13 Sep 2012


            Siang tadi saya sempat berdiskusi dengan salah seorang teman kuliah satu jurusan. Muhaimin namanya, ia aktif di dunia jurnalistik kampus yakni Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Arena. Pertemuan singkat itu cukup memberi wawasan baru, karena dapat memberi banyak informasi terkait kondisi kampus.
            Kami berdiskusi seputar agenda terakhir kampus yakni Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK). Acara tersebut diorganisir oleh panitia dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Dewan Mahasiswa UIN Suka. Dalam rangkaian acaranya terdapat sesi yang melibatkan UKM. Yakni teman-teman UKM diberi space waktu untuk unjuk kebolehan dengan maksud publikasi kegiatan dan rekruting.
            Sesi UKM itulah yang banyak kami bahas. Dalam pelaksanaannya terdapat kesalahan -yang menurut banyak pihak disengaja- yang merugikan UKM. Penampilan UKM yang seharusnya diikuti oleh seluruh mahasiswa baru kenyataan tidak demikian. Sebagian mahasiswa yang tengah mengikuti ospek tersebut malah ditarik oleh panitia, wal hasil teman-teman UKM merasa dirugikan karena penampilannya tidak disaksikan oleh semua mahasiswa.
            Sebenarnya aksi culas itu bukan kali pertama, tahun-tahun sebelumnya pun pernah terjadi. Saya juga masih ingat saat ospek dulu. Maba diperintah untuk meninggalkan teman-teman UKM yang tengah memperkenalkan organisasinya.
            Dalam obrolan kami tadi, muhaimin menyampaikan bahwa tindakan dema membuat para pengurus UKM tidak terima dan melakukan unjuk rasa di depan rektorat. Dengan yel-yelnya “opak gagal Rifai (Purek III) turun” mereka mengungkapkan kekecewaanya terhadap jalannya opak.
            Kejadian tersebut tentu saja merupakan pembelajaran politik yang sangat tidak baik. Sebagaimana kita ketahui BEM sebagai sarana pembelajaran kepemimpinan sudah dikotori oleh tindakan-tindakan amoral bahkan picik. Ini adalah realitas yang sangat buruk. Kalau pejabat yang berbuat korup adalah mereka yang usianya relatif sudah tua atau setidaknya lebih tua dari mahasiswa. Namun apa jadinya jika generasi muda sudah terjangkit virus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)?.
            Ibarat tanaman maka ia sudah busuk sejak masa pembibitan, dan bisa dibayangkan bagaimana hasilnya kelak, tanaman tidak akan tumbuh sehat bahkan dapat mati. Begitu juga dengan permasalahan ini, apa jadinya ketika masih mahasiswa namun sudah banyak melakuakn praktek kotor?. Saya tidak tahu sampai kapan kampus akan dipimpin oleh golongan-golongan primordial yang hanya mementingkan kepentingan kelompoknya. Semoga apa yang terjadi hari ini memberikan penyadaran bagi si pelaku kejahatan tersebut juga kepada mereka yang terdzolimi agar bangkit bersatu dan melawan!.

11 Sep 2012


            Agar hidup menjadi teratur, maka Allah membuat seperangkat aturan kepada umat manusia. Aturan-aturan tersebut diperuntukan kepada manusia agar hidup menjadi lebih teraarah, bahkan dalam pemahaman keagamaan aturan tersebut sebagai jembatan untuk selamat dunia dan akhirat.
            Sejarah manusia memang selalu diiringi oleh aturan-aturan. Terlepas patuh tidaknya  mereka terhadap hukum,yang pasti dilingkungan mereka terhadap peraturan atau hukum. Hukum itu bisa berupa hukum agama, hukum adat juga hukum negara. Hukum tersebut bersifat mengikat dan memaksa, ketika tidak menjalankan akan mendapat sangsi mulai dari sangsi ringan hingga sangsi berat.
            Di era modern, banyak sekali produk hukum yang keluarkan. Di pemerintahan, lembaga sosial, tempat kerja pasti ada hukum, juga lingkungan sekolah. Saya akan membahas atau mencoba sharing terkait peraturan sekolah dan efeknya terhadap siswa.
            Lingkungan sekolah, terutama pesantren biasanya terdapat lebih banyak peraturan dari pada sekolah biasa. Karena para siswa belajar tidak hanya di sekolah tetapi juga di asrama. Di sinilah mereka digembleng. Mulai dari pagi hari sampai sore bahkan malam mereka selalu dikawal dengan peraturan. Dengan segala peraturan yang ada mereka diarahkan agar menjadi ‘baik’.
            Dalam pelaksanaanya  banyak hal atau dampak yang terjadi. Sebagian siswa mampu dan mencoba merasa nyaman. Tapi sebagian lain seperti tetatih-tatih. Aturan yang dimulai sejak mereka bangun tidur sampai tidur lagi merasa mengekang mereka. Mereka seolah kepayahan menjalankan semua aturan itu. Akibatnya sebagian dari mereka banyak yang dikenakan sangsi pelanggaran bahkan jatuh sakit.
            Saya tidak mengerti benar tentang pendidikan. Apa lagi backgroun kuliah saya bukan di bidang pendidikan melainkan hukum bisnis. Jadi menurut pengamatan awam saya peraturan yang diberikan mungkin bagus dan sudah sukses di berbagai tempat atau mungkin jug tidak. Tapi yang jelas siswa-siswa yang selalu terkena sangsi harus dikasihani dan diobati.
            Saya pernah mendengar ceramah tentang bagaimana merubah kebudayaan yang intinya adalah penanam akhlak baru setelah itu hukum mengikuti. Karena ketika akhlak sudah tertanam maka hukuk akan terlaksana dengan baik. Sebaliknya, objek hukum atau manusia akan terus membangkan dengan hukum, mencari celah agar terlepas dari jerat hukum jika tidak ada akhlak dalam dirinya.
            Dalam konteks pendidikan anak, saya fikir penanam nilai akhlak harus menjadi utama dan lebih didahulukan ketimbang hukum. Karena nilai akhlak lebih menghujam ke hati sanubari dari pada hukum. Fungsi hukum, sebagaimana kata ustad. Khudori adalah sebagai mudzakiroh saja.
            Ketika kita memahami bahwa akhlak yang lebih utama maka hal ini menjadi tugas para guru untuk menjadi tauladan. Memberi contoh akhlak yang baik kepada pelajar. Dengan akhlak yang mulia dari para guru maka diharapkan akan tumbuh kesadaran bagi para siswa untuk berbuat tanpa ada ketakutan karena hukuman.