28 Mar 2012

avivsyuhada.wordpress.com

Menghadirkan pemateri dalam sebuah acara tidak terlepas dari agenda-agenda organisasi. Kegiatan yang menghadirkan tokoh terebut biasanya untuk acara-acara besar sampai pada acara rutin yang dihadiri  rata-rata antara 15-30 peserta. Untuk acara rutin, intensitasnya pun berbeda ada yang tiga bulan sekali, bulanan, dua mingguan bahkan mingguan.
Saya tidak jarang menjadi penanggung jawab melobi pembicara untuk mengisi materi. Mulai dari tokoh daerah, propinsi dan nasional. Namun, berdasarkan pengalaman, melobi ustadz lebih sering saya lakukan dari pada melobi akademisi ataupun birokrasi. Meskipun tidak jarang posisi tersebut dipegang oleh seorang ustadz.
Alhamdulillah meskipun tokoh nasional dan tergolong sibuk tapi tidak begitu sulit menghubungi dan melobi beliau. Kadang tidak perlu menemui dengan segala syarat yang ada, bahkan dengan SMS pun beliau berkenan menjawab dan memenuhi undangan. Yang membuat saya lebih tertegun lagi, beliau tidak pernah memilih-milih agenda. Apakah itu untuk acara besar sekelas seminar nasional atau hanya sekedar kajian rutin pekanan. Insyaallah beliau akan menyanggupi asalkan tidak berhalangan dan dalam keadaan sehat. Salah satunya, pernah saya alami saat melobi ustadz Salim Afillah dalam acara malam bina iman dan taqwa (mabit) dan beliau bersedia.
Untuk biaya transportasi, jangan kaget, beliu tidak pernah menentukan harga. Beliau ikhlas menghadiri undangan murni karena ingin berdakwah. Meskipun kadang jauh antara lokasi dengan kediaman, namun hal itu tidak menjadi masalah. Itulah satu poin lagi yang membuat saya tambah kagum dengan mereka.
Pengorbanan yang dilakuakan asatidz memang luar biasa. Alhamdulillah sampai hari ini tradisi itu masih terjaga. Saya harap dan yakin kedepannya tradisi ikhlas memenuhi undangan tanpa mengharap imbalan tersebut akan tetap ada. Namun di sisi lain, sebagai pengundang atau pihak yang menhadirkan pembicara juga harus paham atas pengorbanan sang ustad.
Dengan menghadiri undangan, sang ustad telah merelakan waktu luang, waktu santai, waktu bekerja bahkan waktu bercengkerama dengan keluarga. Dengan menghadiri acara, sang ustadz telah merelakan tenaganya, merelakan rupiahnya untuk transportasi dan merelakan diri datang ke daerah terpencil untuk menyampaikan materi.
Oleh karenanya sebagai pihak yang mengundang harus memahami hal tersebut baik-baik. Meskipun beliau tidak meminta pamrih, tidak berarti seusai kegiatan kita hanya mengucapkan sepatah kata “syukron” atau “jazakumullah khoiron katsiran”. Setidaknya ada ‘materi’ yang diberikan, hal itu membuktikan kesungguhan panitia menyelenggarakan acara dan membalas kebaikan ustadz tersebut. Dengan memberikan materi, tentu saja akan melatih profesionalisme kepanitiaan dalam mengelola acara.
Secara lebih substansial lagi, cara terbaik menghormati, memuliakan dan membalas budi baik sang ustad adalah dengan menjalankan petuah yang dihujahkan ke dalam hati kita. Melaksanakan kebaikan-kebaikan yang disampaikan dalam kehidupan sehari-sehari.
 Apalah arti kita sering membuat tema menarik dan menghadirkan pembicara besar namun tidak membekas sama sekali pada diri kita. Meskipun sudah banyak mendapat asupan ruhiyah namun kondisi batin kita masih jauh dari perbuatan terpuji. Oleh karenanya, menjadi baik dan memperbaiki orang lain lah yang sebenarnya merupakan balasan dan kado terindah untuk beliau yang tak pernah lelah berdakwah.

25 Mar 2012

DAUROH DI SELTER

0
Hari ini, KAMMI UIN SUKA melaksanakan salah satu agenda kaderisasi yakni dauroh marhalah satu (DM1) gelombang dua. DM1 merupakan agenda kaderisasi yang bertujuan untuk merekrut kader baru. Kegiatan yang berlangsung tiga hari tersebut pada kesempatan kali ini dilaksanakan di selter Aksi Cepat Tanggap (ACT) di dusun Gondang Legi, Desa Hargo Binangun, Pakem, Sleman YK.
                Jika dilihat lokasinya, selter tersebut cukup representative untuk pelatihan atau traninng. Banyak ruangan inap, aula yang bisa menampung puluhan perserta dan masjid yang cukup luas nan bersih. Pengairannya pun lancar, airnya bening dan bersih. Selain itu terdapat satu dapur yang nyaman dan dilengkapi alat-alat masak. Fasilitas-fasilitas tersebut tentu sangat membantu kesuksesan training.
                Pak Yudi, pengelola selter yang saya temui orangnya ramah. Mungkin karena beliau sering mengurusi pengungsi yang ada di sana menjadikan mantan pengurus KAMDA Yogyakarta (sekarang bernama KAMWIL) tersebut terlihat sebagai bapak yang sabar dan santun. Saya pun kemudian mencoba lebih menghormati relawan lembaga kemanusiaan nasional tersebut.
                Alamat selter yang tidak begitu jauh memang menjadi pertimbangan sendiri bagi mahasiswa atau LSM yang ingin melaksanakan kegiatan di sana. Kadang kita mendapati lokasi training yang bagus namun terlalu jauh. Ada juga yang dekat namun fasilitas di bawah standar, selain itu biasanya tempat pelatihan yang terlalu dekat kurang representative dan efektif untuk kegiatan out door atau luar ruangan.
                Mencari lokasi yang tepat untuk pelatihan tidak hanya akan mempermudah panitia, tetapi juga kelancaran acara. Tempat pelatihan barulah dikatakan tepat jika memenuhi beberapa kriteria. Seperti adanya aula untuk acara-acara in door atau dalam ruangan. Aulanya pun lebih bagus lagi jika terdapat LCD, soud system, dan beberapa micro phone. Selain itu juga terdapat beberapa ruangan untuk menginap peserta dan panitia. Kemudian tempat mandi, dapur dan lokasi out bond juga tidak kalah penting untuk menunjang tercapainya pelatihan yang berkualitas.
                Selter ACT yang cukup strategis dan memenuhi criteria lokasi pelatihan ideal bisa menjadi referensi bagi lembaga atau instansi yang ingin melaksanakan pelatihan. Selter ACT yang sebagian besar penghuninya sudah kembali ke rumah asal direncanakan akan dirancang apik sebagai tempat khusus training. Tentu saja ke depannya tempat itu akan semakin bagus untuk pelatihan.
                Apa yang saya sampaikan ini bukan karena saya dibayar untuk promosi tempat. Namun ini kejujuran saya setelah melihat selter ACT yang bagus. DM1 ini, panitia digratiskan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada tanpa dipungut biaya serupiah pun. Beliau, pak Yudi Cuma meminta space waktu untuk menyampaikan apa itu lembaga ACT dan kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Yudi dan ACT Atas kebaikan yang diberikan. Selain kerja keras pantia, DM kali ini mempunyai makna lebih karena bertempat pada lokasi yang stratgis dan representative. Semoga ACT menjadi lembaga kemanusian yang semakin besar dan semakin bermanfaat bagi umat.
                

21 Mar 2012

MENTAL ON TIME

0
        Agar tidak datang terlambat, saya berusaha lebih awal berangkat menuju kampus. Siang itu, saya mempunyai jadwal mata kuliah yang wajib diikuti. Jam di tangan terus berputar menuju angka 13.30, saya mempercepat langkah menuju ruang kuliah yang berada di lantai teratas. Alhamdulillah sebelum jam perkuliahan dimulai saya sudah sampai di lantai empat di mana ruang kelas berada.
            Setelah menunggu lebih dari setengah jam di depan ruang kelas. Ternyata bapak dosen belum juga datang alias terlambat. Sudah beberapa kali dosen tersebut memang datang terlambat. Saya tidak tahu pasti apa yang menyebabkan dosen yang telah lanjut usia tersebut terlambat. Namun dengan pemakluman, saya dan teman-temanlain menunggu beliau datang dan menyampaikan materi kuliah.
            Keterlambatan dosen dalam memberikan mata kuliah memang bukan hal baru di kampus Universitas Islam Negeri Yogyakarta di mana saya kuliah. Korupsi waktu itu tidak jarang dilakukan oleh dosen saat akan mengajar. Selain itu, keterlambatan tidak hanya dilakukan satu atau dua dosen saja, tetapi lebih banyak dari itu. Dosen-dosen tidak on time tersebut ada di setiap jurusan dan fakultas. Meskipun saya yakin banyak juga dosen yang memegang komitmen untuk tepat waktu.
            Keterlambatan tentu saja akan mengurangi jam belajar di kelas.  Namun secara labih mendalam, keterlambatan dosen memunculkan pertanyaan akan komitmennya dalam mengajar. Bahkan lebih dari itu, seringnya terlambat mempertanyakan kembali kesungguhannya pengajar dalam memperbaiki generasi penerus bangsa. Apakah memang benar ingin memajukan pendidikan atau kah kehadirannya mengajar hanya untuk memenuhi kewajiban mengisi presensi  agar dianggap dosen rajin yang  pada akhirnya akan dinaikkan gajinya.
            Di tengah lesunya gairah pendidikan dan erosi moral akibat gerusan globalisasi, generasi muda sangat mengharapakan adanya teladan yang dapat mengeluarkan mereka dari krisis moral. Sosok tersebut tidak lain adalah pengajar atau dosen sebagai panutan dalam dunia akademik. Sosok dosen diharapkan bukan hanya memiliki kapasitas intelektual, tetapi juga memiliki standar moral yang lebih tinggi. Dari pribadi seperti itulah kemudian muncul generasi lebih baik dalam skala yang lebih besar.
      Adanya beberapa dosen yang terlambat adalah fakta yang sungguh disayangkan. Menurut saya keterlambatan bukanlah hal yang sepele, namun ia bisa jadi cerminan moral dan budaya seorang dosen bahkan budaya pendidikan di Indonesia. oleh karenanya, membudayakan datang tepat waktu saya fikir harus menjadi perhatian semua orang, khususnya akademisi sebagai simbol kaum intelektual.
            Saya tidak tahu persis kenapa dosen terlambat, khusnudzon saya mungkin karena jam terbang beliau yang tinggi, bisa disebabkan karena gaji di satu tempat kerja dinilai tidak cukup untuk  mampu memenuhi biaya hidup, sehingga mencari penghasilan lain. Namun kita tentu sudah banyak mendengar kisah-kisah super disiplin tinggi dari Negara-negar maju semisal di Negara Jepang. Masyarakatnya di Negara Sakura tersebut senantiasa berusaha keras agar dapat memenuhi janji tepat pada waktunya. Mereka berusaha sampai pada suatu tempat meskipun  hujan, sedang turun salju tebal atau bahkan cuaca dingin ekstrim,
            Dari dua fenomena tersebut yakni realitas masyarakat Indonesia khususnya dosen dan budaya disiplin tinggi masyarakat jepang saya menyimpulkan bahwa keterlambatan bukan dikarenakan padatnya kegiatan tetapi keterlambatan adalah soal mental. Ya, orang yang membiasakan diri menyepelekan waktu akan mempunyai mental lelet atau sering terlambat dalam keadaan sibuk maupun tidak.
Oleh karenanya agar terbangun mental on time, menepati janji, menghadiri acara dan mengisi jam belajar tepat waktu harus dibudayakan. Selain itu, agar budaya on time lebih mudah terwujud, hendaknya dosen dan tentu saja kita pribadi dapat mengatur waktu dengan apik. Dengan menejemen waktu yang baik, akan termotifasi untuk tidak menunda-nunda pekerjaan. Dengan menejemen waktu yang baik, kita tidak akan merasa kekurangan waktu.
Semoga ketepatan waktu dalam mengajar tidak dianggap remeh oleh dosen. Sehingga tercipta kegiatan mengajar mengajar kondusif yang akan memberikan kebaikan jangka panjang dalam rangka memperbaiki wajah pendidikan di Indoenesia. Tulisan ini tidak untuk menggurui bapak ibu dosen yang terhormat. Saya minta maaf jika ada yang merasa tersinggung dengan tulisan ini. Tulisan ini hanyalah unek-unek dari saya yang berlatih tepat waktu. Tulisan ini adalah ketidak sukaan saya terhadap keterlambatan, termasuk keterlambatan yang dilakukan dosen dalam memulai pelajaran.

19 Mar 2012

ISTIQOMAH

0
Dari Sufyan bin 'Abdillah radhiallahu' anhu, dia berkata: aku berkata: 'wahai Rasulullah!Ucapkanlah kepadaku suatu ucapan dalam Islam yang aku tidak akan menanyakannya kepada selain engkau!, Beliau bersabda: "ucapkanlah! 'Aku telah beriman, kemudian beristiqamahlah!' ". (HRMuslim)
            Sebagai seorang muslim tentu saja kita dituntut untuk istqomah, seperti hadist di atas di mana rosulullah menegaskan Abu Sufyan bahwa istiqomah merupakan keharusan kedua setelah beriman. Dengan keistiqomahan, air yang lembut pun dapat melubangi batu cadas yang sangat keras. Istiqomah adalah bahan bakar yang akan mengantarkan hamba dalam kebaikan sampai waktu mereka habis.
            Keistiqomahan tidak hanya pada ritual-ritual ukhrawi saja, semisal sholat wajib, qiyamullail, membaca Al-quran dan puasa. Namun istiqomah juga merupakan strategi ampuh melewati banyak tantangan menuju kesempurnaan. Istiqomah menjadikan cita-cita yang dianggap tidak mungkin menjadi mungkin bahkan, ia menjadikan perjuangan serasa nikmat.
Keistiqomahan atau ketekunan berlatih setiap hari telah mengantarkan Mike Tyson menjadi seorang petinju kelas dunia. Begitu juga Leonel Messi yang  gandrung bola sejak kecil  hingga ia dinobatkan sebagai pemain bola terbaik di bumi pada tahun 2011. Dalam dunia islam, keistiqomahan yang telah menngumpal menjadi gunung optimis menjadikan Muhammad Fatih Murrad dapat berdiri sebagai sang penakhluk Konstantinopel pertama.
Kecerdasan dan keberanian akan menjadi sia-sia dan berakhir dengan keputusasaan. Itu semua terjadi karena kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki tidak disimpan rapih dalam bungker keistiqomahan. Banyak cerita-cerita berakhirnya tokoh dunia dengan pilu lantaran ia tidak bisa mempertahankan laku baik hingga berakhir di lembah kenistaan.
Oleh karenanya kita harus mempunyai alasan kuat kenapa memilih cita-cita A, B atau C. Alasan itulah yang kemudian memacu semangat untuk terus istiqomah, untuk terus teguh dalam satu garis. Di sinilah peran agama sangat dibutuhkan, yakni memperjelas kemana arah cita-cita k dan tujuan kita.
Sebagai seorang muslim, cita-cita tidak dipahami sebatas pemenuhan kebutuhan duniawi saja, melainkan ia menembus sampai dunia yang kekal abadi yakni akhirat. Sehingga setiap perbuatan yang terorientasikan mengharap ridho Allah SWT akan menjadikan setiap proses pencapaiannya baik pula. Dengan orientasi yang jelas dan proses yang baik maka insyaallah apa yang kita citakan akan tercapai.
Minggu 18 Maret 2012 memberi hikmah tersendiri bagi saya. Tepatnya kemarin sore ketika saya beserta kader KAMMI UIN Sunan Kalijaga lain berkunjung ke salah seorang tokoh di kota Yogyakarta. Kunjungan tersebut dengan maksud untuk silaturahim tokoh dan diskusi ringan seputar organisasi dan kondisi kota jogja.
Silaturahim merupakan agenda wajib bahkan kebutuhan untuk menambah jaringan dan memperkaya wawasan keilmuan. Saya tidak hendak menjabarkan apa yang kami diskusikan namun hendak bercerita apa-apa yang kami temui dan suasana saat kami bersua tokoh yang juga anggota DPRD kota Yogyakarta tersebut. rumah beliu dari komisariat lumayan jauh, namun kami cukup beberapa kali bertanya kepada warga ketika sudah lumayan dekat dengan rumah beliu. Alhamdulillah banyak warga yang mengenal nama beliu. Jadi tidak begitu sulit menemukan tempat tinggal tokoh yang rumahnya tidak jauh dari Malioboro tersebut.
Setelah ditelusuri alamat dan penunjuk arah yang diberikan, saya sempat kaget dan tersenyum. Ternyata rumah tokoh yang terkenal dan sangat dihormati itu berada di gang sempit yang tidak dapat dilewati mobil. Rumahnya pun terlihat seperti kontrakan kecil. Kondisi di dalam ruangan sangat sederhana, hanya ada Tv lawas, meja dan kursi kayu yang sederhana, dan hijab sebagai pembatas antara ruang tamu dan tempat tidur.
Untuk tokoh sekapasitas Jogja, saya yakin sebenarnya beliau mampu membeli rumah besar lengkap dengan asesoris, kendaraan mewah dan kebutuhan tersier lain. Sah-sah saja ketika beliu bisa mencari lingkungan yang nyaman di perumahan elit atau real estate. Namun tidak bagi seorang bapak yang mempunyai tiga putra itu,ia lebih memilih tinggal bersama rakyat dan menyatu bersama mereka.   
             Saya kemudian berfikir dan melihat beberapa tokoh lain yang hidup dalam bermewah-mewahan dan bergaya parlente. Tidak usah jauh melihat tokoh nasional di senayan, tokoh daerah bahkan kampus pun sudah mulai bergaya sok kaya dan sok hebat. Dengan menggemgam blackberry dan pakaian mahal mereka tampil PeDe di hadapan publik.
 Tidak hanya asesoris yang membalut dan mengiringi kesehariannya, sikap dan perilaku seoalah mereka ingin mengatakan kepada khalayak bahwa mereka adalah orang penting, orang besar yang harus dihormati. Biasanya mereka sok menjaga image dan membatasi diri untuk bergaul dengan entitas yang tidak selevel. Ketika dihubungi dan diketemui sulit, di SMS pun tidak membalas, kalaupun membalas dengan bahasa semaunya tanpa memperhatikan apakah bahasa SMS nya baik atau tidak. Saya tidak jarang menemukan ketokohan seperti itu di ruang akademik maupun dalam masyarakat.
            Kesederhanaan seharusnya melekat pada diri seorang pemimpin. karena seorang pemimpin akan menjadi contoh bagi rakyatnya, dengan hidup sederhana tentu saja rakyat akan bangga dan mencontoh pola hidup yang tidak bermewah-mewahan. Selain itu, pemimpin hendaknya bersikap lembut, ramah dan mengayomi rakyat sehingga akan timbul kedekatan dan rasa saling menyayangi. Saya sangat menghormati pemimpin yang bersahaja dan ramah terhadap semua orang. Meskipun sibuk, ia tetap hadir memberikan pelayanan terbaik kepada semua orang. Semoga setiap pemimpin sadar bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan sebaik baiknya. Dan semoga aktifis kampus memahami hal ini pula.
            Kunjungan kemarin sangat menginspirasi dan memuhasabah saya ketika kelak menjadi seorang pemimpin. menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah, kepemimpinan adalah suatu hal yang rumit. Sedikit kesalahan di mata pemimpin akan menjadi sesuatu yang besar dalam pandangan masyarakat. terimakasih ustad, terimakasih atas tauladan yang engkau semaikan pada kami.

18 Mar 2012

0
Hidup sebagai mahasiswa memang tidak terlepas dari suka dan duka. kehidupan yang jauh dari orang tua dan hanya bisa pulang untuk beberapa bulan sekali menyisakan banyak kisah baru. Karena jauh dari orang tua, mau tidak mau seorang mahasiswa harus tinggal dalam kost atau kontrakan dan belajar hidup mandiri. Dengan pesedian uang dan kemampuan seadanya, mahasiswa akan melewati hari-hari panjang tanpa kehadiran keluarga dan orang tua.
Saya termasuk mahasiswa yang hidup dalam satu kontrkan bersama mahasiswa lain. Hidup dalam konrtakan mempunyai suka duka tersendiri dibanding mahasiswa yang hidup ngekost saja. Hidup dalam kontrakan, dituntut tidak hanya mampu hidup mandiri tetapi juga mampu melakukan kontak sosial hingga menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih  baik.
Dalam kesehariannya, muncul kesepakatan untuk membuat aturan sehari-hari. Semisal mengikuti kajian rutin, piket harian, menjaga ketertiban dan keamanan sampai pada jadwal mengisi galon bagi setiap penghuni. Semua diatur rapi dan tersistem. Kewajiban itu harus dilaksanakan bagi setiap penghuni tanpa terkecuali.
Namun dalam perjalanannya tidak semulus apa yang direncanakan. Masih juga terdapat sebagian penghuni yang tidak konsisten dalam menjalankan amanah-amanah yang disepakati. Akibatnya tentu penghuni lain yang menjadi korban. Setelah ia menyelesaikan kewajibannya, ia harus menyelesaikan kewajiban lain yang sebenarnya bukan merupakan tugasnya. Kalau dibilang ikhlas, bisa dikatakan ikhlas namun hal ini tentu merupakan kebiasaan yang tidak sehat. Karena si penguhuni yang tidak amanah akan merugikan penghuni lain dan tentu saja dirinya sendiri. Di sisi lain, Si penghuni yang tidak amanah itu akan sulit dipercaya orang dan ia pun akan lebih sulit untuk membiasakan diri bersikap amanah. Sebab ketidak amanahan bahkan bisa sampai pada membahyakan diri sendiri. Sikap tidak amanah memang merupakan tindakan yang sangar merugikan.
Dalam berkehidupan sosial yang ideal memang lebih sulit jika dibandingkan dengan mementingkan ego pribadi. Kita dituntut untuk dapat memahami orang lain dan melakukan pekerjaan yang dianggap tidak kita sukai. Kita dituntut untuk berbagi, berkorban dan lain sebagainya. Jika difikir buat apa kita membersihkan ruangan diluar kamar, membuang sampah orang lain, membersihkan WC kontrakan dan lain sebagainya.
Namun anggapan itu akan sirna ketika kita sadar bahwa kita membutuhkan orang lain dan tidak bisa hidup sendiri. Bahkn lebih dari itu, ada hak-hak sosial yang harus ditunaikan oleh setiap pribadi. Seperti bersedekah, berzakat dan membantu orang lain tentunya. Sederhana saja, ketika kita membantu orang lain maka mereka pun tak segan untuk membantu kita.
Semoga berkehidupan sosial dapat dipahami setiap orang terutama mahasiswa. apalah arti jika mahasiswa sebagai simbol intelektual nyatanya berubah menjadi kaum oportunis yang pragmatis. Begitu juga keseharian kita dalam dikontrakan. Peka terhadap kondisi saudara dan lingkuangan sangat lah penting. Kepekaan tersebut akan menjadikan suasana yang harmonis antar penghuni asrama dan lingkungan yang sehat untuk dihuni. Kontrakan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengasah kepekaan sosial kita. Melalui kontrakan, melalui ruang sosial yang lebih kecil ini kita menempa diri untuk menghadapai ruang sosial yang lebih besar yakni pertarungan dalam kancah global.

17 Mar 2012

TITIPAN MBAK MUDAH

1

Beberapa hari yang lalu, saat pameran buku Jogja Muslim Fair digelar. Mbak Mudah meminta saya membelikan buku. Mbak Mudah yang memiliki nama lengkap Siti Mahmudah adalah kakak tertua saya yang tinggal di kabupaten Tanggamus, Lampung. Ia sudah berkeluarga dan rumahnya pun tidak jauh dari rumah orang tua kami. Keinginan membeli buku tersebut bukan sekedar untuk dibaca, sang ibunda Faiz itu berkeinginan untuk membuat perpustakaan keluarga di rumahnya. 
Rumah kami memang jauh dari perkotaan, wajar saja jika beliu meminta saya untuk membelikan buku. Karena di Jogja, di mana saya kuliah, buku-buku lebih lengkap, mudah didapat dan cenderung lebih murah. Berbeda dengan kondisi di Lampung, apalagi untuk alamat rumah kami yang jauh dari akses-akses tempat penjualan buku berkualitas.
Kehidupan yang jauh dari perkotaan memang memberikan tantangan tersendiri bagi kami, atau bagi orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan. Berbeda dengan kondisi kota yang serba ada, di desa tempat kami tinggal, kami harus bekerja lebih ektra untuk mendapat sesuatu. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi kendala dalam akses kami mengembangkan wawasan keilmuan.
Yang pertama adalah akses mendapatkan literatur-literatur seperti buku, jurnal dan lain-lain. Di pasar desa kami mungkin memang menjual buku, tapi sangat sedikit buku-buku yang kami cari. Buku yang dijual biasanya buku-buku umum dan itupun terbatas sekedar buku-buku sekolah untuk tingkat SD, SMP dan SMA. Oleh karena itu dalam pemenuhan literatur pengethuan sosial maupun islam, mau tidak mau kami harus ke kota atau menitip kepada teman atau saudara untuk membelikan buku. Selain itu, kami tentu tidak tahu buku-buku yang bagus kecuali ada yang memberi tahu atau melihat milik teman yang sudah memiliki.
Yang kedua adalah teman untuk sharing pengetahuan atau tokoh yang mempunyai kapasitas untuk mendiskusikan suatu permasalahan. Di desa kami, kebanyakan pemuda maksimal adalah lulusan SMA atau sekolah kejuruan. Maaf bukan bermaksud mendiskreditkan, saya yakin mereka pun punya banyak pengetahuan. Namun untuk bicara kondisi sosial kekinian tentu tidak sepadan jika dibandindkan dengan tokoh yang berkapasitas.  Berbeda dengan di kota atau dalam lingkungan kampus yang dengan mudah menemui akademisi dan praktisi yang mumpuni untuk mendiskusikan sesuatu.
Yang ketiga adalah akses informasi. Sebenarnya Alhamdulillah juga, di desa kami ada satu warnet dan itupun milik mbak Mudah. Namun akses internetnya sangat lemah, sangat sulit untuk hunting artikel, apa lagi untuk mengunduh buku, jurnal atau ceramah-ceramah. Untuk media informasi lain, TV lah yang paling representatif. Namun media audio visual itupun hanya bisa untuk chanel-chanel Tv Hiburan saja. Untuk stasiun yang menyajikan berita sulit didapatkan.
Ketiga alasan itu cukup menjadi tantangan bagi kami, hal itu pula yang kadang membuat saya berfikir keras apabila kelak pulang ke kampung halaman. saya akan dihadapkan pada sulitnya mendapati buku, tokoh yang mumpuni dan akses informasi. Hal itu tentu saja memberikan harapan.
Harapan agar pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan semangat baca dikabupaten saya. Mengadakan taman baca atau toko buku besar yang menyediakan beraneka ragam buku dan lain-lain. Selain itu, untuk memperoleh akses pengetahuan, pemerintah seharusnya menggagas sebuah tatanan yang memudahkan masyarakat mengakses informasi dalam skala nasional maupun global. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan, tentu saja akan memberikan dampak positif jangka panjang, Yakni meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat.
Ditengah carut marutnya tatanan sosial Negara kita. Memperhatikan kualitas pendidikan seharunya menjadi program utama pemerintah. Karena dengan pendidikan , Negara tidak hanya mampu melepaskan masyarakat dari kebodohan, tetapi juga memberikan kontribusi bagi peradan yang mulai terseok-seok.
Peningkatan mutu pendidikan bukan hanya pada sektor pendidikan formal seperti pada perguruan tinggi saja. Tetapi hal itu harus dilakukan dari kehidupan realitas, dari kehidupan masyarakat. Seorang petani, pedagang, nelayan dan buruh harus melek pengetahuan. Mereka harus paham media, berita terkini dan situasi sosial yang menjadikannya miskin. Meniingkatkan mutu pendidikan bagi masyarakat memang belum menjadi perhatian pemerintah. Semoga dengan melihat realitas yang ada, pemerintah terutama pemerintah kabupaten kami sadar betul untuk menggarap upaya mencerdaskan semua lapisan masyarakat.

http://munsyeed.com
                                Nasyid merupakan jenis musik baru dalam blantika music di Indonesia. awal kelahirannya, nasyid pertama kali disenandungkan oleh grup nasyid asal  negeri jiran bernama Raihan yang kemudian lagu islami itu menjalar ke Indonesia. Sebagai perintis, tim nasyid Snada berhasil mendakwahkan lagu yang biasanya dilantunkan dengan akapela itu hingga digemari khalayak. Kehadiran nasyid merupakan jawaban dari kerinduan masyarakat yang mendambakan lagu-lagu Islami.
                Saya termasuk penggemar lagu nasyid, hampir setiap hari saya mendengarkan nasyid. Entah hanya untuk mengusir kebosanan, atau karena rindu mendengarkannya. Kegandrungan yang sudah muncul sejak masa SMA menjadikan saya seolah ketagihan jika tidak mendengarkan lagu yang mendakwahkan nilai-nilai kebaikan tersebut.
                Jenis nasyid yang sering saya dengar biasanya adalah lagu-lagu haroki. Dalam dunia nasyid, ada dua jenis lagu yakni nasyid yang bernafaskan perjuangan (haroki) dan lainnya biasanya disebut lagu-lagu melo (melan kolis). Nah, saya lebih suka lagu-lagu haroki yang menghentak seperti yang disenandungkan oleh tim nasyid Izzatul Islam, Shoutul Harokah, Arruhul Jadid dan lain-lain. Semangat saya bertambah ketika mendengar syair-syair da’wah dan jihad yang diiringi alat musik Drum tersebut.
                Seiring berjalannya waktu, tim nasyid mulai menjamur di Indonesia. hal tersebut tentu saja harus diapresiasi karena menunjukan bahwa dakwah semakin berkembang. Namun ada hal yang menurut saya perlu dikritisi, yakni lirik-lirik nasyid dan para munsyidnya. Nasyid yang dulunya bertemakan lagu-lagu jihad dan selalu membangkitkan semangat, kini jarang terdegngar dan digantikan lagu-lagu melo yang sekedar nikmat di dengar saja.
                Selain itu, para pelaku nasyid pun berbeda dengan yang dahulu. Jika dulu mengenakan koko, celana dasar dan sepatu yang sederhana. Kini performennya jauh berubah, dengan gaya yang hampir mirip boy band, kamudian  melenggak-lenggok menyanyikan lagu-lagu bernafaskan islami.
                Di tengah ramainya dunia nasyid yang menimbulkan persaingan antar tim , saya kadang berfikir apakah para munsyid sekarang memperjuangkan nasyid karena ingin berdakwah. Atau karena hanya menyalurkan hobi di bidang tarik suara. Atau mungkin karena ada keinginan lain, yakni untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Saya menyampaikan hal ini karena melihat performa dan sikap para munsyid kekinian. Jujur saja, mendengar lantunan lagu-lagu baru sangat sendikit sentuhan semangat berislam yang saya rasakan. Mungkin hanya mendengar syair-syair yang indah untuk didengarkan, itu saja.
                Saya memang bukan orang-orang yang aktif memperjuangkan nasyid. Saya hanya seorang muslim yang dari dulu setia mendengarkan nasyid. Apa yang saya utarakan adalah wujud kepedulian saya terhadap lagu-lagu yang bernafaskan nilai-nilai Islam.
Saya tidak mempermasalahkan ketika terjadi perubahan dalam lirik dan performa dalam bernasyid. Namun yang coba saya wanti-wanti adalah ketika terjadi pergeseran orientasi dalam bernasyid. Semoga asumsi ini adalah praduga yang salah. Dan, semoga nasyid tetap jaya di Indonesia bahkan seluruh Negara dengan liriknya yang membawa muatan-muatan hidayah bagi umat. Aamiin…

16 Mar 2012

Beberapa hari lalu Daerah Istimewa Yogyakarta kedatangan tamu lagi, kali ini perhelatan bursa buku dan busana muslim. Acara pameran tersebut dipersembahkan kepada masyarakat Jogjakarta oleh Giant Promosindo. Pameran yang bernama Jogja Muslim Fair merupakan pameran rutin yang diadakan setiap 3-5 bulan sekali. Selain di Jogja, JMF kerap digelar di Solo dan Kebumen, Jawa Tengah.
Jauh hari sebelum pameran tersebut dimulai, salah seorang dari penyelenggara menelpon saya untuk berpartisipasi menyukseskan acara tersebut. Setelah melalui diskusi singkat, saya menyepakati untuk bergabung dalam kepanitiaan.
Ada hal luar biasa yang saya dapatkan selama tujuh hari dalam kepanitiaan. Suasana yang jarang saya temukan dalam kehidupan organisasi. Suasana luar biasa tersebut saya temukan pada pemain “belakang layar” acara yang diadakan di Gedung Wanita Tama tersebut.
Yang pertama tentang profesionalisme. Tidak disangka sebelumnya, bahwa pameran yang begitu terkenal dan besar itu hanya digerakkan oleh orang-orang yang bisa dihitung dengan jari. Mereka memainkan perannya di masing-masing bagian. Mereka sedikit, namun bekerja totalitas dan professional.
Yang kedua adalah pola koordinasi dan komunikasi. Tidak ada jaim, segan, atapun malu yang saya temui dalam komunikasi tiap EO. mereka berbincang dengan renyah, jujur dan penuh persaudaraan. Mereka bercanda, bergurau dan tidak jarang tertawa lepas di tengah kesibukan, meskipun kadang Nampak serius untuk hal-hal yang memang harus diperbincangkan dengan serius. keterbukaan itulah yang menjadikan mereka terus bertahan dalam suasana sulit. Mereka menghancurkan suasana kaku dengan hangat persaudaraan. Dari komuikasi yang jujur dan terbuka itu mereka merajut dan memaksimalkan kinerja.
Tidak semua organisasi merasakan suasana seperti itu, dalam organisasi da’wah sekalipun. Tidak jarang kita temui person-person yang Nampak jaim, senioritas dan bahkan bertingkah sok hebat di hadapan kader lain. Mereka tidak mau kalah dan disalahkan. Mereka tidak mau harga dirinya merasa direndahkan. Akibatnya, komunikasi terasa sangat kaku dan penuh dengan kebohongan.
Komunikasi hanya sekedar formalitas dan berbicara seputar job description-nya saja. Itupun dilakukan dengan penuh “pengamanan”. Harus merasa aman dari direndahkan, dianggap sebelah mata dan lainnya. Terasa kaku, sangat kaku dan bahkan lebih ektrimnya sampai tidak mau berkomunikasi karena takut.
Komunikasi yang tidak sehat tersebut tentu saja akan mempengaruhi kinerja dan menghambat laju organisasi. Jika hal itu menjangkiti semua kader, yakni kader tidak merasa nyaman bahkan tidak mau berkomunikasi dengan kader lain tentu saja akan berakibat buruk bagi organisasi. Semisal miss komunikasi, kebingungan dan akan berujung pada kader yang merasa sendiri meskipun sedang bekerja dalam amal jamai.
Dalam petualang tujuh hari tersebut, saya mendapat ilmu baru tentang komunikasi dan koordinasi. Ternyata dua hal itu merupakan sesuatu yang sangat penting untuk laju organisasi. Semoga aktivis-aktivis organisasi bisa memahami pula pentingnya dua hal itu. sehingga organisasi atau da’wah yang dibangun tidak hanya sekedar ikatan kerja yang akan selesai ketika pekerjaan itu terselesaikan. Namun lebih dari itu, dalam setiap proses bekerja kita akan menemukan arti kejujuran, keterbukaan, keceriaan, kepercayaan yang kelak akan kita gunakan dalam kerja-kerja besar berikutnya.  

6 Mar 2012

            Seperti biasa, Stand pendaftran Dauroh Marhalah satu (DM1) dibuka di depan fakultas Sains dan Teknologi.  Kali ini stand dijaga oleh al-akh yang bernama Yusuf Irfan Hilmi, beliau adalah kader KAMMI yang baru saja semester dua. Ikhwan bertubuh kecil itu dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab fakultas Adab dan Ilmu Budaya. Saya yang kemudian datang ke kampus ikut menjaga stand bersama akh irfan.
            Dauroh Marhalah satu atau yang disingkat DM1 adalah rangkaian agenda kaderisasi KAMMI. Agenda tersebut bertujuan untuk merekrut dan melakukan pelatihan awal untuk kader yang baru saja terekrut. Biasanya pembukaan stand berkisar antara satu bulan sampai satu bulan setengah. Pengurus KAMMI menyiapkan perangkat berupa kepanitiaan agar ajang perukrutan tersebut berjalan optimal. Untuk Komisariat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta sendiri pembukaan stand dipisah menjadi menjadi dua bagian atau dua tempat. Yakni satu tempat di rumpun DN (Fakultas Sains dan Teknologi, Tarbiah dan Syariah) sementara stand lainnya berada di rumpun DS (fakultas Da’wah, Adab, Sosial Humaniora dan Ushuludin).
Aksi KAMMI
            Dalam obrolan rigan sambil menanti mahasiswa yang akan mendaftar, beliau sempat berbicaa tentang kegiatan aksi yang pernah dilakukan KAMMI. Dalam pertanyaan dan pengalamannya, kader DS asal Ciamis itu ternyata pernah mengikuti beberapa aksi. Setelah mengikuti beberapa aksi, muncul dalam benaknya sebuah antusias untuk mengikuti aksi-aksi berikutnya.
            Apa yang disampaikan akh Irfan adalah sebuah letupan semangat seorang kader dalam mengikuti agenda-agenda KAMMI. Sebuah idealisme yang terpancang setelah melihat kebobrokan di negerinya. Idealisme tersebut kemudian ia curahkan dalam sebuah organisasi. Akh irfan merelakan diri begabung bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia dengan harapan dapat memadukan dan mengembangkan keresahan akan kondisi bangsa sehingga muncul ledakan besar perubahan bersama gerakan yang ia masuk di dalamnya.
            Mungkin masih banyak kader-kader baru lain yang mempunyai idealisme tinggi di KAMMI. Mempunyai gagasan segar tentang masa depan da’wah. Gagasan yang belum pernah terpikirkan oleh kader-kader sebelumya. Selain gagasan, mereka juga mempunyai semangat yang tak kalah dan mungkin melebihi semangat para seniornya. Dengan idealisme dan semangatnya, mereka terus bekerja dan bekerja dalam setiap kegiatan. Memberikan kontribusi maksimal sesuai dengan kapasitasnya.
            Yang membuat saya semakin bangga dengan kader baru adalah kerja keras mereka dalam organisasi. Meskipun dengan pengalaman minim, tapi kader yang belum lama menyentuh dunia da’wah itu mampu tampil dengan performa terbaiknya. Kesalahan sudah dipahami sebagai sesuatu yang wajar.

Menyambung Semangat
            Fenomena tersebut harus diapresiasi dan disikapi dengan serius. Pasalnya ia adalah potensi besar yang sangat bagus untuk dikembangkan. Kemampuan yang masih ‘mentah’ dari kader baru harus terus diolah menjadi sebuah ledakan besar dikemudian hari. Sehingga suatu saat kita dapat melihat benih-benih itu telah menjadi pohon yang besar dan perkasa di mana ia mempunyai manfaat yang besar.
            Tentu saja untuk mengupgrade kemampuan mereka, dibutuhkan senior yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang tinggi. Di sinilah senior dan alumni memerankan tugasnya. Mengawal kader baru agar tidak hanya mampu menjaga ritme semangat tapi juga meningkatkan keimanan dan kecerdasan akalnya. Di sini, tugas senior tidak hanya menyuruh sambil duduk santai memantau kinerja adik-adiknya. Tidak, bukan hanya itu saja tugasnya. Menyuruh dan memantau adalah tugas kecil dari tujuan kaderisasi kepemimpinan. Tugas besarnya ialah ketika para senior mampu memberikan teladan. Dengan kerjanya, senior memberi contoh sebuah kerja profesional seorang organisator sehingga kader baru tidak bingung dalam melangkah dan menyelesaikan setiap amanah yang diberikan.
Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah peran senior dalam meningkatkan intelektualitas adik-adiknya. Di sini mereka dituntut untuk lebih belajar, menganalisa dan membuat terobosan kemudian menyampaikan ide-ide tersebut. sehingga kader baru bisa mendapat seorang figure dan panutan. Panutan yang tidak hanya dilihat dari kesholehannya saja tetapi juga kemampuannya dalam menciptakan sebuah gerakan ideal yang relevan dan mempunyai posisi tawar di tengah masyarakat.