11 Mei 2011

KEKUATAN PERSEPSI


Ketika membaca dan menganalisa sejarah Islam, kita mendapatkan bahwa kaum muslimin tidak merealisasikan kemenangan-kemenangan karena banyaknya persenjataan atau banyaknya pasukan atau factor kepandaian atau latihan”. begitulah ungkapan Dr. Imad Abdurrahman Adzhagul yang menjelaskan tentang perjalanan kemengan-kemenangan kaum muslimin. Ia melanjutkan bahwa factor kemengan kaum muslimin lebih dikarenakan factor motivasi dan spirit yang tinggi karena keimanan mereka terhadap agama islam, nilai keadilan, prinsip dan tujuan yang mulia yang mendasarinya.
Sebelum merancang strategi dan mengeksekusi kebijakan, para qiyadah menghujamkan persespi yang kuat kepada jundinya. Ia menjelaskan ide dasar mengapa kaum kuslim harus bergerak, mengapa harus berperang, mengapa harus berjalan ratusan kilometer menuju peperangan dengan membawa beban yang berat, dan mengapa harus menang. Persepsi itu kemudian menjadi ruh yang terus memompa semangat juang mereka. bakan lebih dari itu persepsi menjadi petunjuk ketika seorang jundi berada dalam kelompok maupun sendiri.
Organisasi islam hari ini harus banyak belajar dari sejarah islam dan bagaimana para qiyadah megkonsolidasi jundinya. Kita tidak menafikkan beberapa organisasi da’wah yang mengalamni kemunduran bahkan menemui ajalnya karena factor internal. Kemunduran tersebut bukan karena kehabisan dana, jaringan, strategi atau ide, namun kemunduran tersebut terjadi karena hilangnya motivasi dan persepsi dari para kadernya.
Mereka kehilangan persepsi mengapa ia harus membuat strategi umum, membuat tahapan kerja dan mengeksekusi kebijakan. Akhirnya Setiap agenda yang dilalui kehilangan ruh keislaman dan tampak kering dan tidak ada tujuan. Mereka terjebak pada rutinitas yang tidak berkualitas.
Kita bisa mengambil pelajaran dari perang Uhud. Pada saat itu jumlah kaum muslimin yang berperang banyak dan dsertai persenjataan yang lengkap. Strategi pun sudah dirancang dengan matang melalui mekanisme syuro. Semua terlibat dalam syuro itu mulai dari rosulullah, kaum anshor dan muhajirin. Dan Semua sepakat untuk maju kemedan perang untuk memenagkan agama islam.
Namun berbeda dengan pelaksanaannya. Kaum muslimin keluar dari persepsi mulianya, mereka mengabaikan strategi perang, mematuhi intruksi qiyadah dan tertipu daya oleh harta ghonimah (harta rampasan perang). Akhirnya tujuan awal fisabilillah bergeser menjadi semangat memperoleh harta dunia. Kekalahan pun menimpa kaum muslimin.
Oleh karena itu membangun kekuatan persepsi adalah kunci solidnya sebuah jamaah. Ia adalah kekuatan utama dan landasan gerak. Ketika semua kader sudah mempunyai persepsi yang sama maka ia akan mempunyai tujuan yang jelas. Selain itu Persepsi atau pemahaman tidak hanya melekat pada diri sang kiyadah atau para pembesarnya saja, namun harus melekat sampai kepada pejabat teras dan kader-kader dilapisan paling bawah. Dan persepsi itu kata Dr. Imad Abdurahman Adzhagul dalam bukunya Psikologi militer adalah keimanan.
12 Mei 2011

   
Ketika membaca dan menganalisa sejarah Islam, kita mendapatkan bahwa kaum muslimin tidak merealisasikan kemenangan-kemenangan karena banyaknya persenjataan atau banyaknya pasukan atau factor kepandaian atau latihan”. begitulah ungkapan Dr. Imad Abdurrahman Adzhagul yang menjelaskan tentang perjalanan kemengan-kemenangan kaum muslimin. Ia melanjutkan bahwa factor kemengan kaum muslimin lebih dikarenakan factor motivasi dan spirit yang tinggi karena keimanan mereka terhadap agama islam, nilai keadilan, prinsip dan tujuan yang mulia yang mendasarinya.
Sebelum merancang strategi dan mengeksekusi kebijakan, para qiyadah menghujamkan persespi yang kuat kepada jundinya. Ia menjelaskan ide dasar mengapa kaum kuslim harus bergerak, mengapa harus berperang, mengapa harus berjalan ratusan kilometer menuju peperangan dengan membawa beban yang berat, dan mengapa harus menang. Persepsi itu kemudian menjadi ruh yang terus memompa semangat juang mereka. bakan lebih dari itu persepsi menjadi petunjuk ketika seorang jundi berada dalam kelompok maupun sendiri.
Organisasi islam hari ini harus banyak belajar dari sejarah islam dan bagaimana para qiyadah megkonsolidasi jundinya. Kita tidak menafikkan beberapa organisasi da’wah yang mengalamni kemunduran bahkan menemui ajalnya karena factor internal. Kemunduran tersebut bukan karena kehabisan dana, jaringan, strategi atau ide, namun kemunduran tersebut terjadi karena hilangnya motivasi dan persepsi dari para kadernya.
Mereka kehilangan persepsi mengapa ia harus membuat strategi umum, membuat tahapan kerja dan mengeksekusi kebijakan. Akhirnya Setiap agenda yang dilalui kehilangan ruh keislaman dan tampak kering dan tidak ada tujuan. Mereka terjebak pada rutinitas yang tidak berkualitas.
Kita bisa mengambil pelajaran dari perang Uhud. Pada saat itu jumlah kaum muslimin yang berperang banyak dan dsertai persenjataan yang lengkap. Strategi pun sudah dirancang dengan matang melalui mekanisme syuro. Semua terlibat dalam syuro itu mulai dari rosulullah, kaum anshor dan muhajirin. Dan Semua sepakat untuk maju kemedan perang untuk memenagkan agama islam.
Namun berbeda dengan pelaksanaannya. Kaum muslimin keluar dari persepsi mulianya, mereka mengabaikan strategi perang, mematuhi intruksi qiyadah dan tertipu daya oleh harta ghonimah (harta rampasan perang). Akhirnya tujuan awal fisabilillah bergeser menjadi semangat memperoleh harta dunia. Kekalahan pun menimpa kaum muslimin.
Oleh karena itu membangun kekuatan persepsi adalah kunci solidnya sebuah jamaah. Ia adalah kekuatan utama dan landasan gerak. Ketika semua kader sudah mempunyai persepsi yang sama maka ia akan mempunyai tujuan yang jelas. Selain itu Persepsi atau pemahaman tidak hanya melekat pada diri sang kiyadah atau para pembesarnya saja, namun harus melekat sampai kepada pejabat teras dan kader-kader dilapisan paling bawah. Dan persepsi itu kata Dr. Imad Abdurahman Adzhagul dalam bukunya Psikologi militer adalah keimanan.
12 Mei 2011

   

0 komentar:

Posting Komentar

monggo dikoment...