25 Okt 2011

Refleksi diri

0

Kesadaran menganal hakikat hidup membawa kita pada sebuah tanggung jawab

setelah kita melakukan rutinitas yang padat dan melalahkan ada baiknya ketika kita isi kembali hati kita dengan merenungi makna kehidupan. Membuka kembali lembaran sejarah yang telah kita lalui dan menjadikannya cermin introspeksi diri. Di usia yang terus berkurang tentu saja akan menyadarkan kita bahwa maut akan segara datang cepat atau lambat. Kesdaran itulah yang kemudian akan mengingatkan kita untuk selalu berbenah diri dalam menyambut panggilanNYa.
Rasanya baru kemarin kita dilahirkan dan melewati masa kanak-kanak yang indah penuh keceriaan. Rasanya kita masih bersama orang tua yang selalu mengingatkan kita banyak hal tentang kebaikan. Dan masih terngiang oleh kita suasana ramah dan ceria bersama kawan-kawan dalam indahnya persahabatan. Semua itu masih terasa mungkin hingga saat ini.
Namun kita harus segara terbangun dari suasana itu keluarga, sahabat, dan karir tidak jarang melenakan kita untuk meluruskan oerientasi kehidupan kita. Kita harus tersadar bahwa masih banyak kewajiban lain yang belum kita lakukan atau mungkin belum kita pahami. Dan yang sebnarnya dengan menunaikan kewajiban itulah kita disebut sebagai mahluk yang bertuhan.
Kemudian kita bertanya-tanya apa sebenarnya kewajiban kita sebagai manusia dan mahluk social. Kepada siapa tanggung jawab itu ditunaikan, dan bagaimana cara melaksanakannya. Pertanyaan-pertanyaan rumit itu akan semakin terasa manakala kita semakin sadar tentang makna kehidupan.
Dari sanalah kemudian kita menyadari bahwa kita membutuhkan petunjuk dan membutuhkan system agar setiap hela nafas kita dapat dipertanggung jawakan dihadapan sang pemilik alam. Kesadaran itu menegaskan kepada kita bahwa kita adalah mahluk social yang bertuhan.
Kemudian apa kaitannya antara refleksi diri dan tanggung jawab. Mingkin pembahasan ini agak melebar sampai pada pembahsan tanggung jawab. Namun saya memahami bahwa kedua hal tersebut mempunyai kaitan. Artinya ketika kita paham akan diri kita seetlah melakukan refleksi diri kita akan terbuka hatinya bahwa kita masih ada tanggung jawab besar dalam hidup. Tanggung jawab itu akan senantiasa dipundak kita hingga kita tiada atau terompet sangkakala berbunyi.
Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS Attahrim ayat 6)
Ayat tersebut mengingatkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari keganasan api neraka. Dengan melakukan refleksi diri kita akan memahami bahwa kita mempunyai tanggung jawab kepada keluarga bahkan kepada diri kita sendiri.
Disisi lain Tanpa mengurangi sedikitpun nilai-nilai kemulyaan yang ada di negeri tercinta ini, kita mengakui bahwa keterpurukan ruhani di negeri kita sudah sangat mengerikan dan sudah banyak berpotensi mengundang azab dari Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan azab-azab itu memang sudah berdatangan bertubi-tubi bagaikan gelombang lautan yang terus menerus bergantian menghempas pantai.
Cukuplah hal itu menyadarkan kita untuk senantiasa meluruskan niat dan memperbaiki amal. Dan kita meyakini bahwa ada kewajiban besar dalam hidup yang harus kita tunaikan.

22 Okt 2011


Da’wah fardiyah lebih mudah dan fleksibel dari pada da’wah yang bersifat jamaah. Dalam hal da’wah fardiyah tidak ada salahnya dan mungkin dianjurkan kita belajar kepada jamaah tabligh atau NII sekalipun. Kenapa demikian, da’wah mereka begitu totalitas. Mereka rela menunggu mad’u untuk mendakwahkan sesuatu.
Rosulullah SAW dalam menda’wah kepada para sahabat, rosulullah melakukannya dengan cara yang simple dan fleksibel. Pendekatan yang dilakukan rosulullah adalah dengan melalui tradisi atau kebiasaan dari para sahabat. Contoh lain adalah da’wah yang dilakukan oleh seorang ustad di daerah Sulawesi, ia mendekati dengan memfasilitasi masyarakat untuk melakukan kebaikan.
Target yang kita inginkan dalam da’wah fardiyah kita sendiri yang menentukan. Rosulullah SAW membidik golongan yang tidak begitu rumit. Dalam da’wah fardiyah mengajarkan kepada kita untuk mempunyai kemampuan komunikasi yang baik kepada masyarakat. Nabi yang mulia pun tidak pernah menunjukan sikap perlawanan kepada siapapun termasuk kepada orang kafir. Artinya dalam da’wah kita tidak menampakkan sikap permusuhan. Klau pun bermusuhan itu karena sikap yang mereka lakukan.
“orang-orang yang beriman bertarung fi sabilillah sedangkan orang-orang kafir berperang karena toghut” sepenggal ayat dalam alquran. Artinya bahwa setiap peperangan dilakukan untuk memerangi toghut bukan orangnya.
Dalam dawah
1.              Yang pertama adalah hadist dari rosulullah SAW “saya menempatkan sesorang sesuai dengan kedudukannya”
2.              “Tidaklah seorang rosul itu diutus kecuali dengan bahasa asalnya” seorang jawa dianjurkan untuk berda’wah kepada orang jawa
3.              “bicaralah kamu kepada orang lain sesuai dengan kadar intelektualnya” HR. Thabrani dalam kitab Ihyaulumuddin. Artinya kita harus memahami madu kita
Definisi da’wah fardiyah jika secara fardiyah dikatakan “mengajak” dan fardiyah artinya “personal”. Artinya da’wah yang dilakukan secara personal dan tidak membawa organisasi atau lembaga yang mengikutinya. Jadi yang dilakukan adalah murni personal. Karena yang dilakukan secara subtansial murni agar tertarik. Jadi definisi dawah fardiyah adalah mengajak sesorang secara personal.
“kenalilah orang maka engkau akan tahu cara mendekatinya”. Keteka sesorang sudah mengenalinya maka binalah hubungan atau komunikai, tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat.  Dan jangan memunculkan sikap fanatiknya. Oleh karenya ungkapkan lah pendapat dari ulama-ulama yang umum. Sehingga sesorang itu tidak taashub kecuali kepada islam.
Dalam dawah fardiyah membangun silaturahim dan kemunikasi. Kita diajak untuk mengenali masyarakat. Seorang ulama memberikan masukan untuk kader da’wah agar menganali masyarakat dengan baik. Dalam sejarah islam di Indonesia kita menganal Sunan Wali Songo yang melakukan pendekatan personal secara cultural. Beliau menggunakan batik untuk mendekati masyarakat. Agar terjadi perasaan yang sama antara seoarang dai dan masyarakat.
Pendekatan personal mempunyai tujuan agar iman dalam setiap orang bergelora kembali. Siapa yang mengira Umar Bin Khattab akan masuk islam, begitu juga abu sofyan. Artinya tidak boleh seorang dai tidak boleh berfikir madu tidak akan berubah. Karna nahnu duat laisal qood. Peran kita adalah sebagai dai bukan hakim. Kita tidak memikirkan apakah target kita akan berubah atau tidak, bukan itu wilayah kerja kita. Yang kita lakukan adalah bagaimana kemudian iman yang ada dalam diri seseorang bisa bergejolak kembali. Dan ditandai dengan rajin sholat, membaca alquran dan adanya perubahan prilaku. Membangkitkan iman merupakan tujuan pokok dari da’wah fardiyah itu sendiri.
Kemudian kita juga harus membantu mereka menuju kebaikan. Sebagai contoh dengan meminjamkan buku, mengjak kepada pengajian-pengajian atau taskif. Alkisah saudara-saudara kita yang berda’wah di sumbar dimasa-masa awal meminta kepada seorang ulama untuk mengkaji suatu kitab. Dan akhirnya sang ulama menyadari bahwa dialah yang sebanarnya harus belajart kepada sang “madunya”.
Jika kita menemukan objek da’wah yang ibadah nya belum syamil. Maka ajaklah dengan kebaika. Missal dalam ibadah sholatnya bagus namun dalam ekonomu, pendidikan dan sosialnya belum baik. Padahal ajaran islam adalah ajaran yang syamil. Maka kita harus ajarka kepada mereka bahwa islam adalah syamil.
Persepsi-persepsi masyarakat tentang islam kadang menyederhanakan islam yang syamil itu. Mengerjakan Islam hanya “sekedar” saja dan hanya secara “parsial”. Dan untuk meluruskannya harus secara individu.
Kemudian kita juga berbicara tentang urgensi berjamaah. Pembicaraan jamaah dalam konteks kekinian akan menemuai kendala yang rumit karna di dunia banyak jamaah. Namun kemudian apa yang membuat kita sama adalah kita sama mengajarkan tentang ahlus sunnah wal jamaah. Jadi apa yang kita teguhkan kepada masyarakat tentang jamaah adalah memegang tguh kepada ahlus sunnah waljamaah. Dan kalaupun harus masuk organisasi itu tidak masalah namun secara mendalam kita tekankan tentang al-islaam kobla jamaah. Wallahualam bissowab.