20 Mar 2011

ANALISIS KASUS SKPP


Tugas in disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana
Dosen Pengampu : Najib Ali Gisymar. S,H. M.Hum

KRONOLOGI  KASUS BIBIT CHANDRA
DAN DIKELUARKANNYA SKPP
Kasus Bibit Samad Rianto dengan Chandra M. Hamzah atau yang sering kita sebut Bibit-Chandra pada awalnya bermula dari kasus korupsi PT Masaro yang dilakukan oleh Anngoro Widjojo yang tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat itu dipimpin oleh Bibit dan Chandra yang menjabat sebagai wakil pimpinan KPK karena pada saat itu pimpinan mereka Antasari Azhar juga tengah terjerat kasus pembunuhan terhadap direktur PT Putera Rajawali Banjaran Nasrudin Dzulkarnain.
Dalam rangka kasus Bank Century, Susno Duadji ( SD ) Kabareskrim merekomendasi tentang pencairan dana seseorang nasabah BC sebesar US $ 18 juta dan dalam rangka rekomendasi tersebut terdapat indikasi pemberian dana ( suap ) Rp.10.- M . Pembicaraan antara SD dengan Lucas (pengacara pemilik rekening diatas ) disadap oleh KPK karena ada indikasi penyuapan, hal ini tentunya menimbulkan rasa "dendam" Susno Duadji ke KPK.
Antasari Azhar ( AA ) memperoleh informasi bahwa terdapat pemberian uang dari Anggoro Widjojo dari adiknya Anggodo Widjaja kepada para pejabat KPK dalam rangka penyelesaian kasus PT Masaro. Kemudian Antasari Azhar pergi ke Singapura menemui Anggoro Widjojo untuk mengecek kebenaran pemberian uang tersebut dan pembicaraan dengan Anggoro Widjojo direkam oleh Antasari.
Sepulang dari singapura, Antasari ( AA ) membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK pada 16 mei 2009. Saat itu Antasari sedang ditahan atas kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Menindaklanjuti testimoninya tersebut Antasari lalu membuat laporan resmi pada 6 Juli 2009 mengenai dugaan suap itu di Polda Metro Jaya. Laporan itu kemudian dilimpahkan ke Mabes Polri, lalu dilanjutkan ke penyelidikan dan penyidikan.
Dalam proses lidik dan sidik, kata Kapolri, pada 7 Agustus 2009 diperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh dua tersangka yang melanggar Pasal 21 Ayat 5 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Saat penyidikan, ditemukan keputusan pencekalan dan pencabutan pencekalan yang dilakukan oleh kedua tersangka tidak secara kolektif. Pencekalan terhadap Anggoro Widjojo dilakukan oleh Chandra Hamzah, pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Bibit S Riyanto, serta pencabutan pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Chandra Hamzah.
Kemudian, dari hasil penyidikan kasus pencekalan terhadap Anggoro ditemukan adanya aliran dana dari Anggodo melalui Ari Muladi.. Temuan itu kemudian dituangkan dalam laporan polisi (BAP) pada 25 Agustus 2009.Namun kemudian Ari Muladi menarik kembali BAP dan menyatakan uang dari Anggodo untuk menyuap pejabat KPK diserahkan kepada Yulianto yg hingga saat ini tdk diketahui keberadaannya. Dengan demikian uang tersebut tidak sampai kepada pejabat KPK, sehingga unsur penyuapan tidak terbukti menurut hukum.
Dalam kasus dugaan pemerasan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan alat bukti lain. Sedangkan sangkaan penyalahgunaan wewenang, penyidik telah memeriksa saksi2 serta saksi ahli dan ditemukan beberapa dokumen. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 23 UU No 31 Tahun 1999 Jo Pasal 421.
Menurut polisi dari alat bukti, keterangan saksi, dan saksi ahli didapat empat alat bukti. Lalu pada tanggal 15 September 2009 pukul 23.00 WIB, dua pimpinan KPK nonaktif itu ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Pada 2 Oktober 2009, berkas perkara Chandra Hamzah dikirimkan ke Kejaksaan dan berkas Bibit S Riyanto dikirimkan pada 9 Oktober. Ternyata barkas kasus tersebut berkali kali bolak bali ( dikembalikan ) dari Kejaksaan ke Polri karena kurang lengkapnya barkas tersebut.
Kemudian, penyidik melakukan penahanan pada 29 Oktober 2009 dengan alasan mereka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
Opini adanya rekayasa penyidikan dengan merujuk pada transkrip rekaman penyadapan pembicaraan Anggodo dengan para pejabat kepolisian dan Kejaksaan. Padahal dalam rekaman tersebut jelas benar bagaimana pejabat penegak hukum ( Kepolisian dan Kejaksaan ) diatur untuk merekayasa kasus Bibit dan Chandra oleh seorang cukong yang bernama Anggodo Widjaja ).
Setelah rekaman tersebut diperdengarkan, masyarakat mulai dihebohkan dengan beribu dukungan yang datang untuk Bibit-Chandra. Hal itu kemudian direalisasikan dengan membuka akun facebook yang berjudul “sejuta facebooker pendukung Bibit-Chandra”,yang ternyata mendapat sambutan yang luar biasa dari para pecinta dunia maya, terbukti hanya beberapa hari setelah akun itu dibuka ribuan orang sudah bergabung dan mereka sama-sama mendesak pemerintah untuk menutup kasus Bibit-Chandra.
Menanggapi opini yang semakin berkembang di masyarakat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian membentuk tim pencari fakta kasus tersebut yang beranggota delapan orang dan diketuai ole Todung Mulya Lubis, S.H., tim ini kemudian disebut “tim 8”. Tim ini bertugas mencari fakta dan data mengenai kasus Bibit_Chandra ini dan mereka hanya diberi waktu dua minggu untuk menyelesaikannya.
Setelah penyelidikan berlangsung dua minggu, tim 8 melalui Todung Mulya Lubis menyerahkan hasil kerja mereka selama dua minggu, dalam berkas-berkas yang diserahkan ke Presiden itu mereka  juga memberikan rekomendasi sebagai pertimbangan terhadap keputusan yang nantinnya akan diambil oleh Presiden. Salah satu rekomendasi itu adalah menyarankan kepada Presiden untuk menghentikan kasus Bibit-Chandra tersebut karena ternyata kasus Bibit - Chandra tidak memiliki bukti yang kuat atas semua tuduhan dan ternyata direkayasa .
Setelah melalui beberapa pertimbangan dan kontroversial yang cukup alot akhirnya Presiden SBY memerintahkan KAPOLRI dan KEJAKSAAN untuk menghentikan kasus tersebut dengan mengeluarkan SKPP (Surat Keputusan Penghentian Penyidikan).
Setelah SKPP dikeluarkan “duo KPK itu kembali aktif dan pada 3 Januari 2010, giliran KPK menetapkan Anggodo Widjojo sebagai tersangka berdasarakan Surat Perintah Penyidikan No: SP-03/01/I/2010 dengan sangkaan melakukan percobaan penyuapan dan upaya menghalang-halangi penyidikan KPK. Namun terhadap perkara ini, baik Bibit maupun Chandra tidak terlibat menangani untuk menghindari konflik kepentingan.
Pada 12 Maret 2010 Anggodo Widjojo mengajukan Praperadilan ke PN Jaksel atas SKPP yang dikeluarkan Kejagung. Pada 19 April 2010 Kasus Anggodo Widjojo juga dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor dengan Surat Pelimpahan Perkara No: PP-12/24/04/2010.9.
Pada 19 April 2010, dikeluarkan Putusan PN Jakarta Selatan: "SKPP Tidak Sah" dengan nomer Putusan No.14/Pid.Prap/2010/PN.Jkt.Sel.
Pada 3 Juni 2010 Pengajuan PK Pra-peradilan Bibit-Chandra. Pada 3 Juni 2010, Putusan PT DKI Jakarta: "SKPP Tidak SAH, kasus Bibit-Chandra harus dilanjutkan" dengan Putusan No: 130/Pid.Prap/2010/PN.Jkt.Sel.
Pada 31 Agustus 2010 Anggodo divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor karena terbukti melakukan upaya penyuapan kepada Pimpinan KPK, Namun Anggodo tidak terbukti melakukan upaya menghalang-halangi penyidikan KPK, KPK pun mengajukan banding atas putusan itu.
Pada 8 Oktober 2010 MA menolak PK Pra-Peradilan Bibit-Chandra. Majelis hakim menyatakan bahwa keputusan sebelumnya di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah Inkrah alias berkekuatan hukum tetap.

Analisis Kasus:
Berlarutnya Kasus penangkapan pimpinan KPK nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit S Riyanto, merupakan bukti dari carut marutnya pelaksanaan penegakkan hukum di indonesia. Kasus yang menyeret nama-nama seperti anggodo widoyo, anggoro widjoyo menambah rumit deretan kasus tersebut. Korupsi, mafia hukum, tendensi politik terasa semakin menyesakkan kehidupan bangsa indonesia. Belum lagi dereretan kasus lain yang tidak kunjung tuntas penyelesaiannya.
            Terlepas dari tendensi, kasus bibit chandra harus disikapi dengan serius dan teliti. Di keluarkannya SKPP oleh president harusnya dengan pertimbangan dan akurassi analisis yang matang sehingga setelah keputusan tersebut keluar tidak ada lagi masalah. Artinya tidak ada lagi yang protes terahadap SKPP tersebut. Namun kenyataanya masih ada juga yang pihak yang tidak terima. Terbukti adanya pengajuan pra peradilan oleh anggodo wijoyo.
            Kemudian munculnya Putusan PT DKI Jakarta yang menyatakan bahwa SKPP Tidak SAH (terlepas dari benar tidaknya keptusan tersebut) juga membuktikan bahwa SKPP tersebut di pertanyakan kekuatan hukumnya. Sekali lagi dengan bahasa sederhana dikeluarkannya SKPP oleh president dan keputusan PT DKI jakarta bahwa SKPP tidak sah membuktikan bahwa president dan PT DKI Jakarta tidak kompak. 
Disisi lain Walaupun Kapolri tegas mengatakan penahanan itu sesuai prosudur hukum dan dapat dipertanggung jawabkan serta tidak ada rekayasa . Tetapi begitu npenjelasan Kapolri langsung menuai kecaman semakin kuat dan luas dari masyatralkat . Kecaman yang muncul bukan saja dari kalangan praktisi hukum , juga dari tokoh masyarakat , tokoh publik , organisasi anti korupsi , bahkan Gus Dur juga menyatakan dukungan terhadap KPK .
Dari ICW melihat penahanan dan alasan menjadikan Bibit dan Chandra sebagai tersangka juga dipertanyakan , sebab polisi tidak memiliki bukti yang kuat untuk menjadikan keduanyan sebagai tersangka . Dari berbagai peristiwa yang menimpa KPK , Fibridiansyah dari ICW menuding ini suatu rekayasa untuk melemahkan KPK. Dengan demikian kesan dunia internasional terhadap komitmen Indonesia memberantas korupsi menurun . Bahkan ia akan membawa kasus ini pada konprensi Institusi anti korupsi Internasional bulan Nopember ini .
Untuk menunjukkan tindakan polisi menetapkan Bibit dan Chandra sebagai tersangka dan tindakan penahanan , dibeberkan Kapolri . Kapolri membuka bahwa kasus ini sudah dikonsultasikan dengan pihak Kejaksaan pada saat Polisi menyerahkan berkas penyalah gunaan wewenang oleh kedua Pimpinan KPK Non Aktif ini . Tetapi ada petunjuk dari Kejaksaan agar melengkapi berkas ini dengan pasal pemerasan dan penuapan yang dilaporkan polisi .  Petunjuk tersebutlah yang menyebabkan polisi  lalu mengangkat kasus suap dan pemerasan terhadap bibit dan Chandra . Tetapi kalangan praktisi hukum melihat tidak ada bukti kuat dilakukan penyuapan dan pemerasan . Bahkan Ary yang disebut dalam BAP Polisi mengakui adanya penyerahan uang , belakangan mencabut keterangannya sebab ia belum pernanh bertemu dan tidak kenal dengan pimpinan KPK . Disamping itu pada tanggal dan tempat yang disebut polisi dilalkukan penyerahan uang suap oleh Ary , ada alibi kuat bahwa Pimpinan KPK itu tidak berada di tempat saat itu , tetapi berada di luar negeri . Dengan demikian menurut Fabridiansyah bukti tersebut gugur .
Berbagai kalangan curiga , dengan nanti bibit dan chandra ditetapkan sebagai terdakwa maka akan diberhentikan secara permanen sesuai UU . Dan sasaran itu yang diinginkan didalam dugaan rekayasa . Tetapi harapan tersebut menjadi hambar  setelah MK menetapkan keputusan Sela atas gugatan yudisial review UU KPK . MK dalam putusan selanya minta Presiden tidak mengeluarkan surat keputusan pemberhentian tetap sebelum MK mengambil keputusan atas gugatan Yudisial Review


0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...