6 Des 2011

KOMUNIKASI DAN BUDAYA KONSTRUKTIF


Seusai sholat Maghrib, saya menemui tetangga kost satu asrama. Sebelumnya saya memang sudah mengagendakan untuk  bertemu dan berdiskusi dengannya. Diskusi kali ini bukan tentang akademik atau organisasi, melainkan tentang kondisi personal. Kalau hal ini dibilang curhat bisa jadi, karena dalam forum yang Cuma diisi dua orang ini terjadi suasana saling menilai.
Dia mengatakan tentang kepribadian saya dan sikap teman-teman terhadap perilaku saya. Mulai dari permasalahan yang pernah muncul sampai pada kejadian hari kemarin. Sebelumnya saya memang mengatakan padanya untuk berdiskusi secara terbuka dan menyampaikan apa adanya. dan akhirnya diapun meluapkan semua unek-unek yang ada di kepalanya perihal akhlak saya. Semua disampaikan dengan jelas tanpa ada ragu dan resah.
Intinya teman satu organisasi saya itu ingin meminta klarifikasi kepada saya. Dan mungkin lebih dari itu, ia ingin mensehati dan ingin ‘menyempurnakan’ saya. Semua ucapannya saya terima, meskipun dengan beberapa kata yang agak pedas. Saya hanya tersenyum, mencoba menjadi pendengar yang baik atas apa yang disampaikan adik kelas ku itu. setelah kalimatnya berhenti, saya mencoba menjawab. Sayapun mulai mengatur mimik dan mulai memilih kata. Saya mencoba memilih kalimat dan jawaban yang paling tepat agar tidak dianggap berapologi, menyangkal bahkan malah menyakitinya.
Dalam diskusi saling saran itu, kita bisa memahami bahwa komunikasi itu sangat penting. Kita tidak tahu dimana letak kekurangan kita jika tidak ada orang lain yang menyampaikannya. Dan tidak perlu merasa direndahkan atau dilecehkan ketika kalimat-kalimat yang dianggap tidak mengenakkan itu meluncur menembak perilaku keseharian kita. Kita tidak perlu juga membalas dengan sebuah sanggahan apalagi dengan makian. Menjadi lebih bijak ketika kita mau mendengarkan dan menutupnya dengan sebuah kalimat terimakasih karena sudah diingatkan.
Namun dalam kenyataanya tidak sedikit orang yang mau berkomunikasi secara terbuka menyampaikan apa yang mengganjal dalam benaknya. Mereka lebih memilih diam atas apa yang dilakukan temannya, meskipun sebenarnya itu merugikan dirinya dan orang lain. Diamnya itu bukan berarti sabar, namun diamnya lebih karena ingin menyimpan dendam. Kemudian sikap alpa temannya itu ia jadikan arsip dalam fikirannya yang kemudian bisa ia keluarkan sewaktu-waktu untuk menjadi referensi balas dendam ketika dia dalam kondisi terdesak.
Yang lebih bahaya lagi, ketika keburukan temannya itu ia sampaikan didepan umum. Dan tanpa sepengatahuan teman yang dianggap telah melakukan kesalahan tersebut. hal itu tentu saja akan memperkeruh keadaan. Menyampaikan keburukan temannya dengan cara mempertontonkannya di deppan seperti menggelontorkan bola liar, ia bisa ditangkap oleh siapapun termasuk orang yang tidak bertanggung jawab ketika mengknsumsi keburukan tersebut. dan sekali lagi hal itu tidak menghadirkan solusi tapi malah membunuh karakter teman kita.
Dalam bersosialisasi dan bermasyarakat kesalahan itu mutlak ada. Tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan. Kesalahan tersebut bisa terjadi satu kali dan tidak jarang terjadi secara berkali kali. Semakin sering kita berkomunikasi maka akan semakin berpeluang pula kita melakukan kesalahan.
Namun kesadaran bahwa tidak ada manusia yang sempurna akan mengarahkan kita pada sikap bijak. Membawa kita pada sebuah pemahaman bahwa kelak anda akan melakukan kesalahan begitu juga saya. Kita juga akan sadar bahwa dulu saya pernah salah dan begitu juga saya. Maka sikap bijak kita sebagai individu yang membutuhkan orang lain akan menjadikan kita dapat memaklumi kesalahan yang diperbuat dan berusaha untuk saling memperbaiki.
komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan yang kemudian akan menghasilkan feedback dari komunikan kepada komunikator kembali. Ada baiknya bila antar komunikator dan komunikan ini saling memahami apa tujuan dari komunikasi ini. Timbulnya “noise” juga merupakan salah satu proses komunikasi. Sebaiknya antara komunikator dan komunikan menggunakan bahasa yang baik dan dimengerti antara satu sama lain.
Mengkomunikasikan kesalahan yang dilakukan teman kita adalah bukti dari sebuah kesadaran bahwa kita harus saling memperbaiki. Tentu saja mengkomunikasikan kesalahan kepada pelakunya bukanlah suatu kesalahan bahkan hal ini adalah kewajiban. Dalam islam komunikasi seperti itu disebut dengan tabayun atau klarifikasi kepada orang yang bersangkutan.
Namun demikian tentu saja ada etika dalam dalam penyampaian pesan baik itu. meminimalisir kata-kata yang dapat menyakiti lawan bicara haruslah diperhatikan. Di sisi lain penyampaian secara lemah lembut akan memudahkan diterimanya isi pesan kepada komunikan. Karena bisa jadi kebenaran yang kita sampaikan kepada komunikan tidak dapat tersampaikan karena berbalut dengan kata yang kasar dan tidak konstruktif.
Kemudian kritik dan saran yang disampaikan haruslah bertanggung jawab. Apa-apa yang disampaikan bukanlah sesuatu yang berlebihan. Sehingga teman kita akan menyadarinya. Namun kritik yang berlebihan akan seperti menghakimi kemudian menjadikan teman kita merasa down dan merasa sangat bersalah. Apalagi ketika kritik yang disampaikan adalah sebuah kebhongan dan hanya ingin balas dendam tentu saja teman kita tidak hanya down  tetapi malah akan melawan. Akhirnya berujung pada  suasana saling menyalahkan tapa kontrol.
Yang terakhir, komunikasi tersebut haruslah berdasarkan nilai-nilai ukhuwah. Kita ingin mengkritik teman kita karena kita sayang kepadanya. Kita ingin memberi saran kepada teman kita karena menginginkan ia menjadi sosok yang lebih baik. sehingga dengan bahasa ukhuwah setiap kata yang keluar serasa angin sepoy-sepoy yang menyejukkan suasana dan bukan seperti api yang membuat suasana menjadi panas. Dan akhirnya Susana saling saran itu menjadikan kita insan yang sempurna secara individu dan social. Dan Suasana saling saran itu menjadi cara kita membangun sebuah peradaban.
 Komisariat KAMMI UIN, 7 Desember 2011. Pukul 00.34

0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...