20 Mar 2011

HUKUM PERJANJIAN SYARIAH


RESUME
HUKUM PERJANJIAN SYARIAH
Prof. Dr. Syamsul Anwar, MA.


 Nama : Agus Purnomo
Nim : 08380042
Kelas : MU-A

HUKUM ISLAM
A.      Pengertian hukum islam
Dalam islam  hokum dipandang sebagai bagian dari ajaran agama. Umat islam meyakini bahwa
hokum islam berdasarkan kepada wahyu ilahi. Oleh karena itu, ia disebut syariah, yang berarti jalan yang digariskan tuhan untuk manusia. Syariah itu sepenuhnya diterapkan  dalam kehidupan sosial masyarakat diinterpretasi dan dijabarkan oleh aktifitas intelektual manusia dalam merespon berbagai problem yang dihadapi manusia dalam perkembangan masyarakat , sehingga terhimpun sejumlah hasil ijtihad dan penafsiran manusia disamping ktentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam wahyu ilahi. Fikih  atau syariah itu merupakan keseluruhan yang terdiri dari kumpulan berbagai satuan kaidah atau norma mengenai kasus-kasus individual.
          Sebagian dari kumpulan hukum syar’I ini diambil alih oleh Negara untuk dilegeslasi dan dijadikan peraturan perundangan positif yang brlaku secara yuridis formal pada bidang-hukum tertentu.

1.       Syariah
Secara harfiah, kata yariah berarti jalan, dan lebih khusus lagi, jalan menuju tampat air. Dalam pemakaian religiusnya syariah berarti jalan yang digariskan tuhan menuju kepada keselamatan atau jalan menuju tuhan.
2.       Fikih
Kata fikih brasal dari kata arab al-fiqh berarti mengerti, th ata paham. Sebagai itilah, fikih dipakai dalam dua arti. Dalam arti ilmu hokum (jurisprudence)  yaitu suatu cabang studi yang mengkaji norma-norma syariah dalam kaitannya dengan tingkah laku konkret manusia dalam berbagai dimensi hubungannya, dan dalam arti hokum itu sendiri (law).
3.       Hokum syar’i
Secara harfiah berarti ketentuan, norma, atau peraturan hokum islam dan merupakan satuan dari syariah.
Dalam  ilmu hokum islam, hokum syarak didefinisikan sebagai sapan ilahi terhadap subjek hokum mengenai perbuatan atau tingkah lakunya, sapaan mana berisi tuntutan , perizinan atau penetapan.
B.      Penjenjangan noma-norma hokum islam
Ahli -ahli hokum islam klasik membuat perjenjangan norma-norma hokum islam menjadi dua tingkat, 1) al-ushul ( asas-asas umum) dan al-furu’ (peraturan-peraturan hokum konkret)
Norma-norma filosofis adalah nilai-nilai dasar yang menjadi pondasi ajaran islam termasuk hukumnya seperti kemaslahatan, keadilan, persamaan, kebebasan, akidah, ahklaq, persaudaraan, dll.
Peraturan hokum konkret  adalah konkretisasi dari asas umum dan terwujud dalam ketentuan-ketentuan hokum taklifi seperti halal, haram, wajib, sunat, makruh dan mudah, maupun dalam ketentun-ketentuan hokum waddh’I yang meliputi syarat, sebab, dan halangan.
C.      Sumber-sumber hukum islam
1.       Alqur’an : sebuah kitab petunjuk dan bimbingan agama secara umum. Oleh karena itu ketentuan hokum dalam alqur’an tidak bersifat rinci.
2.       Sunnah: adalah ajaan-ajara nabi yang disampakan lewat ucapannya, tindakan aau persetujuannya.
3.       Ijmak: adalah kesepakatan para mujtahid (ahli hukum yang melakukan penemuan hkum syara’) sesudah zaman nabi, mengenai hokum suatu kasus trtentu.
Ijmak formal: kesepakatan meerima suatu hokum untuk diformalkan seperti dituangkan dalam praturan prundangan.
Ijma’ persuasive: kesepakatan menerima suat keentuan hokum tanpa dformalkan.
4.       Qiyas: perluasan ketentuan hokum yang disebutkan didalam teks alqur’an dan sunnah sehingga mencakup kasus serupa yang tdak disebutkan dalam kedua sumber itu.
5.       Maslahat mursalah: segala kepentingan yang bermanfaat dan baik, namun tidak ada nas khusus (alqur’an dan hadist) yang mendukung atau melarangnya secara langsung.
6.       Istihsan: memandang baik, merupakan suatu kebijaksanaan hokum atau perkecualian hokum.
7.       Istishab: kelangsungan status hokum suatu hal dimasa lalu, masa kini dan masa depan, sejauh belum ada perubahan terhadap status hokum tersebut.
8.       Saddudz-dzari’ah: menutup jalan menuju sesuatu yang dilarang oleh hokum syari’ah
9.       Urf (adat) kebiasaan baik berupa perkataan maupun perbuatan.
10.   Qaul sahabat nabi saw: pendirian seorang sahabat mengenai suatu masalah hokum ijtihad baik dalam fatwa maupun dalam keputusannya. Dimana tidak terdapat didalam alqur’an, hadist, mauun dalam ijma’.
11.   Hokum agama samawi terdahulu: ketentuan hokum yang dibawa oleh para nabi terdahulu sebelum nabi Muhammad.
D.      Mazhab-mazhab hokum islam
1.       Mazhab hanafi: muncul di kuffah (irak) a di imami oleh abu hanifah (80-150/699-767). Pendukungnya disebut ahlur ra’yi (kau rasionalis) menggunaan qiyas dan istihsan.
2.       Mazhab syafi’i: dihubungkan kepada imam asy-syafi’I (150-204/767-820). Sumber hokum dalam mazhab syafi’I meliputi alqur’an, hadist, ijma’ dan qiyas. Berkembang dipalestina dan yordania.
3.       Mazhab hambali: dihubungkan kepada tokoh ahmad ibn hanbal (164-780/241-855)
4.       Mazhab maliki: lahir di madinah, dihubungkan kepada ulama terkenal imam malik (93-179/711-795). Sumber hukumnya dari alqur’an, hadist, ijma’ dan qiyas, banyak menggunakan prinsip maslahat.
5.       Mazhab-mazhab yang telah lenyap: seperti mazhab ibnu syubrumah, mazhab ats-zauri (w 161-778), mazhab athabari (w 310-923), mazhab dzahiri,                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       
E.       Upaya kodifikasi hukum pejanjian islam
yang pertama kali mengajukan system kodifikasi itu adalah ibn al- muqaffa (w 142-759) yang mengusulkan kepada khalifah abu ja’far al-mansyur untuk membuat sebuah kodifikasi hokum namun tidak terlaksana karna tidak mendapat dukungan dari para ulama.
Upaya pertama kodifikasi dari hokum islam dimulai di turki usmani (ottoman) ketika kerajaan ini melancarkan pembaruan  pada priode tanzimat (1839-1880)
F.       Hokum perjanjian syariah di Indonesia
Sunarjati hartono mengisyaratkan bahwa fase-fase perkembangan penerapan hokum di Indonesia  terjadi dalam 4 fase: a. fase hokum adat (b. fase pengaruh agama islam (c. fase colonial (d. fase Indonesia merdeka
PERIKATAN DALAM HUKUM ISLAM
A.      Konsep dan sumber perikatan dalam hokum barat
1.        Perikatan dalam pembedan hkum objektif
Pembedaan hokum objektif paling tua dan berasal dari hokum romawi adalah pebedaan antara hokum public dan hokum privat. Hokum privat meliputi hokum prifat internasional, hokum acara perdata, dan hokum privat materil, menurut ilmu hokum belanda, hokum prifat materil ( materiel privaatreeht) dibedakan menjadi hokum perdata dan hokum dagang. Hokum perdata pada gilirannya dibedakan menjadi hokum orang dan keluarga. Hokum badan hokum dan hokum harta kekayaan. Hokum harta kekayan dibedakan menjadi hokum benda dan hokum prikatan.
2.       Konsep perikatan
Diantara 2 orang tercipta suatu ikatan yang timbul dari tindakan mereka membuat janji. Ikatan tersebut terwujud karena adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masingg-masing pihak.
3.       Sumber perikatan dalam hokum Indonesia ada dua yaitu (1) perjanjian dan (2) undang-undang. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1233 KUH perdata. Perjanjian adalah adalah sumber perikatan paling penting. Dalam nieuw burjerlijk wetboet (KUH perdata baru) belanda dapat dismpulkan bahwa ada tiga sumber prikatan yaitu 1. Tindakan-tindakan hokum 2. Sumber peraturan perundangan. 3. Sumber-sumber yang ditunjukan oleh undang- undang
B.      Istilah dan konsep perikatan dalam hukum  islam
Dalam hukum islam kontemporer digunakan istilah iltizam untuk menyebut periktan dan istilah akad untuk menyebut perjanjiandan bahkan unuk menyebut kontrak. Dalam hokum ilm terdpat sebuah kaidah fikih (asas hokum islam) yang berbunyi al-ashlu bara’atudz-dzimah (asasnya bebasnya dzimah/tanggungan)
C.      Macam-macam perikatan dalam hokum islam
Ada empat macam perikatan:
1.       Perikatan utang: suatu bentuk perikatan yang objeknya adalah sejumlah uang atau sebuah benda
2.       Perikatan benda: suatu hubungan hokum yang objeknya adalah benda tertentu untuk dipindah milikkan, baik bendanya atau manfaatnya.
3.       Perikatan kerja/melakukan sesuatu: suatu hubungan hokum antara dua pihak untuk melakukan sesuatu. Sumber perikatan kerja adalah akad istisna’(perjanjian) dan ijarah (manfaat/jasa)
4.       Perikatan menjamin: bentuk perikatan yang objeknya adalah menanggung/menjamin suatu perikatan
D.      Sumber-sumber perikatan dalam hokum islam
Ahmad Mustafa az-zarqa, menyebut sumber-sumber perikatan dalam hokum islam ada lima macam yaitu:
1.       Akad
2.       Kehendak sepihak (al-iradah al-munfaridah)
3.       Perbuatan merugikan (al-fi’l adh-dharr)
4.       Perbuatan bermanfaat (al-fi’il an-nafi’)
5.       Syara’
E.       Dzimmah dalam hokum perikatan islam
Dalam hukum islam dikenal pembedaan hak menjadi ‘ain dan dain (utang) tersebut adalah ada atau tidaknya keterkaitan dengan dzimah seseorang, sehingga dikatakan bahwa dain adalah suatu yang terletak di dalam dzimmah dan hak karena itu terkait dengan  dzimah, sedangkan ‘ain tidak. Dzimah sangat terkait dengan kecakapan hokum pasif. Dzimah adalah dasar yang memberi landasan bagi kelayakan untuk menerima hak dan kewajiban
F.       ‘Ain dan Dain dalam hokum perikatan islam
‘ain adalah suatu hak kebendaan yang terkait langsung dengan benda tertentu. Dain adalah utang
AKAD : PENGERTIAN, KLASIFIKASI, DAN ASAS-ASAS
A.      Definisi akad
Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan Kabul yang berakibat timbulnya akibat hokum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan Kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak pertama. Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hokum.
Tujuan akad: 1) pemindahan milik dengan imbalan atau tanpa imbalan. 2) melakukan pekerjaan. 3)melakukan persekutuan 4) melakukan pendelegasian. 5)melakukan penjaminan
B.      Pembedaan bemacam-macam akad
Akad bernama: akad yang sudah ditentukan namanya oleh pembuat hokum dan ditentukan pula ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku terhadapnya. Seperti jual beli ( al-ba’i), sewa-menyewa (al-ijarah), penanggungan (al-kafalah), pemindahan utang (al-hiwalah), gadai (ar-rahn), jual beli opsi (bai’alwafa), penitipan (al-ida’), pinjam pakai (al-ijarah), hibah (al-hibah), pembagian (al-qismah), persekutuan (asy-syirkah), bagi hasil (al-mudharabah) penggarapan tanah (al-muzaraah), pemeliharaan tanaman (al-musaqah), pemberian kuasa (al-wakalah), perdamaian (ash-shulh), arbitrase (at-tahkim), pelepasan hak kewarisan (al-mukharajah), pinjam mengganti (al-qardh), pemberian hak pakai rumah (al-umra’), penetapan ahli waris (al-muwalah), pemutusan perjanjian atas kesepakatan (al-iqalah), perkawinan (az-zawaj), wasiat (al-washiyyah) pengangkatan pengampu (al-isha’) 
C.      Asas perjanjian dalam hokum islam
RUKUN DAN SYARAT AKAD
A.      Rukun akad
B.      Syarat terbentuknya kad (syurut al-in’iqad)
C.      Syarat-syarat keabsahan akad (syuruth ash-shihhah)
D.      Syarat berlakunya akibat hokum (syarthul-luzum)
PARA PIHAK DALAM AKAD
A.      Kecakapan hokum para pihak yang membuat akad
B.      Berbilang pihak
RUKUN KEDUA: PERNYATAAN KEHENDAK (IJAB DAN KABUL)
A.      Tinjauan umum tentang ijab dan kabul (tercapainya kata sepakat)
B.      Kesatuan majelis akad
C.      Cacat  kehendak
OBJEK AKAD
A.      Objek akad dapat diserahkan atau dapat dilaksanakan
B.      Objek akad tertentu
C.      Objek akad dapat ditransaksikan
TUJUAN AKAD
A.      Pengertian tujuan akad dan kaitannya dengan  kausa
B.      Pendapat sarjana hokum
BATAL DAN SAHNYA AKAD
A.      Akad batil (batal)
B.      Akad fasid
C.      Akad maukuf
D.      Akad nafidz ghair lazim
AKIBAT HUKUM DARI SUATU PERJANJIAN DALAM KAITAN DENGAN PARA PIHAK
A.      Pembuat janji (al-aqid) bertindak atas namanya sendiri
B.      Pembuat janji mewakili orang lain
AKIBAT HUKUM AKAD DALAM KAITAN DENGAN ISINYA
A.      Ruang lingkup perjanjian
B.      Daya ikat perjanjian
C.      Tanggung jawab akad (dhaman al-aqd)
TERMINASI AKAD (PERJANJIAN)
A.      Terminasi akad melalui kesepakatan bersama (al-iqalah)
B.      Terminasi akad melalui urbun
C.      Terminasi akad karena tidak dilaksanakan
D.      Terminasi akad karena mustahil dilaksanakan

0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...