17 Jan 2012

“MAAF PAK SAYA LUPA JAWABANNYA”

Hari ini adalah ujian terakhir saya dalam semester ke tujuh. Ujian Akhir Semester (UAS)  merupakan tradisi akademik dalam kurikulum pendidikan di negeri kita. UAS adalah sarana yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi proses pembelajaran yang sudah dienyang selama enam bulan terakhir. Dalam teorinya melalui hasil UAS pengajar atau perguruan dapat mengetahui tingkat kepahaman mahasiswa.
Namun dalam kenyataannya tidak jarang para intelektual muda itu melakukan kegiatan culas dalam UAS. Ya, mereka masih gemar menyontek atau bekerja sama dengan rekannya yang lain. Bahkan hari ini kegiatan menyontek semakin professional. Baik itu dalam strategi operasional maupun sarana yang digunakan untuk menyontek yakni dengan menggunakan Hand Phone berfasilitas  internet.
Sayangnya pihak pengawas kurang teliti dalam mengawasi jalannya ujian. Pengawas tidak tegas untuk menegur mahasiswa yang menyontek. Akibatnya tradisi saling “tolong-menolong” dalam ujian itu berlangsung secara mudah. Seorang mahasiswa tidak segan-segan mengeluarkan buku kuliahnya untuk menyalinnya ke dalam lembar jawaban. Seorang mahasiswi dengan santai browsing di internet untuk menemukan jawaban yang diinginkan. mereka melakukannya tanpa khawatir akan ditegur oleh pengawas.
Namun ada yang membuat saya bangga dengan salah satu teman sekelas. Kejadian yang membuat saya tersenyum itu terjadi ketika melihat jawaban mahasiswa yang dikumpulkan di meja pengawas. Saya yang juga hendak mengumpulkan lembar jawaban tersenyum seketika saat melihat kalimat dalam jawaban teman saya itu. “maaf pak saya lupa jawabannya” itulah kalimat yang ditulis rekan saya dalam lembar jawaban yang memang sebagiannya kosong.
Apa yang dilakukannya merupakan bentuk kejujuran akademik. Ia yang tidak bisa menjawab sebagian soal lebih memutuskan untuk menyampaikan alasan kenapa tidak bisa menjawab dan mengumpulkannya dalam lembar jawaban. Hal itu menurut saya lebih baik dari pada terus di kelas sambil menunggu contekkan dari rekannya.
Kejujuran yang dilakukan mahasiswa tersebut patut diberi apresiasi. Ditengah tradisi mencontek dan plagiasi yang menghiasi dunia intelektualitas mahasiswa, masih kita temukan secercah kejujuran. meskipun ketidak bisaannya bukanlah hal terbaik. Namun dari kejujuran dan keberaniannya akan memompa kesadarannya untuk lebih giat lagi dalam belajar. Di sisi lain sikap jujurnya akan membantu pengajar dan dosen untuk mengevaluasi hasil pembelajarannya selama ini. kejujuran dan keberaniannya patut untuk ditiru oleh semua pelajar dan akademisi.  

0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...