30 Apr 2012


Silaturahim dan diskusi bareng rektor UIN 

                   Bulan-bulan ini kunjungan ke tokoh diiringi berdiskusi dengan beliau lebih intens saya lakukan dari pada waktu-waktu sebelumnya.  Mulai dari pejabat pemerintah seperti anggota legislatife dan eksekutif,aktifis gerakan, LSM, kemudian akademisi sampai tokoh lintas agama saya sambangi. Selain itu saya juga tidak mau melewatkan untuk mengunjungi dan sharing ke beberapa tokoh kampus (UIN SUKA) seperti rektor, pembantu rektor, dosen dan lain-lain.
                   Kegiatan kunjungan ke kediaman atau tempat kerja sang tokoh memang sarat pelajaran bagi saya dan rekan-rekan. Melalui agenda tersebut kita akan mendapat jaringan baru atau mengembangkan jaringan kepada beberapa tokoh. Selain itu dengan diskusi yang dilakuakan akan menambah pengetahuan dan wawasan akan suatu bidang keilmuan. Kemudian seringnya bertemu dengan tokoh akan menjadikan kita lebih mampu berbicara dan mengutarakan pendapat. Akan terlihat sangat berbeda kemampuan bicara antara individu yang sering bertemu dengan tokoh dan yang tidak pernah bertemu.
                   karena sangat pentingnya silaturahim dan diskusi tokoh, Wajarlah jika dalam Islam budaya tersebut sangat dianjurkan. Rosullullah SAW bersabda Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, dan ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahmi. " (HR. Al-Bukhari). Hadist tersebut secara gamblang menjelaskan bahwa kegiatan bersilaturahim akan melapangkan rizki dan dipanjangkan usia.
              Sebagai seorang mahasiswa khususnya aktifis yang haus akan informasi, wawasan dan jaringan tentu akan memprioritaskan hal ini dalam agenda-agenda pribadi maupun organisasinya. Jika sudah menjadi kebiasaan, silaturahim dan diskusi tokoh tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang tabu apa lagi sulit untuk dilakukan. dua agenda tersebut tidak lagi dianggap sebagai agenda untuk melengkapi program kerja saja, tapi ia merupakan kebutuhan dan tradisi inheren (melekat) untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam rangka mengoptimalkan kerja-kerja memperbaiki masyarakat.

                

24 Apr 2012

            Kegiatan berorganisasi merupakan kegiatan yang tidak asing bagi masyarakat, lebih khususnya pelajar atau mahasiswa. berangkat pagi pulang petang tidak jarang dilakoni seorang mahasiswa yang gandrung dengan kehidupan organisasi. Bahkan lebih ekstrimnya lagi, terdapat beberapa mahasiswa yang menjadikan sekretariat organisasi sebagai tempat tinggal. Jadilah ia sebagai aktifis 24 jam dalam sehari.
Belajar berorganisasi memang layaknya belajar bermasyarakat. Kita dituntut untuk melakuakan aktifitas-aktifitas yang mungkin kurang bermanfaat secara personal, namun jika kita pahami lebih dalam kegiatan berorganisasi adalah sebuah pembelajaran menghadapai tantangan sosial yang lahir dari lingkungan dan masyarakat. sehingga out putnya orang yang berorganiasi biasanya lebih cepat beradaptasi terhadap lingkuangan, lebih bersikap dewasa dan tidak gagap dalam melakukan kontak sosial.
Layakanya bermasyarakat, dalam berorganisasi kita akan menemui berbagai macam kepribadian atau sifat. Ada yang bersikap sabar, adil, ringan tangan untuk membantu, baik dan sikap terpuji lainnya. Namun tidak jarang juga kita temui pribadi yang egois, tidak mau mengalah, no action talk only, suka marah, sulit diajak bekerja sama, bahkan yang kurang bertanggung jawab. Semua sifat itu relative ada dalam semua organisasi meskipun dengan kadar yang bebeda-beda.
Semua kepribadian itu akan kita temui, namun ada pengikat yang membuat kita dapat bertahan bahkan kian cinta dengan organiasi yang kita tekuni. Pertama adalah menguatkan kembali kesadaran kita berkecimpung dalam organisasi. Sebuah kesadaran bahwa kebaikan yang tertata akan memberi dampak lebih dahsyat dari pada bekerja sendiri. Kedua adalah semangat memperbaiki diri dan orang lain, kita harus menyadari bahwa sifat-sifat negatif yang ada dalam diri harus dilenyapkan karena akan merugikan diri sendiri dan orang lain. ketiga adalah niatkan semuanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Sehingga tiap peluh yang keluar akan dibalas dengan kebaikan yang berlipat.
Saya sendiri menyadari dinamika dan persoalan-persoalan yang muncul dalam organisasi terasa rumit dan sulit untuk dilalui. Tidak mudah menyelesaikan persoalan masyarakat. Tidak mudah menggerakkan generasi yang tengah dilanda erosi moral. Dan, tidak mudah pula memaafkan kesalahan yang terus berulang atau berbuat bijak ditengah pragmatisme  begitu juga untuk berbuat baik di tengah prilaku skeptis.
 Namun saya yakin dan kita harus yakin, bahwa di tengah persoalan-persoalan itu, Allah sedang menyiapkan kita menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih baik, dan lebih sempuarna. Maka yang perlu kita lakukan adalah menikmati dinamika itu dengan totalitas dan penuh keikhlasan.  

22 Apr 2012


Ada yang menarik ketika lagu “genjer-genjer” ciptaan M. Arief muncul dan berkembang dikalangan masyarakat Indonesia tahun 1942. Lagu yang liriknya merupakan kritik sosial terhadap penjajahan imperealisme Belanda itu Dianggap berbau Partai Komunis Indonesia (PKI). Berikut adalah lirik lagu genjer-genjer yang sempat poluler dikalangan masyarakat pada saat itu:

Genjer-Genjer
eks PKI. beritaaneh.com
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Emak'e thole teko-teko mbubuti genjer
Emak'e thole teko-teko mbubuti genjer
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tolah-toleh
Genjer-genjer saiki wis digowo mulih
Genjer-genjer esuk-esuk didol ning pasar
Genjer-genjer esuk-esuk didol ning pasar
Dijejer-jejer diuntingi podho didhasar
Dijejer-jejer diuntingi podho didhasar
Emak'e jebeng podho tuku nggowo welasah
Genjer-genjer saiki wis arep diolah
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Setengah mateng dientas yo dienggo iwak
Setengah mateng dientas yo dienggo iwak
Sego sak piring sambel jeruk ring pelonco
Genjer-genjer dipangan musuhe sego
Terjemahan Bahasa Indonesia
Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Ibu si bocah datang memunguti genjer
Ibu si bocah datang memunguti genjer
Dapat sebakul dia berpaling begitu saja tanpa melihat ke belakang
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang
Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Ditata berjajar diikat dibeberkan di bawah
Ditata berjajar diikat dibeberkan di bawah
Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa wadah-anyaman-bambu
Genjer-genjer sekarang akan dimasak
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal jeruk di dipan
Genjer-genjer dimakan bersama nasi
(wikipedia)
Dalam perjalanannya Genjer-Genjer milik seninam angklung ini dianggap sebagai alat pendongrkak popularitas dan propaganda PKI terhadap pemerintah. Akibatnya lagu genjer-genjer dilarang perederannya. Dalam catatan pribadinya, Hasan Singodimayan, seniman HSBI dan teman akrab M Arief menuliskan bahwa lagu genjer-genjer telah dipelesetkan. Kemudian lagu tersebut berubah lirik menjadi sebagai berikut:
Jendral Jendral Nyang ibukota pating keleler
Emake Gerwani, teko teko nyuliki jendral
Oleh sak truk, mungkir sedot sing toleh-toleh
Jendral Jendral saiki wes dicekeli
Jendral Jendral isuk-isuk pada disiksa
Dijejer ditaleni dan dipelosoro
Emake Germwani, teko kabeh milu ngersoyo
Jendral Jendral maju terus dipateni
            Diplesetkannya lagu genjer-genjer menjadi legitimasi para jendral untuk melarang beredarnya lagu tersebut karena dianggap milik partai komunis. Dan, bagi siapa yang menyanyikannya dianggap sebagai antek-antek PKI kemudian diculik. Akibatnya banyak yang menjadi korban termasuk pengarang lagu genjer-genjer yang tewas terbunuh karena dianggap sebagai anggota PKI.(kaukus).
            Beberapa kali membuka lembar sejarah Bangsa Indonesia menjadikan saya semakin tertarik untuk  mengupasnya. Ditambah lagi munculnya literatur-literatur baru yang menjelaskan bahwa bukan hanya lagu genjer-genjer yang diplesetkan tetapi juga banyak sejarah Indonesia yang diplesetkan dan dikaburkan.

21 Apr 2012

warofweekly.blogspot.com
                Sejarah perjuangan bangsa Indonesia memang tidak terlepas dari semangat pembebesan dan kemerdekaan. Ratusan tahun di bawah tekanan penjajah telah merubah semangat kemerdekaan anak-anak nusantara menjadi perjuangan ekonomi, politik bahkan militer pada ruang yang yang lebih besar yakni organisasi. Semangat kemerdekaan itu tidak hanya merasuk pada tokoh elit Indonesia saja tapi juga telah membakar heroisme semua lapisan masyarakat. Dengan latar belakang yang berbeda semua  bersatu padu  berjuang untuk satu kata: merdeka.
                Umat islam yang merupakan umat mayoritas di bumi pertiwi juga tidak terlepas dari upaya melepaskan bangsa dari  cengkraman kolonialisme. Bahkan para ulama memfatwakan perjuangan melawan penjajahan sebagai upaya jihad fii sabilillah (berjuang membela agama). Tentu saja hal tersebut sangat tepat mengingat penjajahan yang dilakukan barat merupakan upaya mewujudkan semboyan Gold (ekonomi) Glory (kekuasaan) dan Gospel (agama).
Semangat jihad ulama dan santri kemudian terwariskan kepada generasi Islam di Nusantara. Kita kenal banyak tokoh pejuang Islam yang lahir seperti Haji Agus Salim, Moh. Natsir, Prof. Dr. Buya Hamka, Prof Osman Raliby, dan Prof. Dr. Abu Bakar Atjeh dan ulama-ulama lain. Wajarlah jika kemudian Ahmad Mansyur Surya Negara (2009) menyimpulkan bahwa ulama dan santri adalah sebagai pelopor perlawanan melawan imperealisme, kelompok cendekiawan muslim dan sebagai pemimpin terdepan ide pengubah sejarah di nusantara Indonesia.
Semangat kemerdekaan itu ternyata telah menembus batas-batas negeri. Gaungnya terdengar sampai ke barat dan timur dunia. Kemudian muncul demontrasi dan aksi-aksi simpatik berbagai Negara di dunia mendukung kemerdekaan bangsa Indonesia. Termasuk Mesir yang pada saat itu tengah berlangsung kebangkitan islam.
Adalah Ikhwanul Muslimin yang merupakan organisasi pan islamisme terbesar di Mesir ikut merespon perjuangan ulama islam di Indonesia. Di bawah kepemimpinan Hasan Abanna, Ikhwanul Muslimin konsen menggalang dukungan Negara-negara arab untuk mendukung kemerdekaan Indonesia.
Pertemuan KH. Agus Salim dan Hasan Al-Banna  
Ahmad Rofii Mansyuri (2009) menjelaskan bahwa dukungan Hasan Al-Banna tidak hanya pada seruan saja, tetapi juga munasoroh aksi, pembentukan opini dunia akan penjajahan belanda terhadap Indonesia, mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh Indonesia seperti KH. Agus Salim, Dr. H.M Rasyidi, M Zein Hasan. Bahkan tidak sampai di situ, sebagai bentuk ukhuwah islamiyah Ikhwanul Muslimin dengan Indonesia, ribuan kader-kadernya melakukan pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda yang singgah di terusan Suez dan mengibarkan bendera Merah Putih di sana.
 Berkat perjuangan Hasan Al-Banna, Mesir menjadi Negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. Artinya bahwa bangsa Indonesia berhutang budi kepada Hasan Al-Banna dan IM. Namun ironisnya tidak banyak masyarakat tahu akan sejarah kepahlawanan itu. tidak mengetahui bahwa ada sekelompok orang-orang baik yang juga turut menghantarkan perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya. Bahkan penguasa pun enggan menceritakan perjuangan Ikhwanul Muslimin kepada generasi muda. Ditutupinya fakta tersebut kian terasa ketika literature-literatur mata pelajaran sejarah dalam pendidikan SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi tidak membuka lembar sejarah itu, sejarah saudara semuslim yang ikut sibuk membela saudaranya di Indonesia.
Banyak pelajaran berharga diperoleh dari kegigihan saudara-saudara kita dari jauh itu. mereka belum pernah berkunjung ke Indonesia, bercengkerama dengan masyrakat, bahkan mendapat budi dari Indonesia. mereka hanya mengetehaui bahwa Negara Indonesia tengah terjajah, umat Islam sedang berjuang membela agama dan tanah airnya. Sebanarnya Hasan Al-Banna mengetahui pula bahwa Negara beratus suku bangsa itu tidak semuanya berislam, namun kenyataan itu tidak kemudian menyurutkan ia dan ikhwan untuk melakukan mobilitas perjuangan. Semangat inilah yang seharunya merasuk kedalam tubuh bangsa kita. Sebuah pelajaran bahwa menyokong  adalah kemestian tanpa memandang warna dan latar belakang.

8 Apr 2012



shaonforeveryone.blogspot.com 
hidup bersahadja dialam maddah (materi) sebagai fakir, tetapi memegang kendali dialam ruhani sebagai radja” itulah uangkapan M. Natsir menyimpulkan kepribadian seorang  ulama terkenal Ibnu Al-farabi. Beliau menggambarkan tokoh dunia itu sebagai seorang yang sederhana dan berakhlak tinggi.
            Ada dua sisi yang dianggap berbeda namun dapat berjalan beringan dalam pribadi al-Farabi. yakni kebersahajaan seorang ulama, hidup dalam fakir atau kesederhanaan, namun memgang kendali, memegang kuasa dan mempunyai karakter yang diakui oleh khalayak sebagai pribadi yang berakhlak tinggi atau “dalam ruhani sebagai radja”. Al-Farabi boleh saja miskin harta namun ia kaya ilmu.
initialdastroboy.wordpress.com 
            Keperibadian Al-Farabi sebenarnya juga terdapat dalam sosok M. Natsir, meskipun ia seorang negarawan dan pernah menjabat perdana mentri dimasa pemerintahan Soekarno, ia tetaplah pribadi yang sederhana, tinggal bersama rakyat, makan seadanya dan mengenakan pakaian layaknya kaum proletar. Mantan mentri penerangan itu pernah mengenakan pakaian yang bertambalkan aspal, dan itulah yang membuat George Mc Turnan Kahin, seorang Indonesianis asal Amerrika berdecak kagum  karena ia tidak mendapatinya pada pejabat-pejabat lain.
            Sebenarnya apa sulitnya bagi Al-farabi yang bekerja di istana atau M. Natsir yang menjabat perdana mentri untuk hidup dalam kemewahan, mereka  dengan mudah dapat membeli kendaraan mahal, rumah mewah atau bahkan meminta ruangannya dipenuhi dengan uang. Apa lagi setelah mereka menunaikan kewajibannya kepada agama maupun Negara seperti membayar zakat, pajak, sedekah dan upeti-upeti lain. Tentunya setelah menunaikan kewajiban tersebut, mempunyai barang mahal merupakan sesuatu yang wajar dan sah-sah saja bagi pejabat negara. Namun tidak bagi dua alim ulama tersebut, tidak untuk hidup bermewah-mewahan. Mereka menolak hidup ala raja, mereka lebih memilih hidup sebagai rakyat biasa!.
            Mencermati sikap tersebut, ada pemahaman tentang arti kaya dalam benak mereka. Mereka adalah kaya, namun kekayaan yang dimaksud bukanlah kekayaan yang dipahami oleh kebanyakan. Bukan kekayaan yang diincar oleh manusia yang haus dunia. Kekayaan yang mereka pahami adalah kekayaan akhlak dan kekayaan intelektual.
            Kerelaan Al-farabi dan M. Natsir hidup sederhana dan berbaur dengan masyarakat adalah bentuk dari kekayaan akhlak. Sikap jujur, tegas dan berani adalah kekayaan akhlak. Bersikap lemah lembut, pemaaf dan berjiwa besar adalah kekayaan akhlak. Al-farabi menolak pemberian gaji dari istana melebihi keperluan sehari-harinya. Begitu juga M. Natsir yang mau mengenakan pakaian bertambal. Itu semua adalah kekayaan akhlak yang tidak dimiliki sembarang orang termasuk orang kaya!.
            Kedua adalah kekayaan intelektual. Intelektualitas yang dimiliki tokoh tersebut meminang dunia untuk mengakuinya. Kekayaan intelektual telah menjadikan Al-Farabi sebagai ilmuan dan filsuf terbesar pada abad pertengahan. Begitu juga M. Natsir ulama dan politikus itu dikenal karna berbagai karya monumentalnya dan  keberhasilannya menyatukan Aceh ke dalam NKRI.
            Saya tidak hendak menyamakan atau membandingkan dua tokoh besar asal Farab (sekarang Kazhakstan) dan Indonesia tersebut. Namun ada dua kekayaan yang melekat dan menjadi ciri khas. Yakni akhlak yang mulia dan intelektualitas. Dua kekayaan itulah yang seharusnya diincar dan dikejar-kejar oleh manusia. Bukan kekayaan dengan memperbanyak harta melalui jabatan yang dipegang. Atau bahkan mencari ilmu karna ingin memperkaya diri dan berprilaku congkak. Namun kekayaan akhlak dan intelektualitas lah yang  seharusnya ada dalam diri kita jika kita ingin menjadi manusia mulia dihadapan Allah maupun sesama.

7 Apr 2012


bethanybangkok.com
                Jumat lalu saya dan kawan-kawan mengagendakan sebuah kunjungan dan diskusi kepada seorang tokoh Dikpora (Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga) yang kediamannya berlokasi di Bantul. Rumah seorang pemeluk agama katolik itu terlihat cukup sederhana dan asri. Setibanya di depan halaman, Pak Ben menyambut  dengan ramah dan langsung mempersilahkan kami masuk.
            Ben Senang Galus adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di Dikpora Yogyakarta yang juga  seorang penulis. Selain itu beliau juga aktifis yang paham akan ketimpangan sosial di Indonesia. Perlawanan intelektual itu lebih beliau fokuskan pada bidang pendidikan.
            Ada dua permasalahan dalam dunia pendidikan saat ini jelas pak Ben. Pertama adalah masalah ideologis, dimana pendidikan sudah terlepas dari nilai keagamaan dan pancasila. Hari ini nilai-nilai itu sudah mulai ditinggalkan. Praksisnya jam untuk mata pelajaran agama dipotong yang sebelumnya lebih dari dua jam dalam seminggu kini hanya dua jam dalam seminggu. Jam pelajaran yang mengajari tentang kejujuran, kesopanan dan kebaikan itu diganti dengan pelajaran-pelajaran umum.
            Pria kelahiran flores itu juga mengkritisi kebijakan mentri pendidikan yang memasukkan pendidikan karakter dan anti korupsi ke dalam kurikulum belajar. Kebijakan tersebut merupakan tindakan latah dalam melihat kondisi sosial masyarakat. Mengapa tidak memaksimalkan pendidikan agama saja untuk menciptakan pelajar berkarakter dan anti korupsi. Padalah jelas dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai moral dan kebaikan-kebaikan lain di dalamnya.
            Yang kedua adalah permasalahan taktis. belakangan banyak sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang diseting elitis. Bukan hanya menerima pelajar yang pintar saja tetapi juga harus kaya. Dibuatlah sekolah-sekolah bertaraf internasional dengan biaya yang mahal. Akhirnya generasi penerus bangsa yang ‘biasa’ saja tidak bisa masuk ke dalam sekolah yang lebih mirip perusahaan profit oriented tersebut. beliau juga mengkritisi lembaga dan mahasiswa yang menolak rokok tapi meminta bahkan mengemis-mengemis kepada perusahaan rokok agar memberi kucuran dana ke lembaga pendidikan, hal itu dianggap sebagai tindakan inkonsisten.
            Selang satu jam berdiskusi, istri pak Ben ikut berdiskusi bersama kami. ternyata beliau tidak kalah hebatnya dengan suami. Istri pak Ben merupakan seorang pengajar dan peneliti di bidang kesehatan hewan. Analisis dan penelitian-penelitiannya membuat membuat wanita kelahiran magekang itu tidak hanya diakui oleh ilmuan-ilmuan Indonesia tetapi juga para pakar di luar negeri. Meski demikian, beliu juga cukup paham dengan kondisi sosial politik dan sejarah Indonesia.
            Beliau menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia harus bangga dengan keindonesiaannya. Negeri beribu pulau ini mempunyai sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang cukup memadai juga. Tidak usah takut dan merasa inferior di hadapan bangsa lain. beliau juga mengkritisi intelektual-intelektual Indonesia yang cenderung diam melihat kondisi bangsa. “dosa kaum intelektual lebih besar dari dosa seorang birokrat” tegasnya. Beliau menjelaskan bahwa para akademisi juga harus bertanggung jawab karena banyak melahirkan birokrat-birokrat yang korup dan bermental pengekor.
 Melihat pemahaman dari pasangan suami istri tersebut, Saya kemudian berfikir bahwa ada dua hal besar yang harus dimiliki oleh gerakan kita. Yakni kader-kader yang luas wawasannya dan mendalam analisisnya. Dua kombinasi itu meskipun sulit untuk menyatu dalam diri seorang kader tapi minimal karakter itu  harus ada dalam gerakan kita.
            Akan tetapi dua hal itu pun belum cukup ketika tidak dibingkai dalam gerakan atau jamaah yang kokoh. Dimana di dalam jamaah itu terdapat aturan-aturan yang akan menyatukan orang baik menjadi sebuah kekuatan kekuatan hebat. Bahkan lebih dari itu, intelektualitas yang dibingkai dalam jamaah akan menjadikan setiap kadernya dewasa dalam menyikapi gejolak internal dan ekternal. Oleh karena itu kita perlu menciptakan Intelektualtualitas dan kepahaman jamaah yang berimbang sehingga menjadikan gerakan kita kokoh secara internal dan mempunyai posisi tawar di mata publik secara ekternal. Wallahualam bissowab.
Sabtu, 07 April 2012 di Auditorium Pusat Bahasa UIN
 (dalam acara tasyakuran wisuda kader KAMMI)

2 Apr 2012


hardiananto.wordpress.com
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah  adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al-Baqoroh 261)
Begitu indah untaian kata dalam ayat tersebut. begitu juga kedalaman arti dan maknanya yang terkandung. Dalam surat Al-Baqoroh ayat 261, Allah memberikan ganjaran pahala yang begitu besar bagi orang-orang yang menginfakkan harta di jalan-Nya. Tidak tanggung-tanggung, Allah memberikan ganjaran pahala bagi mereka yang mau mengeluarkan hartanya dalam upaya dakwah berlipat-lipat “yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji” kemudian dipungkas dengan kalimat “Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki”. Artinya Allah memberi pahala tak terbatas bagi hambanya itu berdasar kehendak-Nya.
Jika dilihat dari struktur kalimatnya, terdapat perumpamaan yang digunakan dalam ayat tersebut. Allah mengumpamakan pemberian pahala dengan sebutir benih yang tumbuh dan berkembang. kemudian jika   kita cermati, dalam Al-quran Allah  banyak menggunakan perumpamaan dalam ayat-ayatnya. Perumpamaan itu oleh mufassir disebut dengan Tamtsil (persamaan).
Yuliadi Hendri, Mutiara Tamsil Dalam Al-Quran (2009) mengatakan bahwa dengan perumpamaan, berapa banyak makna yang asalnya baik menjadi lebih indah, menyentuh, menarik dan mempesona.  Yuliadi menambahkan bahwa tamtsil lebih mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan membuatnya merasa puas dan lebih mendalam.
Penggunaan tamtsil juga banyak digunakan oleh sastrawan, jurnalis dan orang bijak untuk memperindah dan menguatkan kalimat yang hendak disampaikan. Mereka “mempersonifikasikan” sesuatu agar kandungan makna mudah dimengerti semakin menarik dan menghujam ke jiwa. Selain itu para orator dan dai pun tidak jarang menggunakan tamstsil dalam pidato-pidatonya.
Al-quran selain sarat makna memang mempunyai gaya bahasa yang sangat menarik dan mempesona. Wajarlah jika pada masa Rosulullah banyak penyair yang berlomba lomba untuk menandingi keindahan struktur kalimat dan kedalaman makna ayat-ayat Allah tersebut, meskipun akhrinya berujung pada kegagalan.
Tamstsil adalah salah satu berkah Alquran kepada hambanya. Masih banyak kebaikan-kebaikan lain yang akan didapat jika kita mau  mentadaburi (menyelami) samudra ilmu yang tertuang dalam 114 surat tersesbut. Oleh karenanya, begitu besarnya keagungan Al-quran sudah seharusnya memotifasi umat islam bekerja keras mempeljari dan menggali makna-makna yang terkandung di dalamya. Dan, lebih subtansial lagi, agar kita dapat melaksanakan ajaran-ajarannya agar diberi ketenangan batin dan terlepas dari kesesatan berfikir.