19 Nov 2011

RUANG LINGKUP IJTIHAD


Dalam pembahasan ijithad kita harus mengetahui bahwa tidak semua permasalahan harus diterjemahkan atau dicari solusinya dengan cara Ijtihad. Hal ini kemudian menjelaskan bahwa tidak semua hokum islam adalah produk dari pada Ijtihad. Maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukum islam terbagi menjadi dua bagian. Yakni hukum islam yang bukan merupakan ijtihad dan hokum islam yag merupakan hasil dari pada ijtihad.
Hukum islam yang bukan merupakan hasil ijtihad adalah hukum-hukum yang bersifat “Qathiyyat”. Yaitu hukum-hukum yang ditetapkan oleh dalil-dalil yang tegas dan konkret, tidak mengandung kemungkinan untuk diberikan penafsiran logika.[1]
 Misalnya seperti aqidah, kewajiban Sholat, Puasa, Zakat dan lain sebagainya. Semua itu sudah qath’i dan tidak ada ruang ijtihad di dalamnya. Seperti 4 rekaat sholat dhuhur karna hal-hal tertentu kemudian para ulama berijtihad untuk merubah dari 4 rekaat menjadi 2 rekaat atau 1 rekaat. Hal tersebut tidak benar jika dilakukan. Oleh karenanya timbullah Qaidah yang artinya “tidak boleh mengadakan ijtihad pada suatu masalah dimana telah ada nash yang tegas”[2]
Ruang lingkup Ijtihad merupakan bahasan-bahasan apa saja yang masuk atau boleh untuk dilakukannya ijtihad. Syeikh Muhammad Al-madani menjelaskan bahwa Ruang ligkup ijtihad adalah  Hukum-hukum atau penalaran yang tidak ditetapkan secara jelas dan qat’i baik periwatannya maupun artinya.[3]
Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang statusnya dhoni dan mengandung penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-qur'an, hadist, maupan ijma' para ulama' serta yang dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah.
Adapun ruang lingkup ijtihad adalah sebagai berikut:
1.Hukum yang dibawa oleh nash-nash yang zhanny, baik dari segi wurud-nya maupun dari segi pengertiannya (dalalah) yaitu hadis ahad. Sasaran ijtihad ini adalah dari segi sanad dan penshahihannya serta hubungannya dengan hukum yang akan dicari.
2. Hukum yang dibawa oleh nash qath’i, tetapi dalalahnya zhanny, maka obyek ijtihadnya hanya dari segi dalalahnya saja.
3. Nash yang wurudnya zhanny, tetapi dalalahnya qath’i, maka obyek ijtihadnya adalah pada sanad, kesahihan serta kesinambungannya.
4. Tidak ada nash dan ijma’, maka di sini ijtihadnya hanya dilakukan dengan segenap metode dan cara.
Kemudian dalam ijtihad peristiwa-peristiwa yang dihadapi haruslah peristiwa yang hukumnya tidak terdapat dalam nash. Dan berdasarkan ini, maka ruang ijtihad dapat meangkum kegiatan-kegiatan panggilan hukum bagi peristiwa-peristiwa hukum baru pada saat tidak terdapatnya nash. Hal itu dilakukan dengan jalan berpegang pada tanda-tanda yang telah dipancangkan sebagai petunjuk bagi hukum, seperti Qiyas atau Istislah.[4]  
berijtihad dalam bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh dengan berbagai cara :
  1. Qiyas atau analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum sendiri
  2. Memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam kehidupan manusia. Menurut Dr. Yusuf qordhowi mencakup tiga tingkatan:
1.      Dharuriyat yaitu hal-hal yang penting yang harus dipenuhi untuk kelangsung hidup manusia.
2.      Hajjiyat yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya.
3.      Tahsinat yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri atas kebisaan dan akal yang baik[5]
Daftar pustaka:
Abbas al-dzarwy, Ibrahim,1993.  Teori Ijtihad dalam hukum islam. Semarang: Dina Utama Semarang
Al-Quranulkarim
Amir Mualim dan Yusdani,1997. Ijtihad (Suatu Kontroversi Teori dan Fungsi). Yogyakarta: Titian Ilahi Pres
A Rahman, Asmuni. 1978. pengantar kepada ijtihad. Jakarta: Bulan Bintang
Yusuf Qaradhawi,dkk, 1987. dasar-dasar pemikiran hukum islam. Jakarta: Pustaka Firdaus
http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/makalah-ijtihad.html



[1] Yusuf Qaradhawi, Muhammad Madani, mu’inudin Qadri, dasar-dasar pemikiran hukum islam, hal 1
[2] Asmuni A Rahman, pengantar kepada ijtihad, hal 9
[3] Amir Mualim dan Yusdani, Ijtihad (Suatu Kontroversi Teori dan Fungsi), hal 60
[4] Ibrahim Abbas al-dzarwy, Teori Ijtihad dalam hukum islam hal 32.
[5] http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/makalah-ijtihad.html

0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...