space waktu untuk unjuk kebolehan dengan maksud publikasi kegiatan dan rekruting.
            Sesi UKM itulah yang banyak kami bahas. Dalam pelaksanaannya terdapat kesalahan -yang menurut banyak pihak disengaja- yang merugikan UKM. Penampilan UKM yang seharusnya diikuti oleh seluruh mahasiswa baru kenyataan tidak demikian. Sebagian mahasiswa yang tengah mengikuti ospek tersebut malah ditarik oleh panitia, wal hasil teman-teman UKM merasa dirugikan karena penampilannya tidak disaksikan oleh semua mahasiswa.
            Sebenarnya aksi culas itu bukan kali pertama, tahun-tahun sebelumnya pun pernah terjadi. Saya juga masih ingat saat ospek dulu. Maba diperintah untuk meninggalkan teman-teman UKM yang tengah memperkenalkan organisasinya.
            Dalam obrolan kami tadi, muhaimin menyampaikan bahwa tindakan dema membuat para pengurus UKM tidak terima dan melakukan unjuk rasa di depan rektorat. Dengan yel-yelnya “opak gagal Rifai (Purek III) turun” mereka mengungkapkan kekecewaanya terhadap jalannya opak.
            Kejadian tersebut tentu saja merupakan pembelajaran politik yang sangat tidak baik. Sebagaimana kita ketahui BEM sebagai sarana pembelajaran kepemimpinan sudah dikotori oleh tindakan-tindakan amoral bahkan picik. Ini adalah realitas yang sangat buruk. Kalau pejabat yang berbuat korup adalah mereka yang usianya relatif sudah tua atau setidaknya lebih tua dari mahasiswa. Namun apa jadinya jika generasi muda sudah terjangkit virus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)?.
            Ibarat tanaman maka ia sudah busuk sejak masa pembibitan, dan bisa dibayangkan bagaimana hasilnya kelak, tanaman tidak akan tumbuh sehat bahkan dapat mati. Begitu juga dengan permasalahan ini, apa jadinya ketika masih mahasiswa namun sudah banyak melakuakn praktek kotor?. Saya tidak tahu sampai kapan kampus akan dipimpin oleh golongan-golongan primordial yang hanya mementingkan kepentingan kelompoknya. Semoga apa yang terjadi hari ini memberikan penyadaran bagi si pelaku kejahatan tersebut juga kepada mereka yang terdzolimi agar bangkit bersatu dan melawan!.

11 Sep 2012


            Agar hidup menjadi teratur, maka Allah membuat seperangkat aturan kepada umat manusia. Aturan-aturan tersebut diperuntukan kepada manusia agar hidup menjadi lebih teraarah, bahkan dalam pemahaman keagamaan aturan tersebut sebagai jembatan untuk selamat dunia dan akhirat.
            Sejarah manusia memang selalu diiringi oleh aturan-aturan. Terlepas patuh tidaknya  mereka terhadap hukum,yang pasti dilingkungan mereka terhadap peraturan atau hukum. Hukum itu bisa berupa hukum agama, hukum adat juga hukum negara. Hukum tersebut bersifat mengikat dan memaksa, ketika tidak menjalankan akan mendapat sangsi mulai dari sangsi ringan hingga sangsi berat.
            Di era modern, banyak sekali produk hukum yang keluarkan. Di pemerintahan, lembaga sosial, tempat kerja pasti ada hukum, juga lingkungan sekolah. Saya akan membahas atau mencoba sharing terkait peraturan sekolah dan efeknya terhadap siswa.
            Lingkungan sekolah, terutama pesantren biasanya terdapat lebih banyak peraturan dari pada sekolah biasa. Karena para siswa belajar tidak hanya di sekolah tetapi juga di asrama. Di sinilah mereka digembleng. Mulai dari pagi hari sampai sore bahkan malam mereka selalu dikawal dengan peraturan. Dengan segala peraturan yang ada mereka diarahkan agar menjadi ‘baik’.
            Dalam pelaksanaanya  banyak hal atau dampak yang terjadi. Sebagian siswa mampu dan mencoba merasa nyaman. Tapi sebagian lain seperti tetatih-tatih. Aturan yang dimulai sejak mereka bangun tidur sampai tidur lagi merasa mengekang mereka. Mereka seolah kepayahan menjalankan semua aturan itu. Akibatnya sebagian dari mereka banyak yang dikenakan sangsi pelanggaran bahkan jatuh sakit.
            Saya tidak mengerti benar tentang pendidikan. Apa lagi backgroun kuliah saya bukan di bidang pendidikan melainkan hukum bisnis. Jadi menurut pengamatan awam saya peraturan yang diberikan mungkin bagus dan sudah sukses di berbagai tempat atau mungkin jug tidak. Tapi yang jelas siswa-siswa yang selalu terkena sangsi harus dikasihani dan diobati.
            Saya pernah mendengar ceramah tentang bagaimana merubah kebudayaan yang intinya adalah penanam akhlak baru setelah itu hukum mengikuti. Karena ketika akhlak sudah tertanam maka hukuk akan terlaksana dengan baik. Sebaliknya, objek hukum atau manusia akan terus membangkan dengan hukum, mencari celah agar terlepas dari jerat hukum jika tidak ada akhlak dalam dirinya.
            Dalam konteks pendidikan anak, saya fikir penanam nilai akhlak harus menjadi utama dan lebih didahulukan ketimbang hukum. Karena nilai akhlak lebih menghujam ke hati sanubari dari pada hukum. Fungsi hukum, sebagaimana kata ustad. Khudori adalah sebagai mudzakiroh saja.
            Ketika kita memahami bahwa akhlak yang lebih utama maka hal ini menjadi tugas para guru untuk menjadi tauladan. Memberi contoh akhlak yang baik kepada pelajar. Dengan akhlak yang mulia dari para guru maka diharapkan akan tumbuh kesadaran bagi para siswa untuk berbuat tanpa ada ketakutan karena hukuman.

29 Agu 2012


Mudik merupakan ritual tahunan masyarakat indonesia. Mereka yang lama merantau ingin pulang ke kampung halamannya meskipun hanya sebentar. banyak penjabaran tentang ritual yang satu ini , ritual yang bukan sekedar kegiatan melintasi daerah-daerah kemudian sampai kerumah.
Sebagaimana tahun sebelumnya, alhamdulillah tahun ini saya bisa pulang ke kampung halaman. Setelah kurang lebih satu tahun menimba ilmu di perantauan akhirnya bisa bersua kembali bersama keluarga. Bertemu dengan ibu, ayah, kakak, keponakan, tetangga, sahabat dan lain sebagainya.
Hidup di desa ada nilai positif dan negatifnya. Dalam hal bersosialisasi, hidup dikampung memang lebih nikmat. Bisa bercengkrama dengan tetangga yang menjunjung tinggi persaudaraan dan penghormatan terhadap saudara yang lain. Ketika berkunjung ke tetangga atau saudara, jangankan air putih, meminta makan pun pasti di kasih dan tak usah merasa sungkan karena begitulah tradisinya.
Udaranya pun cukup segar, mata air yang mengalir melintasi sawah dan ladang, juga hamparan padi kuning keemasa yang membentang, semunya memberikan panorama alam yang sedap untuk dipandang. Suasana natural itu memikat hati untuk betah berlama-lama di sana. Sungguh pemandangan yang sangat jarang kita temui dilingkungan perkotaan.
Namun tentu saja ada negtatifnya, bukan bermaksud mendiskreditkan namun ini hanya opini saja. Sebuah kritik terhadap trasdisi kejumudan masyarakat desa dan ritme kehidupan yang lambat. Mungkin ini ada hubungannya dengan globalisasi, kita soroti anak muda di desa misal. Mereka kelihatan berpenampilan atau bergaya anak “kota”. Mulai dati gaya rambut, model pakaian sampai bahasa komunikasi. Semuanya mncoba untuk meniru gaya anak kota. Padahal, saya yang lama di kota melihat tidak seperti itu penampilan anak kota. Saya tertawa juga merasa miris, melihat tata cara mereka bersosialisasi. Parahnya lagi, hal itu lambat laun melunturkan nilai-nilai budaya desa yang santun ramah dan bersahaja.
Belum lagi kaum tua, tidak jarang yang acuh terhadap pendidikan anaknya. Mereka enggan memikirkan bagaimana pendidikan anaknya kelak, juga termasuk pendidikan agama. Mereka lebih suka membelikan barang-barang mewah kepada anaknya dari pada menabung untuk mendorong pendidikan sang buah hati hingga ke jenjang perguruan tinggi. Bak gayung bersambut, sang anak yang tidak menyadari pentingnya pendidikan ikut masa bodoh sehingga memilih berhenti ke sekolah dan “bekerja”.
Itulah masyarakat desa, meskipun tidak semunya, namun beberapa desa yang saya amati menampakkan kecendrungan yang sama. Semoga keprihatinan ini bisa membuka kesadaran bagi semunya begitu juga pada pengampu kebijakan yang telah dibebankan amanahnya dipundaknya.

22 Jul 2012


 “hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S. Al-Baqoroh 183).
            Ayat tersebut merupakan seruan atau dalil tentang kewajiban berpuasa. Jika kita pahami lebih dalam pada ayat tersebut maka kita dapat menagambil pelajaran yang sangat berharga. Sebuh rumus yang apabila dijalankan maka akan mendapat kesuksesan baik di dunia dan tentu saja diakhirat.
            Pertama, bunyi kalimat ayat tersebut hanya diperuntukkan kepada orang-orang beriman “hai orang-orang yang beriman”. Tidak diwajibkan kepada muslim, orang biasa apalagi orang kafir. Secara istilah, iman berarti meyakini sepenuh hati akan adanya Allah secara lisan, kata dan perbuatan. Sebelum menyebut kalimat selanjutnya, Allah menegaskan bahwa ayat tersebut hanya diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman. Orang-orang yang percaya.
amahrizal.wordpress.com
            Kedua, ayat tersebut merupakan seruan untuk melakukan sesuatu yakni “ diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”. Pekerjaan ini (puasa) hanya untuk orang-orang yang beriman. Dengan logika sederhana maka orang-orang yang belum atau tidak beriman atau tidak percaya tidak ditanggungkan tanggungjawab ini.
            Setelah kita beriman dan bekerja maka yang ketiga adalah bertaqwa “agar kamu bertaqwa”. Imam Ali Bin Abi Thalib berkata bahwa salah satu ciri orang bertaqwa adalah rela menerima apa yang diberikan Allah kepada hambanya. Sebagai penutup, Allah meminta hambanya untuk bertawakal kepadaNya.
            Ayat tersebut sebenarnya menginspirasi kita dalam meraih kesuksesan. Tujuan yang ingin kita capai memang harus kita percayai akan kesuksesannya. Percaya bahwa impian kita semisal ingin menjadi profesor, ekonom, presiden akan kita raih dikemudian hari.
            Kepercayaan yang kuat itulah yang kemudian merasuk sampai inti otak dan relung hati. Ia mendarah daging dan terngiang dalam setiap desah nafas. Dalam kondisi apapun kita selalu membayangkan akan jadi apa kita kelak. Sehingga efeknya adalah setiap tindakan kita merupakan rangkaian kerja dalam upaya mencapai cita-cita.
            Tak cukup dengan percaya, maka selanjutnya kita harus move on, bergerak. Kita eksekusi atas apa yang telah kita percayai. Kita bersungguh-sungguh di dalamnya. Dalam sebuah seminar, Sandiago Solahuddin Uno salah satu orang terkaya di Indonesia mengatakan, kunci sukses adalah kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas. Oleh karena itu agar kobaran semangat kita tidak menyala percuma atau padam tiba-tiba maka harus dijaga dengan kerja-kerja yang terorganisir, sistematis, fokus dan totalitas.
            Terakhir, sebagai mahluk beragama tentu saja kita meyakini bahwa ada zat yang maha kuasa. Zat yang mengendalikan alam semesta dan segala isinya. Yang melapangkan rizki dan menyempitkannya. Oleh karenanya, setelah kita berazam dan bekerja keras. Maka segala urusan akan kita tutup dengan taqwa. Karena taqwa adalah wujud percaya kita akan adanya kekuatan lain yang ikut bekerja bahkan penentu kesuksesan kita. Dan kekuatan itu tidak lain dari Allah SWT.
binsar.blogspot.com
            Pemahaman ini akan menjadikan kita legowo setelah bekerja keras. Tidak sombong ketika berhasil juga tidak patah arang ketika mengalami ujian gagal. Inilah yang menjadikan kita menganggap bahwa dunia itu ditangan bukan dihati, tak perlu disombongkan dan tak perlu ditangisi. Sukses alhamdulillah, ketika gagal coba lagi, dan begitulah seterusnya. Namun kita juga yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap amal hambaNya. Kita juga harus yakin bahwa man jadda wajada.

13 Jul 2012


ilustrasi gambar

            Beliau bukanlah siapa-siapa. Bukan artis, ulama, ataupun tokoh birokrasi. Bapak paruh baya itu hanya seorang penjaga sound system. Berperawakan besar, berkulit hitam dan berambut gondrong namun senyum selalu terurai dari wajah bapak yang sedang bekerja di Jogja Muslim Fair tersebut.
            Ia adalah sosok bapak yang sederhana dan ramah. Saat rekan-rekannya datang ia selalu mengawali sapa dan tidak lupa diiringi senyum. Meskipun sibuk dan mengerjakan pekerjaan yang cukup menguras tenaga tapi ia tetap melayani siapa saja yang datang meski hanya untuk bercengkrama mengusir sepi.
            Hermanto, adalah nama dari orang tua yang bekerja seperti orang tua lainnya. Pak herman sudah bekerja sebagai operator sound system sejak lama. Pekerjaan itu sudah digelutinya selama bertahun-tahun. Tidak sulit menemukan pak Herman, biasanya disetiap event terutama event-event islami seperti Jogja Muslim Fair, Islamic Book Fair atau  yang lain ia selalu ada di sana menemani partner kerjanya; sound system.
            Menjadi operator juga membawa keberkahan tersendiri. Bukan hanya keberkahan secara materi tapi juga imateri. Setiap ada tabligh akbar, kajian atau bedah buku tentu saja ia turut menyimak dan mendengarkan uraian ilmu yang disampaikan pemateri. Itulah mengapa kesadaran keagamaan beliu juga tersemai dan tumbuh dalam sanubari.
            Ia mempunyai seorang putra yang masih kecil. Di usia yang sudah senja entah kenapa ia hanya mempunyai satu anak. Apakah karena hanya ingin punya satu anak ataukah yang lain, jujur saya tidak berani menanyakannya.
            “anak ku ini adalah harta satu-satunya saya mas” cerita beliau kepada saya. Ibu sang anak berada di China, tambahnya. Ia sangat berharap anaknya kelak harus dipesantrenkan, diajari ilmu agama. Dengan senyum tawa kemudian berucap “dipesantrenkan agar jadi orang baik g kayak bapaknya hehehe”. Saya pun hanya ikut tersenyum megiyakan.
            Pak Herman sangat menyayangi putra semata wayangnya tersebut. Ia sangat berharap anaknya menjadi orang baik. Ini sebenarnya seperti orang pada umumnya. Betapa buruknya seseorang atau masa lalunya pasti menginginkan anaknya menjadi orang baik. Mendamba sang buah hati tumbuh menjadi pribadi sholeh dan cerdas. Menjadi sosok yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
            Jogja Muslim Fair baru berjalan dua hari. Berarti ia masih harus menjaga sound system dari pagi sampai pukul 21.00 nanti malam sampai lima hari mendatang. Berteman dengan siang, dan bercengkrama dengan malam. Manusia sederhana itu akan terus melakoninya hingga nanti, entah hingga kapan, mungkin hingga usia senjanya menuju peraduan.
-Agus Purnomo, sepenggal cerita panitia Jogja Muslim Fair 2012-

12 Jul 2012

TIK DEPAG

0

            Selama tiga hari saya mengikuti pelatihan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang diselenggarakan oleh departmen Agama (Depag). Pelatihan itu dihadiri oleh perwakilan dari pesantren-pesantren se-Jogjakarta. Suasana cukup dinamis dan peserta pun bersemangat mengikuti acara yang dilaksanakan di pondok pesantren Mualimin, Yogyakarta  tersebut.
            Jika melihat eksistensinya, masyarakat pada umumnya mempunyai pandangan tersendiri tentang pesantren. Dan saya pun masih beranggapan sama seperti masyarakat pada umumnya. Mereka menganggap pesantren identik dengan sarung, peci, kitab yang lusuh karena selalu dipegang dan surau. Ada lagi yang ketika disebut kata pesantren langsung mengasosiasikannya dengan budaya yang menutup diri dari modernisasi, tekstualitas dan fundamentalis.
            Selama ini, dengan kesimpulan berfikir tanpa analisis yang dalam mereka menyatakan pesantren dan santrinya adalah sekumupulan orang-orang yang taat beragama dan tidak mau bergaul dengan dunia luar. Mereka mengetahui benar kitab-kitab dan norma yang ada dalam agama dengan sangat baik. Namun di sisi lain ia nirsosial dan tidak peka zaman.
            Namun setelah mengikuti pelatihan TIK, tiga hari bersama kawan-kawan dari santri, pandangan umum masyrakat ternyata berbeda. Saya melihat bahwa mereka adalah orang-orang yang juga bermasyarakat, menekuni wirausaha, dan bergiat di TIK. Bahkan salah satu pesertapun mempunyai cita-cita ingin menjadi seorang hacker.
            Pesantren ternyata kini sudah berubah. Namun perubahan yang dimaksud bukan perubahan total atau perombakan. Keinginan mereka mengetahui dunia luar, belajar sosial, sains dan lainnya adalah bukti bahwa mereka ingin mengetahui ilmu-ilmu yang lebih bersifat keduniawian, ingin menjadi pakar dalam suatu bidang tertentu.
            Mungkin apa yang saya sampaikan ini sudah dilakukan oleh pesantren, artinya mereka telah melakukan inovasi dalam pembuatan kurikulum belajar di pesantrren. Namun saya yakin masih banyak masyrakat yang menganggap pesantren adalah tempat yang hanya menempa ilmu akhirat saja bukan yang lain.
            Okelah kalau sekarang pesantren telah berubah dari eksistensi sebelumnya. Maka tantangan selanjutnya adalah bagaimana memahaman masyrakat akan perubahan tersebut?. Memahamkan bahwa pesantren adalah sebuah lembaga atau tempat belajar yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu ukhrawi saja. Sehingga masyrakat berantusias memasukkan buah hatinya ke pesantrea. Bahkan lebih dari itu, masyrakat juga ikut andil dalam membangun pesantren menuju arah yang lebih baik.