4 Des 2011

Al-Quran Dan Kebutuhan Rasional


Pada saat mata kuliah Filsafat Hukum Islam sedang berlangsung, seorang mahasiswa bertanya tentang tema yang disajikan pemakalah dengan judul "sumber-sumber Hukum islam" . Mahasiswa semester lima itu bertanya “apakah Taurat dan Injil yang merupakan kitab nabi Musa AS dan nabi Isa AS”, tanyanya setelah dipersilahkan moderator, dia melanjutkan ”bisa dijadikan sebagai salah satu sumber hukum islam?”.
Sontak suasana perkuliahan menjadi riuh dengan nada tawa dan bertanya-tanya. Pertanyaan seputar kebolehan dua kitab suci sebelum Nabi Muhammad sebagai rujukan hukum Islam itu dianggap aneh dan kontroversial. Setelah suasana sedikit mereda moderator pun menjawab “sebelumnya terimakasih atas pertanyaanya, kami tidak tahu apakah pertanyaan itu muncul hanya karena ingin mencari sensasi ataukah karena ingin mencari jawaban”. Papar moderator menyambut pertanyaan tersebut.
Beberapa mahasiswa mulai mengangkat tangan kemudian menyampaikan argumennya. Dan suasana diskusi berlangsung. Mahasiswa yang mempunyai pertanyaan tadi terus bertanya-tanya atas beberpa jawaban yang disampaikan beberapa mahasiswa lain. Sesekali ia menyampaikan bantahan dengan mengatakan “mari kita belajar objektif dengan melihat juga kitab Taurt dan Injil, sehingga kita juga bisa mengetahui apakah kitab tersebut benar atau tidak, saya yakin ada banyak kebenaran dalam dua kitab tersebut”. Namun semua jawaban atas pertanyaan mahasiswa tadi tertuju pada satu kalimat “tidak bisa!!”. Mereka mejawab Tidak bisa kitab tersebut menjadi rujukan atau seumber bagi hukum islam. Karena Alquran yang dibagawa oleh Muhammad SAW merupakan kitab yang sempurna dan terjaga keasliannya. Kemudian sebagai penutup membantah argument penanya “sementara Taurat dan Injil sudah tidak terjaga keasliannya dan dua kitab itu sudah tidak zamannya”. 
Jawaban-jawaban yang dipaparkan tentu saja benar. Karena argumentnya dari satu perspektif yakni ajaran agama islam dan karena semua peserta diskusi beragama Islam. Namun yang diinginkan si penanya bukanlah jawaban yang demikian, bukanlah jawaban yang disampaiakan lewat satu perspektif saja. Namun jawaban dan sanggahan yang diinginkan adalah jawaban yang bisa diterima semua orang. Jawaban yang bisa diamini oleh umat Kristen, katolik, hindu, budha. Begitu juga dengan agama dan kepercayaan lain. Bahkan seorang atheis pun dapat menerima jawaban tersebut. Ya, jawaban yang diinginkan adalah jawaban yang rasional, jawaban yang bisa dipahami oleh akal manusia. Dan keinginan tersebut tidak muncul dari setiap jawaban yang terlontar.
Kesulitan memberikan jawaban rasional bukan hanya menjadi masalah bagi peserta diskusi di ruangan 10 X 12 M persegi tersebut. bisa jadi sebagian besar umat muslim sedunia juga mengalami kesulitan untuk menjelaskan bahwa Al-quran adalah kitab yang benar dan untuk semua umat manusia. Dan itulah sebabnya meskipun umat islam banyak dari segi kuantitas tetapi lemah dalam kualitas.
Pertanyaan tersebut memacu dan menguji keyakinan dan pemahan kita tentang kebenaran dan keaslian Al-Quran. Kita dituntut tidak hanya meyakini Al-quran tetapi juga mampu menyampaikan kebenarannya kepada dunia yang dihuni beragam agama. Bahkan lebih dari itu pertanyaan yang menggugah itu  mengajak kita untuk membuktikan kebenaran kitab Suci nabi terakhir itu dengan sebuah bukti nyata bukan sekedar wacana dan orasi. Wallahualam bissowab.

0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...