20 Mar 2011

SAKSI


DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS AKHIR
Mata kuliah: Hadist ahkam
Dosen pengampu: Ibnu Muhdir

A.    PENDAHULUAN

Suatu  peraturan perundang-undangan tidak selalu bersifat absolut, selama peraturan perundang-undangan tersebut hasil temuan dan rumusan manusia. Sering ditemui suatu peraturan perundang-undangan dianggap sudah tidak pantas lagi untuk diterapkan baik karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya maupun karena faktor lain. Pada kalangan ummat Islam, telah tertanam suatu keyakinan bahwa pengamalan terhadap hukum Islam merupakan satu keharusan, sebab jika tidak maka nilai akidahnya terancam padahal nilai ini menjadi pondasi dasar bagi umat Islam. Oleh karena itu maka tidak jarang terjadi gejolak masyarakat yang dipelopori oleh umat Islam jika mereka dihadapkan pada sesuatu gejala yang merongrong nilai-nilai pondasi ajaran Islam.
Setiap tuntutan hak atau menolak tuntutan hak harus dibuktikan di muka sidang pengadilan. Dalam pembuktian ini diperlukan alat-alat bukti. Alat bukti adalah alat-alat atau upaya yang bisa dipergunakan oleh pihak-pihak yang berperkara di muka sidang pengadilan untuk meyakinkan hakim akan kebenaran tuntutan atau bantahannya. Alat bukti ini sangat penting artinya bagi para pihak yang berperkara merupakan alat atau sarana untuk meyakinkan  kebenaran tuntutan hak penggugat atau menolak tuntutan hak bagi hakim. Dan bagi hakim, alat bukti tersebut dipergunakan sebagai dasar memutus perkara. untuk lebih memperjelas dan meyakinkan hukum sehingga ia tidak keliru dalam menetapkan putusannya  dan pihak yang benar tidak dirugikan sehingga dengan demikian keadilan di muka bumi ini dapat ditegakkan.
Alat bukti terdiri dari beberapa macam di antaranya ada yang disepakati oleh Mazhab-mazhab dan sebagainya lagi masih diperselisihkan. Diantara alat bukti yang kebanyakan digunakan oleh para fuqaha seperti diungkapkan oleh Abu Yusuf :
يمـيـن،  اقـر ار ،  نكو ل ،  قسامة ،  بـينـة،  غلم به ،  و قر ان
Artinya :
(Sumpah, Pengakuan, penolakan sumpah, qasamah, bayyinah, ilmu qadhi dan petunjuk-petunjuk).
Sedangkan menurut Hukum Acara Perdata yang biasa dipergunakan pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, ada 7 (tujuh) macam alat-alat bukti yang dapat dijadikan bukti kebenaran dan ketidakbenaran suatu di pengadilan, yaitu:
  1. Alat bukti surat-surat (tertulis)
  2. Alat bukti saksi
  3. Alat bukti persangkaan
  4. Alat bukti pengakuan
  5. Alat bukti sumpah
  6. Alat bukti pemeriksaan setempat
  7. Alat bukti keterangan ahli
Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai Saksi dalam peradilan sebagai alat bukti.Saksi yang bagaimanakah dan yang seperti apakah sehingga pengakuannya diterima oleh hakim.











B.     PEMBAHASAN

Pengertian
Saksi adalah orang yg melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian); orang yg dimintai hadir pd suatu peristiwa yg dianggap mengetahui kejadian tsb agar pd suatu ketika, apabila diperlukan, dapat memberikan keterangan yg membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi; orang yg memberikan keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa yang memberikan keterangan.
Syarat Wajib dan Kewajiban menjadi Saksi

Untuk memberitahukan kesaksian yang dapat diterima serta dapat di jadikan pembuktian kuat wajib memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu :
a)     Beragam Islam
Saksi dalam hal ini haruslah beragama Islam karena syarat para fuqaha menetapkan, bahwa dalam kesaksian ini yang dapat diterima bagi kesaksian seseorang haruslah beragama Islam.
b)     Baliqh
Saksi yang belum mencapai usia baliqh tidak dapat dijadikan sebagai saksi, terlebih memberikan kesaksian.
c)     Berakal
Persaksian dari pada saksi dapat dijadikan saksi sebagai pembuktian dalam Peradilan Agama jika saksi memiliki akal dan jiwa yang sehat sebagai salah satu syarat yang harus dimiliki oleh saksi dalam suatu persaksian.
d)     Merdeka
Merdeka ialah saksi dalam memberikan kesaksian harus termasuk orang yang merdeka yaitu tidak sebagai budak atau  orang yang tidak memiliki kebebasan hidup seperti manusia lainnya.
e)     Adil
Sifat keadilan dari saksi dalam memberikan kesaksian sangatlah menentukan dalam penilaian hakim karenanya sifat adil dalam hal ini ialah menjauhi perbuatan dosa, baik hati, menjaga kehormatan diri, dan bukan musuh atau lawan dari pihak yang berperkara.
Saksi-saksi yang dipanggil ke muka sidang pengadilan mempunyai kewajiban menurut hukum yaitu :
  1. Kewajiban untuk menghadap atau datang memenuhi panggilan persidangan, yang mana dirinya dipanggil dengan patut dan sah
  2. Kewajiban untuk bersumpah sebelum memberi keterangan, sumpah ini menurut ketentuan agamanya  dan bagi suatu agama yang tidak memperkenankan adanya sumpah maka diganti dengan mengucapkan janji
  3. Kewajiban untuk memberikan keterangan yang benar

Dalam peraturan perundang-undangan tentang hukum acara perdata tidak ada persyaratan secara mutlak untuk diterima sebagai saksi, baik jenis kelamin, sifat, dan beberapa jumlah ideal. Perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk diterimanya seseorang menjadi saksi, karena prinsip utama dalam masalah pembuktian adalah terungkapnya suatu kebenaran suatu peristiwa yang menjadi sengketa antara para pihak dimuka majelis hakim, dengan hal tersebut keadilan dan kebenaran dapat ditegakkan.
Dalam dalam Q.S. an Nisah (4) 135 yaitu :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّه…
Terjemahnya :
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah…”
Sehingga dengan adanya kesaksian dari saksi tersebut diharapkan akan terungkapnya suatu kebenaran diantara pihak-pihak yang berperkara dengan sebab itulah maka berdosa hukumnya bagi orang yang memenuhi syarat untuk menjadi saksi menolak untuk tidak memberikan kesaksiannya, berdasarkan firman Allah swt di dalam Al-Qur’an Q.S. al Baqarah (2) 283 yaitu :
… وَلا تَـكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ ءَاثِمٌ قَلْبُـهُ وَاللَّهُ بـِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Terjemahnya :
“…dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Hadits Saksi yang baik dan yang buruk
Muslim: al-Aqdhiyah

 و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنِ ابْنِ أَبِي عَمْرَةَ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ الشُّهَدَاءِ الَّذِي يَأْتِي بِشَهَادَتِهِ قَبْلَ أَنْ يُسْأَلَهَا *
Artinya:
Dan telah menceritakan Yahya bin Yahya berkata: Aku telah membaca I Abdillah bin Abi Bakar dari Ayahnya dari Abdillah bin Amru bin Utsman dari Abi Amroh Al anshori Dari Zaid Ibnu Kholid al-Juhany bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Maukah kalian aku beritahu sebaik-baik persaksian? Yaitu orang yang datang memberi saksi sebelum diminta persaksiannya." Riwayat Muslim.


Bukhari: al-Manaqib
 حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا النَّضْرُ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي جَمْرَةَ سَمِعْتُ زَهْدَمَ بْنَ مُضَرِّبٍ سَمِعْتُ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ رَضِي اللَّه عَنْهمَا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ أُمَّتِي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ قَالَ عِمْرَانُ فَلَا أَدْرِي أَذَكَرَ بَعْدَ قَرْنِهِ قَرْنَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَشْهَدُونَ وَلَا يُسْتَشْهَدُونَ وَيَخُونُونَ وَلَا يُؤْتَمَنُونَ وَيَنْذُرُونَ وَلَا يَفُونَ وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ *
Artinya:
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sebaik-baik orang di antara kamu ialah (hidup) seabad denganku, lalu orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka; setelah itu datanglah suatu bangsa yang memberi persaksian padahal mereka tidak diminta menjadi saksi, mereka berkhianat padahal mereka tidak diberi amanat, mereka bernadzar dan tidak memenuhinya, dan tubuh mereka tampak gemuk." Bukhori


Orang yang ditolak kesaksiannya
Abu Dawud: al-Aqdhiyah

 حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَاشِدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى عَنْ عَمْرِو ابْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَدَّ شَهَادَةَ الْخَائِنِ وَالْخَائِنَةِ وَذِي الْغِمْرِ عَلَى أَخِيهِ وَرَدَّ شَهَادَةَ الْقَانِعِ لِأَهْلِ الْبَيْتِ وَأَجَازَهَا لِغَيْرِهِمْ قَالَ أَبمو دَاومد الْغِمْرُ الْحِنَةُ وَالشَّحْنَاءُ وَالْقَانِعُ الْأَجِيرُ التَّابِعُ مِثْلُ الْأَجِيرِ الْخَاصِّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفِ بْنِ طَارِقٍ الرَّازِيُّ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ عُبَيْدٍ الْخُزَاعِيُّ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى بِإِسْنَادِهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَجُوزُ شَهَادَةُ خَائِنٍ وَلَا خَائِنَةٍ وَلَا زَانٍ وَلَا زَانِيَةٍ وَلَا ذِي غِمْرٍ عَلَى أَخِيهِ *
Artinya:
Dari Abdullah Ibnu Amar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak sah persaksian seorang laki-laki dan perempuan pengkhianat, persaksian orang yang  menyimpan rasa dengki terhadap saudaranya, dan tidak sah pula persaksian pembantu rumah terhadap keluarga rumah tersebut." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud.
Ibn Majah: al-Ahkam

 حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي نَافِعُ بْنُ يَزِيدَ عَنِ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تَجُوزُ شَهَادَةُ بَدَوِيٍّ عَلَى صَاحِبِ قَرْيَةٍ *


Artinya:
Dari Abu Hurairah bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak sah persaksian Arab Badui (Arab Dusun) terhadap orang kota." Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah
Pada prinsipnya, setiap orang dapat menjadi saksi. Namun demikian, untuk memelihara obyektifitas saksi dan kejujurannya, ada orang tertentu oleh Undang-undang tidak dapat diperkenankan menjadi saksi sebagai dasar untuk memutus perkara, karena adanya hubungan tertentu dengan para pihak, atau karena keadaan tertentu orang tidak boleh di dengar sebagai saksi adalah :
  1. Keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah  satu pihak menurut keturunan yang sah
  2. Istri atau suami dari salah satu pihak meskipun sudah  ada perceraian
  3. Anak yang tidak diketahui benar umurnya sudah 15 tahun
  4. Orang gila, meskipun ia kadang-kadang mempunyai ingatan yang terang.
Selain itu, ada pula golongan orang yang  atas permintaan mereka sendiri dibebaskan dari kewajiban untuk memberi kesaksian, mereka yang boleh mengundurkan diri sebagai saksi disebutkan dalam  pasal 146 ayat (1) HIR, pasal 114 RBg. dan pasal 1909 alinea 2 BW, atau disebut dengan sebagai hak ingkar. Mereka itu adalah :
  1. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak
  2. Keluarga saudara  menurut keturunan yang lurus, dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami  atau isteri salah satu pihak
  3. Semua orang yang karena martabatnya, pekerjaannya atau jabatan yang sah diwajibkan menyimpan rahasia akan tetapi hanya semata-mata mengetahui pengetahuan yang diserahkan kepadanya karena martabat, pekerjaan atau jabatannya itu.
Peringatan ditujukan kepada para saksi dalam rekayasa persaksian. Betul bahwa ia dapat bersaksi dengan saksi palsu sehingga dapat mempengaruhi keputusan pengadilan. Namun, setiap saksi akan diingatkan bahwa Allah senantiasa menyaksikan apa yang mereka nyatakan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban (QS 17: 36). Di samping itu, kesaksian palsu merupakan salah satu perbuatan yang sangat dikecam di dalam Islam. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَوْلُ الزُّورِ أَوْ قَالَ شَهَادَةُ الزُّورِ
Dari Anas dari Nabi saw. beliau bersabda, “Dosa-dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah, membunuh orang, durhaka kepada kedua orangtua dan berkata bohong atau beliau bersabda bersaksi bohong (HR al-Bukhari).


C.    PENUTUP

Saksi sebagai alat bukti adalah sangat kuat karena saksi itu melihat, mendengar dan merasa apa yang terjadi (suatu peristiwa), tapi tidaklah semua saksi dapat diterima dengan begitu saja tanpa adanya seleksi, maka saksi haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai saksi, sebagaimana telah dibahas oleh penulis pada bab sebelumnya.
Dalam mempergunakan saksi di muka sidang pengadilan agama hendaknya kita harus membedakan apakah saksi sebagai syarat hukum ataukah sebagai alat pembuktian. Sebab fungsi keduanya berbeda.
Misalnya, 2 orang saksi adalah sebagai syarat hukum untuk sahnya perkawinan, namun untuk membuktikan, adanya perkawinan tidak mesti dengan 2 orang saksi betul, melainkan dapat dengan cara lain, seperti dengan pengakuan kedua suami isteri dengan sumpahnya, dengan adanya akta nikah, dengan seseorang saksi ditambah sumpah dari salah seorang suami isteri dimaksudkan dan lain-lain. Hal-hal di atas ini diakui sendiri oleh para ahli hukum Islam.
Pengadilan agama dalam hal ini, tentunya bukan bermaksud mau mengawinkan orang melainkan hanya untuk membuktikan ada atau tidaknya nikah. Jika saksi sebagai syarat hukum, rasanya kita sepakat  bahwa tanpa kesaksian 2 orang saksi yang beragama Islam perkawinan tidak sah.
Status saksi ada kalanya ia menempati sebagai syarat hukum dan adakalanya sebagai alat bukti bahkan ada kalanya ia menempati sebagai syarat  hukum sekaligus sebagai syarat pembuktian. Pada keadaan yang disebutkan terakhir ini kita harus menggunakan saksi disitu sebagai syarat hukum, sebab syarat pembuktian sudah sekaligus tercakup (implisit) di dalam syarat hukum, dengan kata lain, segala saksi yang memenuhi syarat hukum, otomatis memenuhi syarat pembuktian, tetapi tidak sebaliknya.
Oleh karena itu, para praktisi hukum di pengadilan agama harus membedakan status saksi antara status saksi sebagai syarat hukum agama Islam dengan status saksi sebagai alat bukti, untuk dapat mengetahui kedudukan saksi tersebut, tidaklah mungkin dilakukan oleh praktisi hukum kalau tidak mengetahui sepenuhnya hukum materil Islam, sedangkan saksi sebagai alat bukti merupakan pembenaran suatu peristiwa yang berkaitan dengan hukum formal.

  1. DAFTAR PUSTAKA

·         Kitab Bulughul Maram dan terjemahan
·         Materi Hadits-hadits Ahkam 1 bag 2 Bpk. Ibnu Muhdir
·         Muhammad Zainal Abidin Personal Blog;Alat Bukti dalam Pengadilan Agama

0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...