24 Okt 2012


            Perjalanan kehidupan manusia selalu dihiasi oleh rangkaian masalah. Baik itu masalah yang besar maupun masalah yang kecil. Sejak manusia lahir hingga dewasa akan menemui banyak problematika kehidupan. Bohong jika ada seseorang yang mengatakan bahwa ia tidak mempunyai masalah hidup. Karena baik itu orang kaya, miskin, pejabat, guru, pengusaha, pelajar dan lainnya selalu diliputi oleh masalah.
            Rosulullah SAW adalah manusia yang mempunnyai segudang masalah besar. Karena tugasnya penyampai risalah agung. Sejak kecil, beliau tidak pernah mendapat kasih sayang kedua orang tua karena mereka telah meninggal. Pada umur tujuh tahun beliau sudah diajak untuk berwirausaha bersama paman jauh ke negeri Syam. Tantangan kian besar saat wahyu turun dan Muhammad diperintahkan untuk menyebarkan risalah suci.
            Tantangan kian berat terutama awal wahyu diturunkan, rosulullah menggigil dan pada saat itu beliau hanya ditemani istri tercinta, Khadijah. Di sisi lain dakwah periode makkah ini baru sedikit pengikutnya, sementara tekanan kaum quraysi kian berat. Pernah suatu ketika manusia agung itu disiram dengan isi perut Unta ketika tengah berada di ka’bah.
Percikan Kilat Di Tengah Badai Krisis
            Ada yang yang menarik dan sarat ibroh dalam perjalanan dakwah rosulullah saat perang khandak. Pada saat itu musim dingin tengah tiba, sementara itu rosulullah dan kaum muslimin dikepung oleh para munafikin dan yahudi yang licik. Suasana krisis belum berhenti sampai di situ, kaum muslimin pun dilanda kelaparan. Dipihak lawan, pasukan quraysi sedang menuju dan bersiap-siap menyerang.
Suasana sangat mencekam, dan tentu saja taruhannya adalah nyawa. Secara fisik kaum muslimin kelaparan belum lagi hawa dingin yang merasuk hingga ke tulang. Sementara itu secara psikologis mereka tengah diguncang tekanan dengan hebat karena pengepungan musuh dari dalam dan luar Madinah.
            Kejadian luar biasa itu terjadi saat penggalian parit khandak berlangsung. Kaum muslimin mendapati batu besar dalam penggalian. Kemudian mereka mengadukan hal itu kepada rosulullah. Maka beliaupun datang sambil membawa cangkul kemudian mengucapkan, “Bismillah”. Selanjutnya langsung memukul batu itu dengan sekali pukulan hingga mengeluarkan percikan bunga api. Kemudian mengucapkan, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaan Syam. Demi Allah, saat ini aku benar-benar melihat istana-istananya yang (penuh dengan gemerlapan).” Kemudian beliau memukul tanah itu untuk yang kedua kalinya. Maka terpecahlah sisi yang lainnya. Lalu beliaupun bersabda, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku negeri Persia.
            Demi Allah, aku benar-benar melihat istana kerajaannya yang penuh dengan gemerlapan sekarang ini.” Lantas beliau memukul tanah itu untuk yang ketiga kalinya seraya mengucapkan, “Allahu Akbar”. Maka terpecahlah bagian yang tersisa dari batu itu. Kemudian beliau bersabda, “Allahu Akbar, aku benar-benar diberi kunci-kunci kerajaan Yaman. Demi Allah, aku benar-benar melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini” (Al-Mubarakfuri, 2005).
            Ada optimisme yang dibangun di situ, di tengah rasa lapar, lelah, dingin, dan kekhawtiran yang mencekam. Dalam suasana krisis itu, rosulullah malah bersabda bahwa kerajaan Syam, Persia dan Yaman akan ditaklukan. Dan ini adalah perkataan rosulullah, ya ini adalah perkataan rosulullah yang sidiq. Kontans kaum muslimin pun bangkit seamangatnya dan kian kuat azzamnya. Peran khandak pun dimenangkan oleh kaum muslimin. Dan benarlah ucapan kekasih Allah tersebut, kerajaan-kerajaan besar terkuasi dikemudian hari.
Membangun Opmtimisme
            Sebagai seorang muslim kita memang tidak pernah lepas dari permasalahan. Namun kita juga harus meyakini bahwa Allah akan memberi jalan keluar pada tiap permasalahan. Memang jalan keluar itu tidak datang dalam sekejap mata. Atau datang hanya dengan berdoa saja. Pertolongan itu akan datang karena kita juga bekerja. Maka yang pertama dilakukan dalam masa krisis adalah menumbuhkan sikap optimis.
            Optimis adalah sebuah keyakinan bahwa kita dapat menyelesaikan sebuah permasalahan. Optimis kemudian bekerja memacu otak dan tenaga untuk bergerak maksimal menemukan jalan keluar. Setelah itu mereka (otak dan tenaga) akan bekerja secara harmonis dan terus berlangsung secara sistematis.
            Secara praksis lapangan, kekuatan yang muncul dari sikap optimis yang pertama kita akan membuat perencanaan. pada tahap ini kita akan menganilisis permasalahan secara mendalam. Kemudian mencari jalan keluar dengan cara yang objektif dan rasional. Itulah mengapa orang-orang sukses adalah orang-orang yang bekerja secara rasional bukan dengan cara irrasional seperti mendatangi dukun, memakai jimat atau berdoa dikuburan. Dalam perencanaan itu, kita mematoknya dengan target dan timing. Sehingga apa yang kita lakukan kelak adalah sebuah kerja yang tersusun.
            Kedua, sikap optimis memompa kerja dalam nafas panjang. Kerja seorang yang optimis akan sungguh-sungguh dan berlangsung lama. Ia akan memacu saraf dan otot untuk terus bergerak dalam masa sulit sekalipun. Kalaupun merasa letih, letih yang menyapa adalah karena sifat manusiawi bukan letih hati yang mematikan kesuksesan.
            Optimis kita adalah keyakinan bahwa Allah akan memberi pertolongan. Meyakini bahwa Allah sedang memberi ujian agar kita menjadi insan yang lebih baik. Oleh karenanya optimisme kita tidak dibangun atas landasan yang kosong, ia dibangun pada sebuah keimanan kepada Allah yang pasti menolong hambanya dan Dia tidak pernah ingkar janji.
“bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rosul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kami akan dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui yang gai dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (At-taubah 105)