13 Des 2011

kSabtu lalu (9 Desember 2011) saya menyempatkan diri mengikuti kajian yang dilakukan oleh department Pengkaderan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) UIN Sunan Kalijaga. Acara yang dinamai Madrsah KAMMI Klasikal (MKK) tersebut diadakan khusus bagi kader-kader baru. MKK dilakukan setiap satu pekan sekali dan diikuti oleh puluhan peserta. Pada waktu itu peserta begitu menikmati pemaparan yang disampaikan oleh pemateri.
Saya cukup terkagum melihat antusias peserta MKK, pasalnya waktu MKK yang dilaksanakan sabtu sore itu dapat dihadiri oleh puluhan peserta. Artinya kader baru tersebut dengan sengaja datang dan mengikuti kajian yang bertempat di kampus itu. sewaktu pulang saya pun melihat sebagian peserta yang tidak mempunyai kendaraan. Dengan rela mereka berjalan kaki datang dan pulang dari lokasi MKK.

Meneguhkan Orientasi Beramal
Antusias dan pengorbanan yang diberikan kader baru untuk mengikuti jenjang kaderisasi KAMMI haruslah diapresiasi. Mereka yang dengan semangat berangkat MKK dan mengikuti segudang program kerja lainnya harus dijaga orientasinya. Yakni menjaga niatnya agar senantiasa hanya untuk meraih ridho Allah SWT.
Dengan niat mencari ridho Allah itulah semangat mereka akan senantiasa terpompa. Karena ridho Allah adalah orientasi yang lebih jauh melampaui orientasi dunia. Sehingga semangat mereka akan diiringi dengan ketekunan menjalankan ibadah-ibadah. Baik berupa ibadah wajib maupun sunnah. Dan biasanya semangat seperti ini bertahan lebih lama dari pada semangat yang sifatnya keduniawian. Semangat keduniawian seperti hanya ingin mendapatkan pujian, penghargaan, sertifikat, dan orientasi-orientasi pragmatis lain. Semangat tersebut berlangsung singkat karena bersifat uforia dan akibatnya cepat atau lambat mereka akan menemui kebosanan.
Semangat mencari ridho Allah sangat dibutuhkan mengingat perjalanan da’wah yang begitu panjang dan banyak menemui tantangan. Kader yang mampu menjaga ritme semangat akan keluar sebagai pemenang. Kader-kader yang mengikuti MKK itulah yang kedepannya akan menempati peran-peran penting dalam kepengurusan KAMMI. Bukannya tidak mungkin kader yang sekarang terlihat biasa saja dan tampak tidak begitu pintar kedepannya bisa menempati posisi utama diKAMMI. Dan kemungkinan tersebut bisa menjadi kenyataan jika ia mampu menjaga ritme semangat dalam menjalani proses tarbiyah.

Menyambung Keistiqomahan Kader
Karena begitu pentingnya menjaga semangat dalam tubuh KAMMI, maka peran pengurus KAMMI menjadi sangat penting dalam menjaga keistiqomahan tersebut. kader baru bagaikan orang yang sedang meraba-raba mencari kebenaran. Atau dengan kata lain mereka butuh banyak bimbingan agar dapat menjadi kader yang diingini sesuai dengan Indeks Jati Diri Kader (IJDK) KAMMI.
Bimbingan tersebut dapat dilakukan melaui dua cara, yakni secara struktural maupun kultural. Bimbingan secara structural yang dilakukan oleh pengurusun bermacam-macam. Dan bimbingan tersebut dapat diterjemahkan melalui masing-masing amanah yang diampu oleh pengurus. Seperti pengecekan stabilitas halaqoh, mengikutkannya dalam program kerja kepengurusan dan lain sebagainya. Hal tersebut dimaksudkan agar kader baru memahami secara lebih mendalam konstitusi KAMMI maupun cara kerja gerakan ekstra parlementer tersebut.
Kedua adalah bimbingan secara kultural. Bimbingan seperti ini meenekankan adanya interaksi yang intensif antara pengurus dan anggota. Meskipun komunikasi tersebut tidak selalu dengan pertemuan secara langsung tapi juga bisa melalui SMS, telpon, jejaring sosial dan instrument komunikasi lainnya. Karena saya meyakini bahwa setiap kader mempunyai kesibukan masing-masing. Namun saya berharap hal itu tidak menjadi penghalang untuk terus menyambung silaturahim.
Komunikasi kultural tidak begitu memperhatikan jabatan struktur. Pengurus tidak boleh jaim terhadap semua anggotanya. Begitu juga sebaliknya seorang anggota tidak boleh minder, sungkan atau  mungkin takut untuk berkomunikasi dengan pengurus. Dalam komunikasi ini, kita berfikir bahwa semua kader adalah sama yakni satu keluarga. Komunikasi kultural dimaksudkan agar pengurus maupun anggota dapat memecah kebekuan ataupun tembok pemisah yang menghalangi keduanya. Sehingga akan terjalin hubungan kekeluargaan yang erat tanpa memandang struktur dalam organisasi. Saya peribadi terus mencoba berbaur dengan anggota dan meninggalkan perasaan jaim ataupun menjaga jarak. Dan saya juga merasa senang ketika ada anggota yang menyampaikan sesuatu ataupun curhat.
Tugas KAMMI begitu besar. oleh karenanya dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang banyak dan berkualitas pula. Mengoptimalkan peran-peran yang ada akan memudahkan gerakan yang lahir pada era reformasi tersebut untuk mengawal pemerintahan dan memberikan kontribusi riil bagi masyarakat. di sisi lain KAMMI merupakan harokatud tajnid (gerakan kaderisasi). secara lebih rinci KAMMI menganut pemahaman kaderisasi integratif, artinya semua fungsi mempunyai tanggung  jawab terhadap proses tarbiyah yang syumul. oleh karena itu sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk memperhatikan proses penjenjangan kader sehingga melahirkan kader-kader yang kompeten sebagaimana tertuang dalam Visi KAMMI: sebagai wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin masa depan dalam upaya mewujudkan bangsa dan Negara Indonesisa yang islami.

8 Des 2011



Senin lalu rencana BPH KAMMI UIN melakukan silaturahim tokoh akhirnya terlaksana. Kunjungan yang diagendkan pukul 16.00 alhamdulillah berjalan dengan baik meskipun sempat terulur 30 menit. Kunjungan sore itu ke kediaman ustad Endri Nugraha Laksana yang jarak rumahnya tidak begitu jauh dari komisariat KAMMI UIN.. Tema silaturhim plus diskusi sore itu adalah “jamaah dan da’wah”.
                Kami yang datang berlima yakni saya, akh bayu (ketua rumpun DN), akh Samsul (Kadept, KP), ukht Ellya (Kabiro PO) dan akh Abdul (Kadept. SOSMAS) disambut ramah oleh ustad yang  sedang menjabat wakil ketua DPRD Sleman itu. saya mencoba memulai perbincangan dengan mengenalkan diri dan teman-teman. dan juga menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami yang baru kali pertama ini. satu persatu dari kami mulai memperkenalkan diri dengan bahasa renyah dan canda tawa. Maklum sang ustad juga terlihat familiar dan bisa diajak bercanda maka kami pun mencoba membuat suasana lebih rileks dengan guyonan sedapatnya.
                Ustad Nono, demikian panggilan akrabnya pun memperkenalkan diri sebelum memulai perbincangan. Jujur saya sendiri baru mengenal beliau sebatas nama, jabatan dan back ground beliau sebagai Kader PKS Jogja. Beliau juga menyampaikan tentang keluarga dan kediaman yang sedang dihuni. sembari memperkenalkan diri lebih dalam beliau ustad lima anak tersebut memulai diskusi.
                Pada awalnya kami sempat bingung dan hanya tersenyum malu karena apa yang disampaikan ustad ternyata berbeda dengan tema yang ingin kami diskusikan. Beliau tampak asyik berbicara tentang pernikahan. Teman-teman BPH yang masih lajang pun tampak tersenyum mendengar ulasan ustad. Sepertinya BPH ingin mengingatkan sang ustad untuk kembali ketema namun merasa sayang untuk meninggalkan pembahasan pernikahan ala ustad yang mempunyai sayu itu.
                Akhirnya akh bayu bertanya kepada ustad dengan maksud mengganti bahasan agar sesuai dengan tema yang diinginkan. Dan kemudian diskusipun benar-benar dimulai setelah ustad Nono mengajak kami untuk menikah diusia muda.
Karena diskusi antara kami dengan ustad mengalir begitu saja, sehingga apa yang disampaika menurut saya tidak berurutan. Namun saya mencoba menyampaiakan hasil diskusi tersebut dalam bentuk poin-point. Berdasarkan Tanya jawab antara BPH dan beliau.
Yang pertama beliau menjelaskan tentang keunggulan kalender hijriyah dibandingkan kalender masehi. Dalam kalender umat islam itu, pergantian hari dimulai ketika memasuki waktu maghrib. Jadi setelah magrib sudah memasuki hari selanjutnya. Berbeda dengan kalender masehi dimana pergantian hari dimulai setelah pukul 00.00. kalender yang dimulai sejak hijrah nabi SAW tersebut mengjak kita agar mampu berfikir futuristik. Setelah maghrib kita sudah diajak untuk memikirkan hari berikutnya. Tentu saja dimulainya waktu malam adalah waktu yang lebih kondusif untuk mulai merencanakan kegiatan. Karena waktu malam rutinitas manusia tidak seintens disiang hari.  
Kedua beliau memberikan rumus sederhana mengoptimalkan waktu. sebagai mahasiswa yang aktif dalam dunia da’wah, kita dituntut agar dapat maksimal dalam kuliah dan organisasi. Beliu menyampaikan agar dapat melakukan totalitas pada dua wilayah tersebut. “ketika sedang belajar” tutur beliau “belajarlah dengan sungguh-sungguh, dan tidak usah memikirkan agenda lain”. Beliau mengingatkan untuk fokus dalam kelas dan akademik 100%. Kemudian beliau melanjutkan “namun ketika sedang berorganisasi, maka bersungguh-sungguhlah mengerjakannya, dan tidak memikirkan hal lain”.
Ketiga, dalam peningkatan SDM atau kader. Beliau memberi contoh sederhana dalam kepanitiaan. Dalam sebuah kepanitiaan mengatur komposisi seksi atau bidang sangatlah urgen. jika komposisi dalam suatu bidang ideal maka keuntungannya adalah kepanitiaan akan berjalan dengan lancar dan kader akan lebih semangat untuk menjalankan kepanitiaan berikutnya. Misalkan untuk jabatan koordinator sie humas dapat ditempatkan orang yang belum loyal dengan da’wah. Namun kita juga menyiapkan kader yang dapat menghendel si koordinator tersebut. adanya jabatan kadang membuat orang menjadi lebih loyal terhadap da’wah. Adapun back up berfungsi agar kita dapat memastikan suatu sie dapat berjalan.
Keempat, beliau mengajak agar gerakan mahasiswa lebih cerdas menggerakkan roda organisasi maupun menyikapi isu yang beredar. KAMMI dalam hal ini selain berdemo diharapkan mampu memberikan tawaran atau ide yang ilmiah dan lebih aplikatif. Ustad Nono memberikan apresiasi kepada ikhwah KAMMI UGM yang membuat terobosan gerakan mengajar sampai mencuat di salah satu televisi swasta. Dan harapannya KAMMI UIN bisa melakukan tersebut meskipun dalam bentuk yang lain.
                Apa yang disampaikan ustad Sunono sangatlah berarti. Ilmu yang beliau sampaikan adalah berdasar pada pengamatan dan pengalamannya sebagai aktifis da’wah. diskusi terhenti karena adzan maghrib tiba. sebelum pulang ternyata Istri dari Ustad yang rumahnya sederhana itu telah menyiapkan menu berbuka, karena kunjungan kami bertepatan dengan tanggal 9 Muharam.
Terimakasih ilmunya ustad, semoga ini bisa menjadi bekal kami mengarungi belantara da’wah. dan terimakasih pula bubur kacang hijaunya. sungguh apa yang anda berikan sangat berharga bagi kami dan KAMMI.

Selasar Laboratorium Agama masjid UIN Jogja, Rabu, 7 Desemaber 2011. Pukul 17.20 WIB


               

6 Des 2011


Seusai sholat Maghrib, saya menemui tetangga kost satu asrama. Sebelumnya saya memang sudah mengagendakan untuk  bertemu dan berdiskusi dengannya. Diskusi kali ini bukan tentang akademik atau organisasi, melainkan tentang kondisi personal. Kalau hal ini dibilang curhat bisa jadi, karena dalam forum yang Cuma diisi dua orang ini terjadi suasana saling menilai.
Dia mengatakan tentang kepribadian saya dan sikap teman-teman terhadap perilaku saya. Mulai dari permasalahan yang pernah muncul sampai pada kejadian hari kemarin. Sebelumnya saya memang mengatakan padanya untuk berdiskusi secara terbuka dan menyampaikan apa adanya. dan akhirnya diapun meluapkan semua unek-unek yang ada di kepalanya perihal akhlak saya. Semua disampaikan dengan jelas tanpa ada ragu dan resah.
Intinya teman satu organisasi saya itu ingin meminta klarifikasi kepada saya. Dan mungkin lebih dari itu, ia ingin mensehati dan ingin ‘menyempurnakan’ saya. Semua ucapannya saya terima, meskipun dengan beberapa kata yang agak pedas. Saya hanya tersenyum, mencoba menjadi pendengar yang baik atas apa yang disampaikan adik kelas ku itu. setelah kalimatnya berhenti, saya mencoba menjawab. Sayapun mulai mengatur mimik dan mulai memilih kata. Saya mencoba memilih kalimat dan jawaban yang paling tepat agar tidak dianggap berapologi, menyangkal bahkan malah menyakitinya.
Dalam diskusi saling saran itu, kita bisa memahami bahwa komunikasi itu sangat penting. Kita tidak tahu dimana letak kekurangan kita jika tidak ada orang lain yang menyampaikannya. Dan tidak perlu merasa direndahkan atau dilecehkan ketika kalimat-kalimat yang dianggap tidak mengenakkan itu meluncur menembak perilaku keseharian kita. Kita tidak perlu juga membalas dengan sebuah sanggahan apalagi dengan makian. Menjadi lebih bijak ketika kita mau mendengarkan dan menutupnya dengan sebuah kalimat terimakasih karena sudah diingatkan.
Namun dalam kenyataanya tidak sedikit orang yang mau berkomunikasi secara terbuka menyampaikan apa yang mengganjal dalam benaknya. Mereka lebih memilih diam atas apa yang dilakukan temannya, meskipun sebenarnya itu merugikan dirinya dan orang lain. Diamnya itu bukan berarti sabar, namun diamnya lebih karena ingin menyimpan dendam. Kemudian sikap alpa temannya itu ia jadikan arsip dalam fikirannya yang kemudian bisa ia keluarkan sewaktu-waktu untuk menjadi referensi balas dendam ketika dia dalam kondisi terdesak.
Yang lebih bahaya lagi, ketika keburukan temannya itu ia sampaikan didepan umum. Dan tanpa sepengatahuan teman yang dianggap telah melakukan kesalahan tersebut. hal itu tentu saja akan memperkeruh keadaan. Menyampaikan keburukan temannya dengan cara mempertontonkannya di deppan seperti menggelontorkan bola liar, ia bisa ditangkap oleh siapapun termasuk orang yang tidak bertanggung jawab ketika mengknsumsi keburukan tersebut. dan sekali lagi hal itu tidak menghadirkan solusi tapi malah membunuh karakter teman kita.
Dalam bersosialisasi dan bermasyarakat kesalahan itu mutlak ada. Tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan. Kesalahan tersebut bisa terjadi satu kali dan tidak jarang terjadi secara berkali kali. Semakin sering kita berkomunikasi maka akan semakin berpeluang pula kita melakukan kesalahan.
Namun kesadaran bahwa tidak ada manusia yang sempurna akan mengarahkan kita pada sikap bijak. Membawa kita pada sebuah pemahaman bahwa kelak anda akan melakukan kesalahan begitu juga saya. Kita juga akan sadar bahwa dulu saya pernah salah dan begitu juga saya. Maka sikap bijak kita sebagai individu yang membutuhkan orang lain akan menjadikan kita dapat memaklumi kesalahan yang diperbuat dan berusaha untuk saling memperbaiki.
komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan yang kemudian akan menghasilkan feedback dari komunikan kepada komunikator kembali. Ada baiknya bila antar komunikator dan komunikan ini saling memahami apa tujuan dari komunikasi ini. Timbulnya “noise” juga merupakan salah satu proses komunikasi. Sebaiknya antara komunikator dan komunikan menggunakan bahasa yang baik dan dimengerti antara satu sama lain.
Mengkomunikasikan kesalahan yang dilakukan teman kita adalah bukti dari sebuah kesadaran bahwa kita harus saling memperbaiki. Tentu saja mengkomunikasikan kesalahan kepada pelakunya bukanlah suatu kesalahan bahkan hal ini adalah kewajiban. Dalam islam komunikasi seperti itu disebut dengan tabayun atau klarifikasi kepada orang yang bersangkutan.
Namun demikian tentu saja ada etika dalam dalam penyampaian pesan baik itu. meminimalisir kata-kata yang dapat menyakiti lawan bicara haruslah diperhatikan. Di sisi lain penyampaian secara lemah lembut akan memudahkan diterimanya isi pesan kepada komunikan. Karena bisa jadi kebenaran yang kita sampaikan kepada komunikan tidak dapat tersampaikan karena berbalut dengan kata yang kasar dan tidak konstruktif.
Kemudian kritik dan saran yang disampaikan haruslah bertanggung jawab. Apa-apa yang disampaikan bukanlah sesuatu yang berlebihan. Sehingga teman kita akan menyadarinya. Namun kritik yang berlebihan akan seperti menghakimi kemudian menjadikan teman kita merasa down dan merasa sangat bersalah. Apalagi ketika kritik yang disampaikan adalah sebuah kebhongan dan hanya ingin balas dendam tentu saja teman kita tidak hanya down  tetapi malah akan melawan. Akhirnya berujung pada  suasana saling menyalahkan tapa kontrol.
Yang terakhir, komunikasi tersebut haruslah berdasarkan nilai-nilai ukhuwah. Kita ingin mengkritik teman kita karena kita sayang kepadanya. Kita ingin memberi saran kepada teman kita karena menginginkan ia menjadi sosok yang lebih baik. sehingga dengan bahasa ukhuwah setiap kata yang keluar serasa angin sepoy-sepoy yang menyejukkan suasana dan bukan seperti api yang membuat suasana menjadi panas. Dan akhirnya Susana saling saran itu menjadikan kita insan yang sempurna secara individu dan social. Dan Suasana saling saran itu menjadi cara kita membangun sebuah peradaban.
 Komisariat KAMMI UIN, 7 Desember 2011. Pukul 00.34

4 Des 2011


Pada saat mata kuliah Filsafat Hukum Islam sedang berlangsung, seorang mahasiswa bertanya tentang tema yang disajikan pemakalah dengan judul "sumber-sumber Hukum islam" . Mahasiswa semester lima itu bertanya “apakah Taurat dan Injil yang merupakan kitab nabi Musa AS dan nabi Isa AS”, tanyanya setelah dipersilahkan moderator, dia melanjutkan ”bisa dijadikan sebagai salah satu sumber hukum islam?”.
Sontak suasana perkuliahan menjadi riuh dengan nada tawa dan bertanya-tanya. Pertanyaan seputar kebolehan dua kitab suci sebelum Nabi Muhammad sebagai rujukan hukum Islam itu dianggap aneh dan kontroversial. Setelah suasana sedikit mereda moderator pun menjawab “sebelumnya terimakasih atas pertanyaanya, kami tidak tahu apakah pertanyaan itu muncul hanya karena ingin mencari sensasi ataukah karena ingin mencari jawaban”. Papar moderator menyambut pertanyaan tersebut.
Beberapa mahasiswa mulai mengangkat tangan kemudian menyampaikan argumennya. Dan suasana diskusi berlangsung. Mahasiswa yang mempunyai pertanyaan tadi terus bertanya-tanya atas beberpa jawaban yang disampaikan beberapa mahasiswa lain. Sesekali ia menyampaikan bantahan dengan mengatakan “mari kita belajar objektif dengan melihat juga kitab Taurt dan Injil, sehingga kita juga bisa mengetahui apakah kitab tersebut benar atau tidak, saya yakin ada banyak kebenaran dalam dua kitab tersebut”. Namun semua jawaban atas pertanyaan mahasiswa tadi tertuju pada satu kalimat “tidak bisa!!”. Mereka mejawab Tidak bisa kitab tersebut menjadi rujukan atau seumber bagi hukum islam. Karena Alquran yang dibagawa oleh Muhammad SAW merupakan kitab yang sempurna dan terjaga keasliannya. Kemudian sebagai penutup membantah argument penanya “sementara Taurat dan Injil sudah tidak terjaga keasliannya dan dua kitab itu sudah tidak zamannya”. 
Jawaban-jawaban yang dipaparkan tentu saja benar. Karena argumentnya dari satu perspektif yakni ajaran agama islam dan karena semua peserta diskusi beragama Islam. Namun yang diinginkan si penanya bukanlah jawaban yang demikian, bukanlah jawaban yang disampaiakan lewat satu perspektif saja. Namun jawaban dan sanggahan yang diinginkan adalah jawaban yang bisa diterima semua orang. Jawaban yang bisa diamini oleh umat Kristen, katolik, hindu, budha. Begitu juga dengan agama dan kepercayaan lain. Bahkan seorang atheis pun dapat menerima jawaban tersebut. Ya, jawaban yang diinginkan adalah jawaban yang rasional, jawaban yang bisa dipahami oleh akal manusia. Dan keinginan tersebut tidak muncul dari setiap jawaban yang terlontar.
Kesulitan memberikan jawaban rasional bukan hanya menjadi masalah bagi peserta diskusi di ruangan 10 X 12 M persegi tersebut. bisa jadi sebagian besar umat muslim sedunia juga mengalami kesulitan untuk menjelaskan bahwa Al-quran adalah kitab yang benar dan untuk semua umat manusia. Dan itulah sebabnya meskipun umat islam banyak dari segi kuantitas tetapi lemah dalam kualitas.
Pertanyaan tersebut memacu dan menguji keyakinan dan pemahan kita tentang kebenaran dan keaslian Al-Quran. Kita dituntut tidak hanya meyakini Al-quran tetapi juga mampu menyampaikan kebenarannya kepada dunia yang dihuni beragam agama. Bahkan lebih dari itu pertanyaan yang menggugah itu  mengajak kita untuk membuktikan kebenaran kitab Suci nabi terakhir itu dengan sebuah bukti nyata bukan sekedar wacana dan orasi. Wallahualam bissowab.