10 Feb 2012

ROBOHNYA PANGGUNG DEMOKRASI

Jika kita hendak menuju fakultas Da’wah dan Ushuludin, atau hendak menuju ke perpustakaan, kita akan mendapai sebuah bangunan kecil yang tidak berdinding. Bangunan yang berada di parkiran fakultas Da’wah tersebut didesain membentuk panggung. Pada awalnya, bangunan yang dinamai ‘Panggung Demokrasi ’ oleh civitas akademika UIN Sunan Kalijaga tersebut dibangun sebagai sarana untuk memfasilitasi mahasiswa dalam berkreasi, mementaskan seni bahkan untuk orasi.
Jika melihat pemerintahan Dewan Mahasiswa (DEMA), konsep demokrasi memang sudah ada sejak belasan tahun silam. Sistem Pemilihan Umum Mahasiswa menjadi representasi dari demokrasi di kampus Islam tersebut. pemilihan kandidat ‘wakil rakyat’ secara langsung, pemungutan suara, dan lain-lain turut dalam kontestasi Pemilwa.
Namun dalam pelaksanaanya, ramainya perselisihan prosesi Pemilwa dan kelesuan mahasiswa dalam mengikuti agenda pemerintahan mahasiswa menimbulkan pertanyaan besar bagi kita. Apakah demokrasi yang ada sudah berjalan dengan baik dan apakah pemangku kebijakan sudah benar-benar ingin menjalankan sistem demokrasi?.
Demokrasi Prosedural Dan Demokrasi Substantif
Rule of low  dari demokrasi itu sendiri adalah untuk menghindari tindakan sewenang- wenang penguasa terhadap rakyat..Unsur unsurnya adalah Supremasi hukum, Mendapat perlakuan yang sama di depan hukum, Terlindungnya Hak Asasi Manusia. Aritnya dalam kehidupan kehidupan demokrasi setiap individu mendapat haknya tanpa ada dizholimi.
Charles Tilly dalam bukunya “Democrazy” (2007) menjelaskan, demoktasi secara prosedural adalah kemampuan pemerintah dalam melaksanakan praktik-praktik demokrasi. Dalam konteks Pemilu, adanya pesta demokrasi yang baik dan sesuai peraturan merupakan representasi dari adanya kemampuan Negara menjalankan demokrasi prosedural.
 Sementara itu, Charles memaknai demokrasi substantif adalah demokrasi yang menekankan pada kemampuan Negara dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi baik pada aspek politik maupun ekonomi. Demokrasi subtansial dapat berupa terlindunginya hak azasi manusia, kesejahteraan rakyat, partisipasi masyarakat dalam agenda-agenda pemerintahan.
Demokrasi prosedural dan demokrasi substansif dalam prakteknya tidak selalu sejalan. Bisa saja secara prosedural demokrasi dapat berjalan, namun secara substansial Negara gagal dalam menjalankannya. Fakta ini dapat kita rasakan dengan adanya money politic, kecurangan, anarkisme antar faksi, dan minimnya partisipasi masyrakat dalam pemilu maupun penyelenggaraan Negara.
Demokrasi Di Kampus Putih
            Pemilwa terakhir masih jelas dalam ingatan seluruh civitas akademika UIN Sunan Kalijaga. Prosesi pemilihan ‘wakil rakyat’ itu masih diwarnai dengan kerusuhan yang berujung pada pertikaian fisik. Lebih buruknya lagi bentrok fisik bukanlah kali pertama dalam sejarah Pemilwa. sebelumnya, beberapa kali terjadi kerusuhan hingga sampai mengucurkan darah segar mahasiswa. Di sisi lain,  perusakan atribut kampanye, kecurangan dalam pemungutan suara dan pengglembungan surat suara turut mencederai proses demokrasi di kampus putih. Kejadian yang terus berulang dalam setiap pemilwa memberi penjelasan kepada publik bahwa catatan kelam tersebut sengaja ditradisikan sebagai cara memperebutkan kekuasaan.
            Keberhasilan dalam menjalankan demokrasi prosedural dan substansial berakibat pada antusias mahasiswa dalam agenda-agenda pemerintahan. Apatisme mahasiswa mengikuti rangkaian kegiatan DEMA adalah wujud dari kegagalan dalam menjalankan demokrasi substansial gagasan Charles Tilly tersebut. Hal ini tentu saja akan memunculkan stigma buruk yakni disfungsi pemerintahan mahasiswa dalam menyejahterakan ‘rakyatnya’. Pada ujungnya pesta demokrasi kehilangan substansi dan hanya menjadi pesta kepentingan golongan saja. Lebih parah lagi pesta demokrasi hanya digunakan sebagai alat untuk melanggengkan rezim dengan menggunakan cara-cara irrasional dan culas.  
Rekontruksi Demokrasi Menuju Kedaulatan Mahasiswa
            Sangat disayangkan diusia yang belia dan penuh kesegaran ide jika kemudian diwarnai pola berfikir koruptif dan primordial. Mahasiswa yang seharusnya mengusung nilai-nilai perjuangan melawan penindasan dan ketidak adilan harus berakhir dengan ketundukan dihadapan pragmatisme kekuasaan. Sementara itu, mereka masih berani meneriakkan revolusi kepada penguasa negeri.
Pemerintahan mahasiswa dan pengelolaanya merupakan amanat besar bagi mahasiswa. Bukan sekedar pembelajaran, namun harus dimaknai sebagai perjuangan menunjukkan contoh ideal good governance kepada penguasa (red: pemerintahan nasional). Melalui DEMA-lah, mahasiswa mengasah kemampuannya mengeola miniatur pemerintahan sebelum memegang tongkat estafet meneruskan cita-cita bangsa.
Dalam menjalankan demokrasi prosedural dan subtansial, mahasiswa sebagai kaum intelektual sudah selayaknya menjunjung tinggi nilai-nilai idealismenya. Tidak berlebihan rasanya jika kita merekontruksi kembali demokrasi di kampus kita dengan menanamkan dan memperjuangkan kembali nilai-nilai rasionalitas, sportifitas dan semangat memperjuangkan keinginan rakyat yang dalam hal ini adalah mahasiswa. dengan kesadaran berdemokrasi substansial, yang penuh dengan mata batin kearifan untuk menciptakan kedamaian di kampus putih. Mencuci kembali noda hitam yang mengotori kampus putih kita. Tanamkan dalam paradigma yang sama, memastikan diri untuk mencari yang terbaik dan mengambil yang terbaik untuk masa depan yang lebih baik bagi kampus kita. Tetap bergerak tuntaskan perubahan

0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...